Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Suara dari sunyi

Musikus, slamet abdul syukur, menampilkan karyanya di tim. komposisi musik parentheses i-ii yang dipentaskan pertama kali di paris, mendapat perhatian besar dari penonton.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama datang dari Paris, sudah banyak menulis artikel musik, baru kali ini Slamet Abdul Sjukur menampilkan karyanya di TIM. 1 Maret itu, Teater Arena memungut banyak penonton. Mungkin di antaranya benar-benar ingin tahu apa yang sudah dikerjakan komponis yang bertahun-tahun mengembara di negeri Napoleon itu. Penampilan itu dinamakan Parentheses I-II. Dalam kamus, kata itu diartikan sebagai tanda kurung, atau kalimat sisipan. Komposisi ini dipentaskan pertama kali di Paris tahun 1972 atas pesanan 'Deutche de la Meurthe'. "Karya ini dibuat 5 tahun yang lalu buat masyarakat Perancis yang sudah terlalu biasa dengan kejutan-kejutan. Niatnya bukan membuat sensasi (masihkah kita percaya pada sensasi) melainkan mau melinat apa yang masih bisa dilakukan", bunyi folder. Getir Dalam arena yang kosong tampak sebuah piano. Seorang penari balet terbaring, cahaya dari sudut arena tumpah ke kepalanya. Slamet yang mengenakan pakaian hitam dengan tenang duduk di belakang piano. Pertunjukan dimulai dengan gerak kecil yang lambat dari penari Dewi Rani. Koreografi yang dikerjakan oleh Renate Pook + Deni Carey itu memberi asosiasi seakan sedang ada proses kelahiran kehidupan. Tekun dan rumit, menyentuh ruang perlahan-lahan sekali. Sementara sunyi menekan sekali. Dalam kesunyian itu dapat dirasakan deburan hati penonton yang menunggu dengan tegang atau berharap dengan berdebar apa yang akan terjadi. Tak ada yang tahu apakah penari itu akan berdiri atau apakah piano akan dimainkan. "Tari dan musik di sini tidak sekedar mencerminkan satu sama lain. Yang penting justru akibat yang menjadakan kehadiran masing-masing untuk mencapai dimensi lain. Bahan dan pemikirannya mungkin sesuatu yang lain buat Indonesia", demikian sedikit penjelasan lagi dalam folder. Lalu tiba-tiba saja menghentak secuil bunyi dari tangan Slamet. Tak lama kemudian dia berdiri, dan membuka tutup piano, memainkan dawai instrumen itu langsung dengan bendabenda seperti paku atau pensil. Terdengar bunyi gemerisik. Terdengar suara-suara yang menembus suasana hening itu,bagaibatin yang sedang "menggumam". Penari berdiri, mulai melanjutkan gerakan-gerakannya mengarungi arena. menyarankan percobaannya untuk memasuki "sesuatu yang lebih nyata dalam kehidupan". Toh makin lama makin terasa betapa keringnya penataan gerak Pook + Carey yang dibawakan dengan ketrampilan agak terbatas dari penarl. Merayu Penonton Suara dari sunyi. Dinamika dari sesuatu yang kosong. Gerak dari sesuatu yang diam, merupakan bagian penting musik Slamet. Ia pun sempat membersitkan beberapa bagian gemuruh, bergelora bahkan kadangkala melodius, romantis tapi keras dan getir. Melenggang kangkung, bermanis-manis dan kemudian meratap barangkali adalah beberapa hal yang tak dilakukannya, karena begitu sibuk menyelusuri suara dalam hening yang sedang digarap. Folder memang dengan tepat mengucapkan makna pergelaran. Yakni Perancis pada tahun 1972, yang bertopang di pundak segala macam karya-karya besar dan segala macam kejutan dan eksperimen yang baik maupun yang buruk. Dan bila ini terjadi di arena malam itu, kita jadi benar-benar melihat potret Perancis 1972 dalam versi bunyi. Yang barangkali saja bisa menerbitkan rasa kecut: alangkah kaku, alangkah sedih dan alangkah terbatas sesuatu yang bisa dilakukan lagi, sesudah begitu banyak yang digarap sejarah sampai saat ini. Keteguhan Slamet merupakan sesuatu yang menarik malam itu. Selain sibuk mengamat-amati apa yang hendak dilakukan sang penari serta yang bisa didengar telinga, kita juga repot membagi perhatian supaya dapat mengamati apa yang hendak dikerjakan Slamet dengan piano sumbat itu. Barangkali di sini, musik telah kembali menjadi sesuatu yang "sakral". Bahwa penampilan Slamet bukan lagi semacam hiburan, tetapi ajakan untuk berpikir bersama-sama. Ada disiplin yang keras dan formil. Ada semacam jalan fikiran yang dengan jelas terasa ditawarkan dalam penampilan ini. Meskipun bunyi yang bisa didengar cukup memancing kita untuk dengan merdeka melanjutkannya dengan asosiasi dan imajinasi bermacam ragam tergantung dari latar belakang setiap penonton - tetapi jelas semuanya sangat rasionil. Barangkali inilah yang menyebabkan apa yang bisa dialami malam itu lebih banyak meminta daripada memberi. Secara psikologis barangkali dia mengajarkan penonton untuk aktip mencipta, setidak-tidaknya menjabarkan kembali pengertian tentang "waktu". Tetapi andaikan ini pemmainan, situasi penonton malam itu sedemikian rupa. Sehingga usai penampilan, baru semuanya tahu bagaimana cara untukhadir. "Ada satu saat sang penari menghampiri piano. Lalu kedua orang itu sama-sama membungkuk memperhatikan sesuatu dalam piano. Juga terdengar suara siul. Penonton benar-benar diajak untuk menajamkan lagi perasaan dan terutama pendengaran setelah digasak oleh bising ibukota. Dan pada akhir penampilan, sebuah kursi turun dari langit-langit. Sang penari mendekati barang itu. Menyentuhnya. Kursi jatuh menimpa lantai. Piano gemuruh - dan tiba-tiba putus di tengah. Pertunjukan selesai dalam keadaan gelap. Itulah agaknya saat paling dramatis dari seluruh pertunjukan. Meskipun saat itu tidak akan menjadi begitu mengesankan, kalau kita tidak diajak menyepi, dan terbenam dalam diri sendiri begilu lama. "Buat saya penonton nggak saya fikirkan. Merayu perhatian penonton sedikitpun nggak ada", kata Slamet kepada TEMPO. "Bahwa musik saya aneh sudah anda dengar. Tapi saya tidak membutuhkan sensasi, saya tidak mengharapkannya". Ia bilang, seandainya hanya ada 1 orang di antara 10 ribu penonton yang mengerti musiknya, maka 1 orang itulah yang akan diperhatikannya. "Yang 1 orang itu tidak ada dalam pergelaran saya di TIM yang lalu. Yang ada hanyalah orang-orang yang punya 4 fikiran dan berlapang dada untuk menerima sesuatu yang tidak biasa". Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus