Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) dan PT East West Seed Indonesia (Ewindo) meluncurkan bank genetika sayuran pertama di Indonesia pada 24 Agustus lalu. Bank genetika itu terletak di Kompleks Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca: Mahasiswa UGM Jadikan Kaki Seribu Obat Kanker Payudara
Baca: Samsung Gandeng Bekraf dan UGM Gelar Startup Acceleration
Baca: Tim UGM Jadi Juara di London Berkat Ide Riset BBM dari Plastik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbagai jenis benih disimpan dalam bank untuk selanjutnya dikembangkan dan menjadi bibit unggul sayuran. “Sudah dua tahun kami menginisiasi bersama Universitas Gadjah Mada untuk Bank Genetika Sayuran atau Bank Plasma Nutfah ini," ujar Managing Director Ewindo, Glenn Pardede, di Kompleks Pusat Inovasi Agroteknologi milik UGM itu, Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selain untuk mengkonservasi, fasilitas ini dapat dikembangkan untuk kepentingan pertanian untuk membantu petani lebih luas dan peneliti untuk menemukan bibit unggul,” tambah Glenn.
Ewindo merupakan produsen benih hortikultura yang mengembangkan, memproduksi dan memasarkan benih sayuran tropis lokal dengan merek ”Cap Panah Merah”. Benih-benih milik perusahaan ini dikumpulkan dan ditampung di bank ini.
Bank Plasma Nutfah ini memanfaatkan bangunan PIAT yang sudah ada, yang dialihfungsikan menjadi seed storage seluas 8x12 meter persegi, termasuk fasilitas untuk administrasi dan web. Juga tersedia laboratorium untuk uji benih 3x6 meter persegi, serta pendirian 3 unit Screen House baru berukuran masing-masing 15x18 meter persegi.
Bank Plasma Nutfah ini telah memiliki koleksi sumber daya genetika (SDG) tanaman sayuran berupa cabai sebanyak 62 aksesi, tomat sebanyak 12 aksesi, terong sebanyak 16 aksesi, kacang panjang sebanyak 30 aksesi, mentimun 25 aksesi, melon dan mentimun suri sebanyak 27 aksesi, buncis sebanyak 21 aksesi, serta jagung manis dan pulut sebanyak 9 aksesi.
Sumber plasma nutfah tersebut di antaranya hibah dari koleksi yang dimiliki oleh Ewindo. Banyak aksesi sayuran lokal yang masih dalam taraf ‘refresh' dan perbanyakan di lahan Ewindo yang menunggu kesiapan untuk ditransfer ke Bank Genetik ini.
“Ke depannya Ewindo bekerja sama dengan UGM akan membawa kembali sumber daya genetika tanaman sayuran yang ada Taiwan untuk kembali ke Indonesia,” kata Glenn.
Ia menegaskan, Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sangat kaya dengan sumber plasma nutfah. Indonesia terdiri lebih dari 17.000 pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera membentuk keanekaragaman ekosistem.
Indonesia sekurang-kurangnya memiliki 42 ekosistem daratan alami dan 5 ekosistem lautan. Hal itu memungkinkan Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat tinggi keanekaragamannya.
Sayangnya, petani dan peneliti di Indonesia masih mengalami berbagai hambatan dalam pengembangan varietas unggulan karena terbatasnya akses dan fasilitas penyimpanan plasma nutfah.
Bank Plasma Nutfah ini hadir memberikan solusi untuk pelestarian dari kekayaan SDG tersebut, sekaligus mendorong tumbuhnya inovasi dan penemuan varietas-varietas unggul baru tanaman hortikultura.
Fasilitas ini diharapkan dapat mengakselerasi kemajuan industri hortikultura nasional khususnya dalam penemuan varietas-varietas unggul baru sehingga produk hortikultura Indonesia dapat lebih bersaing di dunia internasional.
“Kami optimistis dengan adanya fasilitas ini dan sumber daya manusia yang unggul mampu mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penemuan varietas-varietas unggul baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mayarakat Indonesia," kata Glenn Pardede.
Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Ika Dewi Ana mengatakan adanya mega biodeversity perlu diidentifikasi genetikanya. Di bidang pendidikan dan pengajaran, mahasiswa dan alumni siap bekerja di sektor pertanian. “Kami menerjunkan ribuan mahasiswa untuk identifikasi genetika sayuran jadi bank data di Indonesia,” kata dia.
Kepala Pusat Inovasi Agroteknologi Karyono menyatakan Fakultas Pertanian mengumpulkan sumber daya genetika. “Beras Rojolele itu tidak terlepas dari UGM,” kata dia.
Profesor ini menegaskan, sumber daya genetika kalau tak dimanfaatkan akan menjadi mahal. Namun, kalau dimanfaatkan hasilnya akan lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan.
Simak artikel lainnya tentang UGM dan Ewindo di kanal Tekno Tempo.co