DI saat puyeng mencari ide untuk tugas akhir, mendadak saja sosok udang tambak melintas di benak Harry Susanto. Yang kemudian tergelar di benaknya adalah kemanjaan si bongkok itu. "Dia tak cuma membutuhkan pakan bergizi, kualitas air tambak yang memadai tak kurang pula pentingnya," ujarnya mengenang. Yang jadi problem adalah bagaimana pengamatan mutu air tampak itu bisa dibikin mudah. Maka, bulatlah tekad mahasiswa Jurusan Elektro Universitas Widya Mandala, Surabaya, itu untuk membuat perkakas elektronik yang bisa memantau kualitas air tambak dari waktu ke waktu, secara murah dan praktis. Alat itu dirampungkannya akhi tahun lalu. Harry pun lulus sarjana Januari lalu. Namun, karyanya terpilih mewakili almamaternya untuk dipajang dalam arena Pameran Elektronika 1990 di Balai Sidang Jakarta, yang berlangsung 8-15 April lalu. Sebagai karya teknologi tepat guna, alat deteksi mutu air karya Harry berhasi menyita perhatian banyak pengunjung. Perkakas karya Harry itu memiliki sensor: pengukur suhu air, keasaman (pH), salinitas (kadar garam), dan kekeruhan (turbiditas). Sebetulnya, dia ingin juga memasang sensor pengukur kadar kelarutan oksigen di dalam air. "Tapi rencana itu saya tarik, biayanya kelewat mahal," tuturnya. Untuk pengukur suhu, Harry menggunakan IC (Integrated Circuit) LM-335 yang bisa dibeli bebas. Untuk pengukuran pH, dia pun menggunakan elektrode gelas yang dijual di toko elektronik dengan harga sekitar Rp 100 ribu. Buat pengamatan salinitas, dia pakai dua elektrode, dan kadar garam itu terukur dari jumlah muatan listrik yang mengalir dari satu elektrode ke elektrode yang lain. Untuk ketiga sensor tadi, memang, boleh dibilang Harry tinggal merakit. Dia harus bekerja keras untuk pengukuran kekeruhan air -- antara lain dengan menyedot air dan mengalirkannya ke dalam sebuah tabung kecil. Pada satu sisi tabung dipasang sumber cahaya dari diode infrared, dan di sisi seberangnya dipasangi sensor cahaya octocoupler. Jumlah cahaya yang diterima octocoupler jelas berbanding terbalik dengan kekeruhan air. Hasil pengukuran keempat sensor itu tentu saja berbentuk sinyal listrik. Kemudian data yang bersifat analog tadi dimasukkan ke sebuah multiplexer buatan sendiri. Dari situ, data dialirkan lagi ke unit ADC (Analog Digital Converter), alat yang mengubah data analog menjadi digital. Lantas, rangkaian data itu dimasukkan ke dalam sebuah komputer. Data bisa dilihat sesering mungkin -- sekehendak sang operator. Yang terang, setiap data masuk secara otomatis akan terekam dalam disket yang terpasang. Hasil pengukuran sensor bisa dilihat di layar komputer, lewat program BASIC yang dibuat sendiri oleh Harry. Tapi, jika dikehendaki, data itu muncul dalam bentuk grafik, tinggal pindah saja ke program super-Calc. Dengan perkakas karya Harry ini, pengusaha bisa 24 jam mengawasi air tambaknya. Alat serupa di pasaran memang ada. Tapi harganya dua kali lipat. Lagi pula, hasil pengukurannya harus dicatat secara manual, tak bisa terekam dalam komputer. Tak mengherankan jika banyak pengusaha tertarik. "Banyak yang ngajak saya kerja sama," ujarnya, sembari mengeluarkan sejumlah kartu nama dari kantung bajunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini