Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Warisan saragi diah bunga

Di desa wanoboyo, klaten, ditemukan barang berharga 14,9 kg emas dan 2 kg perak. diduga benda tersebut ada hubungan dengan candi prambanan. peninggalan zaman hindu di abad ke-8 sampai ke-9 masehi.

3 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA proyek kecil-kecilan di atas sawah Ny. Cipto Suwarno, di Dusun Plosokuning, Desa Wanoboyo, Klaten, Jawa Tengah. Lahan sawah itu digali, dan tanah kedukannya dijual sebagai material urukan. Selain perlu duit, My. Cipto ingin sawahnya lebih rendah agar air irigasi bisa masuk. Pekerjaan itu ditangani oleh Witomoharjo dan lima kawannya. Berhari-hari mereka menggali, hingga siang hari 17 Oktober silam, mata cangkul Wito menyentuh benda keras di kedalaman 2,5 meter. Dia mengira kena batu. Lantas tanah digaruk dari samping. Toh benturan keras masih terjadi. Maka, secara hati-hati, mata cangkulnya disisirkan di sekitar benda keras itu. Wito tersentak ketika mengetahui benda keras itu berupa sebuah guci keramik. Guci diangkat, diperiksa, dan darah Wito berdesir -- di dalamnya terdapat beberapa benda warna kuning, yang ketika dibersihkan dari tanah tampak warnanya yang berkilau. "Emas, emas, emas....," Wito dkk. berteriak-teriak. Kepala Desa Wonoboyo segera dikabari. Lantas dengan disaksikan para pejabat kelurahan, penggalian pun dilanjutkan, dan beberapa keping benda kuno bisa diangkat. Sampai malam hari, dari sawah Ny. Cipto itu telah diangkat 16,9 kg barang berharga -- 14,9 kg emas dan 2 kg perak. Kalau dirinci, barang temuan tadi terdiri dari sebuah bokor gembung, 6 buah tutup bokor, 3 buah gayung, 1 buah baki, 97 gelang, 22 mangkuk, sebuah baskom, sebuah pipa rokok, sebuah guci besar, 2 buah guci kecil, 11 buah cincin, 7 buah piring, 8 buah subang, tas tangan, sebuah tangkai keris, manik-manik, dan sejumlah uang logam. Mendengar laporan soal penemuan harta karun itu, Uka Tjandrasasmita, Direktur Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Departemen P dan K, langsung terbang ke Klaten. "Ini penemuan sejarah istimewa, yang terbesar sepanjang 32 tahun saya bekerja di Ditjen Kebudayaan," ujar Uka bersemangat. Dia pun segera menginstruksikan agar lahan dalam radius 50 meter dari titik penemuan diamankan. Siapa tahu, masih ada barang yang tercecer. Bagi Uka, barang-barang itu sangat berharga -- bukan saja lantaran terbuat dari logam mulia, lebih dari itu benda-benda kuno itu merupakan "jendela" untuk mengintip rahasia masa lalu. Barang-barang bersejarah itu memang bisa "bercerita" tentang zamannya. Betapa tidak. Mangkuk-mangkuk emas yang ditemukan itu diukir dengan relief Ramayana, ada adegan Rama memanah kijang kencana, Shinta diculik Rahwana, atau Rama dan kera putih Hanoman di dalam hutan. "Ukiran itu memiliki ciri yang sama dengan relief yang ada di Candi Prambanan," kata Uka. Harta karun ini memang ditemukan tiga km dari kompleks candi itu. Maka, Drs. Koesen, arkeolog UGM, menduga bahwa barang-barang emas kuno itu punya hubungan sejarah yang erat dengan Candi Prambanan. "Sama-sama berasal dari zaman Mataram Hindu di abad ke-8 sampai ke-9 Masehi," ujarnya. Secara sepintas dia bisa membedakan dengan relief model kerajaan Syiwa Jawa Timur yang tumbuh di abad berikutnya. "Hanoman di Jawa Timur berpakaian lengkap, sedangkan yang asal Jawa Tengah telanjang," tambahnya. Barang temuan itu bisa pula dijadikan barang bukti bahwa Mataram Hindu kala itu menjalin hubungan perdagangan dengan negara Cina. Guci-guci kecil yang ditemukan itu, menurut Uka, bisa dipastikan berasal dari dinasti Tang pada abad ke-6 sampai ke-9. Rupanya Mataram Hindu telah pula mengenal mata uang. Di antara kepingan-kepingan harta karun itu ditemukan lempeng uang logam, di salah satu sisinya ada tulisan berbunyi ta, kependekan dari kata tail. Beberapa guratan huruf Kawi terbaca pula pada barang peninggalan kuno itu. Di antaranya ada yang berbunyi Saragi Diah Bunga. Pemilik harta karun itukah? Koesen tak berani memastikannya. Namun, yang jelas barang-barang itu dimiliki oleh seorang bangsawan. "Siapa lagi yang membawa tas tangan dari emas kalau bukan keluarga raja," ujarnya. Namun, dari langgam huruf Kawi yang tertera, dari relief dan gaya pahatan pada barang-barang kuno itu, Uka Tjandrasasmita memastikan bahwa benda-benda itu digunakan pada periode pemerintahan Raja Balitung pada abad ke-9. "Tapi belum jelas mengapa barang-barang itu sampai ada di Plosokuning," kata Uka. Keberadaan Kerajaan Mataram Kuno itu sendiri sampai kini masih menjadi sasaran kontroversi. Pasalnya, kerajaan ini mewariskan peninggalan sejarah dengan dua corak yang amat berbeda: yang satu bernapaskan Budha, seperti Candi Borobudur, Mendut, dan kompleks Candi Sewu (dekat Prambanan), dan satunya lagi bercorak agama Syiwa, misalnya Candi Prambanan atau Gedong Sanga. Sebab itu, ada spekulasi bahwa pada kurun abad ke-7-ke-8 di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan, satu Budha dan satunya lagi Syiwa. Namun, perkiraan seperti itu ditolak oleh sejarawan almarhum Dr. R.M.Ng. Poerbatjaraka. Ia yakin, hanya ada satu dinasti di masa itu, yakni Mataram Kuno, yang juga sering disebut dinasti Syailendra. Dinasti itu melahirkan seorang raja terkenal bernama Sanjaya. Pada 732 Masehi, Sanjaya menginstruksikan anaknya, Rakai Panangkaran, agar mengubah haluan agamanya, dari Syiwa ke Budha. Tak jelas betul alasannya. Namun, menurut Poerbatjaraka, sejak pemerintahan Panangkaran itulah Mataram Kuno memeluk agama Budha. Dari Raja Panangkaran hingga Raja Balitung ada enam raja. Bahwa benda kuno yang dijumpai di Plosokuning itu diperkirakan berasal dari periode Balitung, hal itu didukung oleh bukti berupa tulisan dengan huruf Dewanagari. Tapi, uniknya, di antara benda-benda itu ada pula relief yang memberi kesan berasal dari zaman Syiwa, padahal Balitung pemeluk Budha. Kastoyo Ramelan, Bunga Surawidjaya, dan Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus