Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TATO berbentuk garis ter-ukir jelas di wajah lelaki- itu. Rambutnya yang -pan-jang melewati bahu te-rasa kian impre-sif de-ngan kain merah-kuning terikat di ke-pala. Dua kalung besar meng-gan-tung di tubuh bagian atasnya yang telanjang. Sedangkan bagian ping-gang ke bawah hanya ditutupi kain dari kulit macan.
Lelaki itu, Tzamarenda Nay-chapi-, bukan orang sembarang-an. Ia adalah cenayang dari suku Shu-ar, Ekuador, ahli mengo-ba-ti pe-nyakit dan meramal nasib. -Ta-pi pada akhir April itu tak ada pa-sien ter-geletak di depannya. A-lih-alih, ia sedang tegak berdiri di ping-gir lapangan rumput Stadi-on- Leipzig, Jerman, yang akan men-jadi salah satu arena Piala Du-nia.
Tangan kanannya menggeng-gam- erat sebilah tongkat. Tiba-ti-ba dia memekik nyaring dan me-nusukkan- tongkat ke angkasa. Ge-rak-an itu diulanginya berulang- kali. Naychapi seperti- hendak mengi-rim kekuatan magis di stadion- itu. Benarkah? ”Saya datang membersihkan tempat pen-ting ini demi Piala Dunia,” kata pria berumur- 36 tahun itu. Nay-chapi juga melakukan ritual se-rupa di 11 stadion lainnya.
Naychapi percaya, setiap tem-pat- menyimpan energi positif- dan nega-tif. Perbandingannya tak selalu sama di tiap loka-si. Kadang energi positif lebih be-sar, atau sebaliknya. Menurut dia, kejadian- buruk akan menimpa orang-orang- di sekitar jika ener-gi ne-gatif- lebih dominan.
Panitia tak mengundang Nay-cha-pi ”berpartisipasi” dalam Piala Dunia dengan caranya tersebut. Tetapi pejabat di Ekuadorlah- yang mengambil inisiatif itu. -Beate Zwermann dari kantor pa-ri-wi-sata Ekuador mengatakan, ne-ga-ranya bangga bisa lolos ke putaran final Piala Dunia. Mere-ka ingin memberikan sesuatu yang ber-arti agar perhelatan Piala Dunia berjalan lancar. ”Cenayang- bisa membawa energi positif bagi Jerman,” kata dia.
Jika pernyataan Zwermann ju-jur-, tampaknya Naychapi adalah ”du-kun netral”. Artinya, ia tak meng-gunakan pengaruh su-per-na-tu-ralnya untuk menyo-kong tim negaranya sendiri. Ini agak ber-be-da- dengan yang selama ini terja-di-. Sudah jamak, kehadir-an dukun- da-lam pertanding-an sepak bola. Me-reka biasanya beroperasi un-tuk- keuntungan timnya sendiri.
Peristiwa seperti ini pernah terjadi pada semifinal Piala Afrika ta-hun 2002. Sejam sebelum pertan-dingan, Winfried Schaefer, pelatih Kamerun, dan asistennya Thomas N’kono terlihat masuk lapang-an dan meletakkan sebuah jimat di dekat gawang. Tujuannya jelas, agar Kamerun mampu menggasak lawannya, Mali.
Tetapi ulah dua orang itu dipergoki dua orang polisi yang tengah siaga. Bagai kiper kelas wahid, po-lisi langsung menyergap dua pen-tolan tim Kamerun itu dan meng-gelandangnya keluar- lewat te-rowongan stadion. Entah ada hu-bungannya atau tidak, dalam per-tandingan itu Kamerun akhir-nya menang.
Dua tahun sebelumnya, juga di Piala Afrika, yang terjadi lebih- vul-gar. Saat itu tengah berhadap-an- tuan rumah Nigeria melawan Se-negal di Lagos. Hingga 15 me-nit- menjelang bubaran, Nigeri-a ma-sih ketinggalan 0-1. Pada wak-tu- itulah seorang ofisial Nigeria ne-kat nyelonong masuk lapangan di tengah serunya pertandingan. La-lu dia mendekati gawang Sene-gal- yang dijaga kiper Tony Sylva-. Di belakang gawang, dia mele-tak-kan- sebuah jimat. Kelakuan itu me-nuai protes tim Senegal.
Namun panitia pertandingan tak menanggapi protes itu. Laga diteruskan dan aneh bin ajaib, Tim Elang Super (julukan Nigeria) langsung sukses membobol gawang Senegal. Dua kali, malah. Ak-hirnya, tim tuan rumah pun me-lenggang ke semifinal.
Kisah di Lagos ini menyebar ce-pat-. Apalagi sebelum insiden ji-mat- itu, gawang Tony Sylva be-lum- pernah kebobolan selama 448 menit sebelumnya. Banyak yang percaya, hal itu bukan murni- dari ke-terampilan Sylva. Mereka per-caya tiang gawang Sylva su-dah diolesi jampi-jampi hingga kebal gol. Kesaktian itu lumer saat berhadapan dengan Nigeria, setelah sebuah jimat diletakkan di belakang gawang-nya. Jimat itu-lah yang dianggap mena-war-kan ke-ampuhan minyak Sylva.
Dua peristiwa tadi hanya con-toh- kecil wajah sepak bola Afrika- yang pekat dengan aura mistik-. Ma-jalah African Soccer pernah membuat investigasi pengaruh il-mu hitam dalam sepak bola. Di sa-na ter-ungkap, hampir semua pe-ma-in Afrika memakai jimat sa-at bertanding. Jimat itu bisa berupa gigi gajah dan ditaruh di dalam sepatu. Jimat ini diyakini menda-tangkan kekuatan dahsyat saat me-nendang bola. Jimat lain ter-bu-at- dari kepala kera, kulit-kulit-an an-tik, sampai beragam jenis menyan-. Tanpa itu, para pemain acap me-rasa tidak percaya diri -sa-at berak-si.
Masih dalam laporan yang sa-ma, cerita lain diungkapkan se-orang pemain yang tidak disebut- namanya. Pemain itu mengaku se-telah kalah terus-menerus dalam turnamen, seorang pejabat federasi membawa mereka ke sebuah semak belukar dengan bus. Di sana sudah ada muti (dukun) yang me-nunggu. Sang muti dia lihat mencampur berbagai macam cairan, tumbuh-tumbuh-an, dan benda-ben-da lain.
Campuran tadi lalu dimasuk-kan- ke sebuah lubang tanah yang baru digali. Satu persatu pemain disuruh telanjang dan dimandikan. Ha-silnya, ”Kami mencetak hasil yang menggembirakan,” kata pemain itu. Dia meyakini praktek semacam itu bahkan juga dilakukan para pemain Prancis berdarah Afrika, seperti Patrick Vieira dan Lilian Thuram. Itu dilakukan ketika Prancis menjadi juara dunia tahun 1998.
Di sebagian komunitas sepak bo-la ini, tampaknya tak berla-ku pe-meo ”bola itu bundar”. Ki-a-san itu untuk menunjukkan bah-wa da-lam sepak bola, hasil ak-hir tak bisa di-tebak sebelum per-tan-ding-an kelar. Mereka ingin me-mastikan- kemenangan sejak a-wal, tetapi de-ngan praktek per-du-kunan. Tak mengherankan, pa-ra- pemegang kua-sa mistik itu be-gi-tu dihormati- oleh para pemain bo-la dan ofisialnya.
Di Afrika, wewenang seorang muti bahkan sering melampaui pe-latih. Tim-tim di Afrika bisa me-merlukan waktu berjam-jam un-tuk menentukan, siapa pe-main- yang lebih dahulu masuk ke lapang-an. Selama muti belum mem-be-rikan keputusan, tim tak be-ra-ni- keluar dari kamar ganti.
Eloknya, jika semua perintah du-kun sudah dijalani dan tim tetap kalah, kharisma sang muti tak luntur secuil pun. Alasan pembe-naran selalu ada. Misalnya, ada pe-main yang melanggar perintah,- atau ada kekuatan lain yang menghalangi mantra-man-tra- sang dukun. Pemain dan tim ofisial pun manut-manut saja.
Toh, di antara kepekatan kepercayaan pada kuasa mistik itu, masih ada yang mencoba bertindak rasional. Tampaknya dua insiden di Piala Afrika itu membikin je-ngah Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF). Maka keluarlah larang-an penggunaan segala jenis mistik- di lapangan. Tetapi CAF akhir-nya- mengaku tak berdaya. Mere-ka sadar perilaku mistis itu sudah- membudaya di kalangan insan sepak bola Afrika.
Cara lebih jitu membendung mis-tik dilakukan Bruno Metsu- -saat- membesut tim nasional Sine-gal. Se-jak- a-wal dia sudah prihatin terha-dap pe-rilaku mistis anak-anak asuh-nya-. Yang dia lakukan adalah me-nga-jari mereka dengan berlatih ke-ras. Akhirnya Metsu- sukses- membawa Senegal masuk ke pe-rem-pat final Piala Dunia 2002. ”Kami bekerja tanpa mistik dan il-mu sihir,” kata pelatih terbaik Afri-ka 2002 yang menikah de-ngan wanita Senegal ini.
Sejak dini dia memang tidak percaya kekuatan mistik bisa memberikan kemenangan. ”Jika itu be-nar, sejak bertahun-tahun la-lu Senegal pasti sudah menjua-ra-i Piala Afrika dan bermain di Pi-ala Dunia,’’ katanya.
Kini Piala Dunia di abad kiwari- ini sudah di depan mata. Tetapi- prak-tek perdukunan nyatanya tak- benar-benar pupus. Ba-hkan secara terang-terangan hal itu sudah diperlihatkan Tzamarena- Nay-chapi di Stadion Leipzig. Be-nar-kah Naychapi tidak sedang mem-ba-ngun kekuatan mistik un-tuk- memenangkan Ekuador?
Dalam putaran final Piala- Du-ni-a ini, Ekuador berada dalam Grup A bersama tuan rumah Jer-man-,- Kosta Rika, dan Polan-dia-. La-ga pertama Ekuador akan ber-lang-sung di Stadion Gelsenkirchen- melawan Polan-di-a. Naychapi membantah ritual- yang dia lakukan di Leipzig dan stadion lainnya itu demi keme-nang-an Ekuador. ”Hanya jantung terbaik dan semangat paling- kuat yang bisa merebut Piala Dunia,” dia memberikan wejangan.
Dengan kata lain, Naychapi -ingin menyatakan bahwa juara dalam turnamen ini hanya diraih oleh tim yang memiliki kekuatan fisik dan mental paling bagus. Benar-benar dukun netral dia….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo