Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Liga Indonesia

Kesaksian Tim Medis Choirul Huda, Alat Oksigen Sempat Rusak

Tim medis yang bertugas membantu Choirul Huda menyebutkan kendala yang sempat mereka alami di lapangan.

23 Oktober 2017 | 13.30 WIB

Persela Lamongan memensiunkan nomor punggung 1 setelah Choirul Huda meninggal. (perselafootball.com)
Perbesar
Persela Lamongan memensiunkan nomor punggung 1 setelah Choirul Huda meninggal. (perselafootball.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Lamongan – Tim Medis yang bertugas saat insiden benturan antara penjaga gawang Persela Lamongan, Choirul Huda, dengan rekannya Ramon Rodrigues menceritakan detail kejadian itu kepada Tempo. Dia menyatakan bahwa tim sempat kesulitan karena alat pengukur asupan oksigen yang mereka miliki sempat rusak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Petugas medis RSUD Soegiri, Budi Wignyo, yang bertugas saat laga Persela Lamongan melawan Semen Padang Ahad 15 Oktober 2017 itu menyatakan bahwa tim sebenarnya sudah bergerak cepat sesaat setelah benturan itu terjadi. Dia pun menyatakan bahwa mereka langsung memutuskan agar Huda di bawa ke rumah sakit karena melihat nyawanya terancam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Kami langsung melihat tabrakan itu sangat mengancam nyawa, sehingga kami memutuskan untuk merujuk ke rumah sakit,” ujar petugas medis RSUD Soegiri untuk Persela, Budi Wignyo saat ditemui Tempo, Jumat, 20 Oktober 2017.

Saat itu, kata Budi, banyak pihak yang tampak berinisiatif membantu. Samar-samar ia mengingat ada dua pemain yang ikut mengangkat Huda ke atas tandu. Keduanya masing-masing mengangkat pada bagian pinggang dan kaki kiri.

Saat mengangkat, tulang belakang harus lurus agar menjaga keseimbangan. Harus satu garis dari ujung kepala, punggung, sampai kaki. Posisi ini disebut in line mobilisation. Mengangkatnya juga harus kompak, supaya tidak miring.

“Kemarin sempat miring,” ujar dia, lantaran adanya bantuan orang yang bukan petugas medis.

Baca: Reka Ulang Kematian Choirul Huda: Petugas Medis Sempat Optimistis

Banyaknya pihak yang berupaya membantu itu, menurut Budi, ternyata juga membawa masalah lain bagi tim medis. Alat manometer yang mereka bawa sempat rusak karena selangnya terputus saat dibawa seorang pemain dari pinggir lapangan.

“Akibatnya, fungsinya tidak optimal karena kami harus memegangi manometer itu supaya tetap tersambung dengan tabung oksigen,” kata Budi.

Meskipun mengalami beberapa kendala, Budi menyatakan bahwa tim medis telah berupaya optimal menyelamatkan Huda sejak di lapangan hingga di Instalasi Gawat Darurat RSUD Soegiri. Di IGD, mereka pun terus berusaha karena melihat masih adanya harapan hidup.

“Meskipun tidak ada respon denyut jantung, kulitnya sempat memerah. Asupan oksigen naik menjadi 80 persen,” ujar Kepala IGD RSUD Soegiri, Yudhistiro Andi Nugroho.

Selain kadar saturasi oksigen yang naik, wajah Huda tidak lagi membiru. Tim pun tetap melakukan bantuan nafas. Sejurus kemudian, kulit Huda sempat memerah pertanda membaik, namun wajahnya pucat memutih. “Dia lalu ngedrop.”

Choirul Huda pun dinyatakan tewas pada pukul 17.15 di RSUD Soegiri. Yudhistiro menyatakan bahwa penjaga gawang berusia 38 tahun itu tewas akibat trauma pada bagian dada, rahang serta lehernya.

ARTIKA RACHMI FARMITA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus