Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Membayar limpa tersangka

Yohannes Lusi, tahanan penadah barang curian, luka parah dan limpanya dibuang akibat dianiaya 3 oknum Polres Kupang. akibatnya, oknum polisi itu diperiksa dan 10 polisi menyumbangkan darahnya bagi Lusi.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH biasa polisi diberitakan masih menyiksa tahanan. Tapi kali ini, akibatnya sungguh menampar muka aparat sendiri. Akibat penyiksaan yang dilakukan tiga oknum reserse Polres Kupang, Nusa Tenggara Timur, seorang tahanan penadah barang curian, Yohannes Lusi alias Nane, mengalami luka parah -- limpa robek dan pembuluh darah lepas. Tak ada jalan lain Nane, yang sehari-harinya berdagang daging potong, terpaksa menjalani operasi pengangkatan limpa. Upaya Polri menyelamatkan hidup terdakwa ini agaknya patut dipuji. Selain menanggung biaya rumah sakit, 10 orang petugas polisi di situ menyediakan diri memasok 2,5 liter darah segarnya. Hasilnya Nane selamat. Hingga Rabu pekan lalu, ia masih menggeletak di RS Bhayangkara dengan penjagaan ketat pihak kepolisian. Pada November tahun lalu, polisi menggulung empat tersangka pencurian 3.128 potong emas seberat 8 kg di pegadaian So'e di Kabupaten Timor-Timur Selatan, Immanuel Amalo, Gasper Yacob, Markus Modok, dan Herman Saudale. Salah seorang dari mereka Immanuel, penjahat kambuhan dari Pulau Rote, di pemeriksaan menyebut-nyebut nama Nane, sebagai penadah. Nane, katanya, menyembunyikan 13 potong emas hasil curian itu. Kepala Satuan Reserse Letnan Dua Pembudi Pamungkas bersama dua anak buahnya, Sersan Dua Widanu dan Kopral Satu Lambert Rini dari Polres Kupang, 21 Maret lalu, membawa Immanuel ke rumah Nane di Kelurahan Naikoten I, Kecamatan Kupang Selatan. Ternyata, di situ penyidik tak menemukan barang bukti apa pun. Toh kepada polisi Immanuel memastikan. "Kita bawa saja Nane. Saya jamin." Entah kenapa Pambudi percaya. Perwira polisi itu segera membuat sura perintah penangkapan atas diri Nane. Di kantor Polres Kupang Nane -- tanpa ditanya -- Nane dipermak habis. "Saya langsung ditendang bagian perut, ulu hati, dan dipukuli hingga belakang kepala robek dan gigi-gigi geraham rompal," cerita Nane kepada saudara perempuannya, Damais Fanggidae. Akibatnya itu tadi, Nane cedera berat. Limpanya robek, dua pembuluh darahnya lepas, dan ginjalnya lecet. Tubuhnya yang lebam segera diangkut ke RS Bhayangkara Kupang, dan selanjutnya dirawat di RSU Prof. Dr. W.Z. Johannes. Di situ Dokter Warsita Danawikarta menyimpulkan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa Nane adalah mengangkat limpanya. Sebab, menurut Warsita, limpa Nane membesar lima kali lipat dari biasanya, yang cuma sebesar kepalan tangan sampai ke tingkat Suvner 3. Ini tidak lain, katanya, juga dilatarbelakangi oleh penyakit malaria jenis ganas alsiparum. Artinya, selama ini Nane memang mengidap penyakit malaria jenis ganas alsiparum. Malaria memang termasuk endemi berat di NTT. Menurut hasil penelitian Husen, 37% anak-anak di NTT darahnya positif mengidap penyakit malaria. Menurut Direktur RSU Johannes, Dokter Husen Pancratius, pemukulan terhadap orang yang menderita malaria di NTT bisa berakibat fatal. "Kalau bertinju dengan orang NTT, pukul saja perutnya. Jangan pukul kepalanya," kata Husen setengah bergurau. Sebaliknya, bagi petugas polisi, Dokter Warsita wanti-wanti agar hati-hati memeriksa tahanan di daerah itu. Jangan asal main gebuk. Soalnya, dalam setahun terakhir ini, katanya, ia sudah menemukan tiga kasus serupa. Kapolres Kupang Letnan Kolonel Pol. Karyono K.S. dengan kesatria mengaku bersalah dalam kasus Nane itu. Ia membenarkan anak buahnya telah melakukan penyimpangan dalam menjalankan tugas. Mereka, katanya, terlalu besemangat dalam membongkar kasus pencurian emas tersebut. Sebab itu, "Mereka pasti saya hukum sesuai dengan hukum yang berlaku." Kendati anak buahnya telah melakukan kekeliruan semacam itu, Karyono tetap meminta agar masyarakat masih percaya dan sepenuhnya kepada petugas. Dan tentu saja ia mengharap masyarakat masih membantu polisi dalam memerangi kejahatan. Kasus pencurian emas itu sendiri, sebenarnya, tidak seistimewa kisah Nane. Semula, 7 November lalu, pihak Polres Kupang mendapat laporan kecurian dari Jawatan Pegadaian. Kawanan itu, kabarnya dengan mudah masuk kantor pegadaian dengan menggunakan empat kunci pintu asli yang mereka peroleh dari penjaga malam, Ibrahim Nuba Tonis, setelah memberi imbalan uang Rp 100 ribu. Kawanan ini berhasil mencungkil lemari kayu tempat barang-barang gadaian tersimpan. Tak kurang dari 8 kg emas amblas dijarah kawanan tersebut. Kepala Cabang Kelas 1 Pegadaian Kupang, Yohannes Latuparissa, yang membawahkan pegadaian So'e, pun mulai putar otak. Ia yakin pencurian itu dilakukan kawanan yang berasal dari Kupang. Soalnya, penduduk Timor-Timur Selatan tak biasa bongkar rumah. Biasanya mereka cuma maling jemuran atau mencuri binatang. Butje -- demikian Latuparissa biasa dipanggil -- mulai memasang perangkap. Benar saja, dua hari setelah kejadian, seorang penadah barang curian itu, Issac Kana Mangngi, menjual sejumlah emas. Seorang staf Butje diperintahkan membeli 8 potong emas itu senilai Rp 440 ribu. Setelah barang itu dikonfirmasikan kepada pemilik barang -- orang yang menggadaikan barang itu ke rumah gadai -- ternyata benar bahwa emas itu milik mereka. Polisi yang dilapori soal itu langsung menangkap Issac. Dari mulut Issaclah polisi mendapat informasi tentang kawanan pencuri tersebut. Dan tanpa kesulitan polisi berhasil menggulung kawanan tersebut berserta barang buktinya masing-masing setengah kilogram emas dari balik tangan Markus dan Gasper. Kepada pemeriksa Issac juga mengaku menadah 20 potong emas dari Immanuel Amalo dan Herman Saudale. Sementara itu, dari kawasan Naikoten I, tim pelacak yang dibentuk Butje mendapati Nane mengenakan sejumlah cincin dan rantai dalam jumlah yang besar. Karena itu, polisi juga menciduk Yohannes Lusi alias Nane. Kendati Nane diduga kuat tersangkut kasus itu, rupanya petugas terlalu bernafsu memeras pengakuan terdakwa. Akibatnya, kini, ketiga petugas tadi terpaksa membayar mahal ditindak atasannya. Agus Basri dan Supriyantho Khalid (Kupang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus