Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Upaya Mengolah Otot

Binaraga, olah raga ini sedang mendapat perhatian kaum pria di indonesia, dan mulai banyak wanita mengolah otot sebagai binaragawati.

5 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA cuma mampu meraih sebuah medali perunggu dalam kejuaraan Binaraga Asia ke-16, di Balai Sidang Senayan, 19 Juni lalu. Dari 5 orang atletnya, cuma Maruli Ferry, si pemegang medali perunggu, yang berhasil menempatkan Indonesia dalam jajaran juara umum ketiga. Tapi itu pun bisa dianggap masih lumayan. Kalau dibandingkan dengan Pakistan, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Filipina dan Srilangka yang mendapat angka jauh di bawah Indonesia. Mr. Tarzan "Untuk Jakarta, akhir-akhir ini memang sedang merosot," kata Sinatra Kaeses, Sekjen PB PABBSI (Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Angkat Besi dan Binaraga Seluruh Indonesia). Tambahnya "Tapi yang berkembang justru di daerah." Dia kemudian menyebutkan Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan kalau. Sementara itu Madek Kasman, bekas atlet angkat besi dan kini jadi Komisaris Teknik & Pembinaan Binaraga, berkata. "Perkembangan ada, tetapi kita tidak mempunyai pelatih." Seorang binaragawan, kata Kasman lagi, sudah harus berlatih sejak usia 18 tahun. Dalam tempo tahun dia juga harus berlatih--yang ideal 8 jam setiap hari tanpa absen. Otot-otot tubuh harus dibentuk secara berangsur-angsur tidak bisa sekaligus. Kalau dipaksakan bisa mendapat akibat sampingan sakit jantung atau wazir. Latihan juga harus sesuai dengan keserasian bentuk tubuh. Olahraga jenis ini dituntut pula dengan makanan yang bergizi tinggi. "Ini kesulitan kami," kat Boyke. Ia sendiri, usianya 22 tahun, sejak 1976 sudah berlatih. Sampai sekarang, belum berhasil menggondol medali untuk kejuaraan nasional. Tapi ia tidak putus asa. Berlatih di Pintu Kuning, Stadion Utama Senayan, Boyke berkata lagi: "Atlet kita kalau tidak masuk Pelatnas, kagak makan daging." Sedangkan Khadim, pemegang medali emas untuk juara "ringan berat" dari Irak, ktanya: "Kerjanya cuma latihan terus, dapat uang saku dan setiap hari paling tidak menelan « kg daging dan 4 butir telur." Beberapa tahun lalu binaraga di sini masih mendapat angin ada lomba pameran otot dengan judul Mr. Tarzan atau Mr. Hercules masih ada pemilihan Mister Jakarta. Walaupun sambil berteriak mencari "cukong kalori". Karena si mister paling tidak harus menelan 4000 kalori setiap harinya. Pemuda berbentuk tubuh seperti Tarzan atau Hercules tidak model lagi. Sebab tubuh kerempeng dan pantat tepos mode masa kini. Tetapi, sebaliknya, kini mulai banyak wanita mengolah otot sebagai binaragawati Misalnya Indra B. Hurip, mahasiswi tingkat III dari IKIP Jakarta, yang juga bekerja sebagai Sekretaris PB PABBSI. Ia adalah satu di antara 11 wanita yang berlatih di TOVO. Namun Sinatra Kaeses, yang mengkoordinir latihan untuk para wanita itu, belum bisa mengatakan kapan binaragawati bisa ditampilkan dalam suatu pertandingan. Binaragawati di Amerika sudahlah jamak. Bahkan telah dipertandingkan walaupun belum untuk memperebutkan gelar sesuatu "Miss". Namun begitu pro dan kontra perlombaan otot wanita tetap timbul. "Kalau binaragawati muncul di pentas," kata Schwarseneggrer, si penyelenggara di Pennsylvania, "pose-nya tidak seperti pria. Artinya, mereka harus menunjukkan binaraga yang sesuai dengan gerakan wanita." Penyelenggara yang lain, McGhee, menandaskan bahwa otot-otot yang ada pada tubuh wanita harus dipandang dari keindahannya. Bukan kckuatannya. Memang banyak yang berpendapat, binaragawati tubuhnya lebih indah, ketimbang wanita-wanita yang turut dalam kontes kecantikan. Tapi tidak semua pria rupanya bisa menerima "keindahan" tersebut. Jim Morris, yang pernah jadi Mr. America di tahun 1973 dan pernah jadi juri dalam lomba binaragawati, berkomentar: "Sebaiknya pameran tubuh wanita ini tidak diteruskan. Saya tidak menyukainya. Rasanya menjijikkan melihatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus