RAIS ABIN bukanlah anak pandai di sekolah. Itu pengakuannya.
Dari SSKAD (kini SESKOAD) Bandung, ia lulus sebagai "juara
kelas" pada urutan ke-33. Hanya saja ini bukan urutan terakhir,
sebab masih banyak calon jenderal lain yang berada di bawahnya.
Urutan pertama diduduki Soetopo Yoewono. Kedua: Tambunan,
komandan SESKOAD sekarang. Adapun koleganya yang lain sesekolah,
antaranya Makmun Murod, Widodo, Poniman, Sapardjo, Sumrahadi,
Kaharuddin Nasution.
Lahir di Kotagedang, Bukittinggi, 15 Agustus 1926, ia masuk
sekolah pertanian di Sukabumi tahun 1944. Lalu bekerja di
perkebunan karet Cikumpai dekat Purwakarta. Hari-hari pertama
revolusi ia ikut angkat senjata. "Saya sendiri tak mengerti
kenapa saya tertarik dunia militer. Barangkali karena terlibat
elan pemuda yang waktu itu berkobar ingin membela tanah air",
katanya minggu lalu.
Meski begitu di tahun-tahun 50-an Rais masih sempat meneruskan
SMAnya bahkan melanjutkan kuliah snpai tingkat II Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Jakarta. "Tapi almamater saya adalah
TNI. Saya belajar dan sekolah-hidup di TNI".
Halim Perdanakusumah
Dan karirnya di TNI, selain langsung di medan pertempuran, juga
dalam pendidikan "sangat darurat" selama 6 bulan di arkas Besar
Tentara RI di Yogyakarta, Jalan Widoro. Tepatnya sejak 11
September 1945. Tahun-tahun berikutnya, menghadapi agresi
Belanda I & II (1947-1949) ia sering ditugaskan ke Singapura,
menyelundupkan senjata ke wilayah RI. Rombongan pertama bersama
Kol. Umar Slamet, dulu komandan resimen. "Ketika itu komandan
divisinya Pak Dirman".
Kemudian disusul rombongan kedua: Laksda (Purn) John Lie
(sekarang pengUsaha besar), Laksarrlana Pertama Koesno (bekas
Pangkodamar Kalimantan, kini MPP), F. Salim (kini Dubes RI untuk
Venezuela) dan Marsekal Halim Perdanakusumah (almarhum). "Ketika
itu kita 'kan di blokir Belanda. Senjata kita sangat terbatas,
cuma hasil rampasan Jepang ditambah senjata polisi".
Senjata-senjata itu mereka dapatkan dari Singapura, Malaya dan
Muangthai. Diselundupkan lewat Sumatera Utara Sumatera Selatan,
dan Tegal. Belanda sangat ketat dalam penjagaan. Terutama di
Tembilahan, Pekanbaru, Kualatungkal (Jambi). Karenanya tak
selamanya misi seperti itu sukses. Marsekal Halim gugur di
Singapura. Rais sendiri tertangkap, masuk penjara di Gunung
Kijang pulau Bintan, Riau.
Berkat persetujuan Roem-Royen (1948), para tawanan
dipertukarkan. Rais sendiri dioper ke Tanjung Pinang. Tapi pada
saat penyerahan kedaulatan 1949, Rais malah ikut sibuk. Ia turut
mengurusi Para tawanan dan sibuk menyelenggarakan timbang terima
dengan pihak yang menawannya. Dan kemudian bergabung dengan
Komando Babiri (Bangka-Biliton-Riu). Beberapa waktu kemudian ia
ditarik ke Nusatenggara, lantas diangkat sebagai kapten brigade
di Denpasar, hingga ia pun langsung terlibat dalam kesibukan
ikut menumpas pemberontakan RMS. Ketika itu komandan langsungnya
Mayor Islam Salim, salah seorang putera Haji Agus Salim, kini
pengusaha. Sedang komandan operasi gabungan penumpasannya
Kolonel Alex Kawilarang.
Setelah lulus SSKAD, ia menjabat Wakasdam di Denpasar. Kemudian
Kastaf Peperda Sulawesi Selatan & Tenggara di Makasar
(1959-1963) tapi masih juga sempat melanjutkan pendidikan pada
Army Staff College (Australia) selama 2 bulan. Dua tahun
kemudian, 1965, ia menjadi instruktur pada Pusat Infanteri di
Bandung merangkap asisten pembinaan dan pengendalian. Empat
tahun lagi sudah berada di Jakarta sebagai perwira urusan
perencanaan dan anggota Lembaga Pengkajian Strategis (SUAD).
Selain mengikuti kursus di Lemhanas ia juga mengikuti beberapa
seminar di Okinawa dan Bangkok.
Kawin Perak
Sekarang ia sudah meningkat 51 tahun, 2 tahun lagi MPP. Ia
bilang sudah lupa jumlah tanda jasa yang didapatnya. Yang
terakhir adalah Medali Perdamaian PBB yang ia terima dari Sekjen
PBB di gurun pasir Sinai. Bermarkas diIsma'iliyah (wilayah
Mesir), Panglima UNEF ini menerima segala fasilitas dari PBB.
Mungkin karena penghematan yang sangat ditekankan, di seluruh
UNEF hanya ia sendirilah sebagai militer yang berstatus 'pejabat
PBB'.
Di waktu senggang ia lebih suka membaca buku-buku yang
menyangkut politik dan ekonomi. Kadang-kadang main brij atau
tenis. Isterinya, wartawan kawakan Dewi Rais (puteri Ratu Aminah
Hidayat, tokoh wanita pergerakan dari Banten itu) kini mengikuti
suaminya di Isma'iliyah. Ia sedang mempersiapkan buku sejarah
perjuangan isteri tentara.
Anak mereka yang pertama, Nyonya Yanti Loeis, membuka salon di
Jakarta. Anak kedua, Radimita, kuliah di fakultas psikologi di
Munster, Jerman Barat. Sedang yang bungsu, Andy Ahmad Hidayat,
masih duduk di kelas II SMA 'Indonesia' di Kairo. Menurut adat
Minang, konon si bungsu harus dekat dengan sang ayah. Mereka
berdua memang bertemu seminggu sekali - meskipun tidak mutlak
karena adat.
Baru-baru ini perkawinan Rais-Dewi genap berusia 25 tahun. Biasa
disebut kawin perak. Ditambah dengan kehadiran 2 orang cucu,
mereka bersyukur kepada Tuhan: selama itu mereka dianugerahi
kehidupan bersama sebagai kawan akrab yang sangat merasakan
apresiasi satu sama lain, seperti dikatakan Nyonya. Selamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini