Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

... harus seizin rektor

Wawancara tempo dengan sudarmadji, 44, bekas dosen asri dan kritikus seni rupa, tentang pendidikan di asri yoyanga, ciri khas, ketegangan yang pernah terjadi, pemecatan, dst. (sr)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDARMADJI (44 tahun), bekas dosen ASRI, salah seorang kritikus seni rupa terpandang di samping Kusnadi, dan sekarang Direktur Balai lajang, Jakarta. Lulus ASRI tahun 1956, Jurusan Seni Lukis. Melanjutkan ke IKIP Seni Rupa dan lulus tahun 1968. Bagaimana tentang ciri khas ASRI? Dulu, itu jelas. Pengajarnya semua otodidak. Baik Affandi, Sudarso, Trubus, Rusli. Semangat nasionalisme tinggi. Mereka mendidik untuk mengali dan mencari seni rupa daerah, jadi ada corak Indonesia. Juga cara memperoleh ilmu di ASRI banyak dilakukan di luar, jadi ekspresionisme. Lain dengan ITB yang melakukan penerapan ilmu di studio, jadi kubisme. Sekarang sih sama saja. ASRI juga sudah melakukan seperti ITB. Ketegangan apa saja yang pernah terjadi di ASRI? ASRI lahir tahun 50 dengan peraturan yang tak lengkap. Ini memang konyol. Sehingga ASRI menerima dari SMP dan juga dari SMA dengan penghargaan yang sama, tingkat I dan tingkat II. Jurusan Guru Gambar, dari SMA, mendapat pengakuan B II. Jadi sudah jelas penampungannya, bisa jadi guru. Tapi untuk jurusan yang lain kurang jelas. Timbul ribut-ribut. Pergantian kurikulum dari model Belanda ke Amerika juga ribut. Dulu kurikulum supel, seniman masih bisa nyeniman, tapi dengan datangnya kurikulum Amerika jadi ketat. Apalagi dengan adanya sistim semester, kredit dan Bahasa Inggeris yang harus lulus. Jurusan Seni Lukis paling keras memprotes: mereka merasa tertekan. Ini terjadi tahun 70-an. Bagaimana dengan pemecatan mahasiswa ASRI dulu? Dan dosen? Dosen tak ada yang dipecat. Cuma tak lagi diberi kedudukan penting! Mahasiswa yang tergabung 'Desember Hitam', Muni Ardi, Hardi, Harsono, Rispurwono dan Siti Adyati, diskors. Saya tak ingin mereka diskors, saya tak mau menandatangani skorsing itu. Benarkah ada dosen yang diberi gelar drs dengan mudah? Jangan tanyakan saya. Benarkah ASRI melempem? Saya tidak usah menjawab. Nanti dikira tidak obyektif, karena saya termasuk orang yang "didepak". Sebenarnya, apa yang bisa dan lebih baik dikerjakan ASRI sekarang? Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mahasiswa harus seizin Rektor. Ini sebenarnya tak perlu. Cukup mereka memberitahu saja. Mereka berpameran di luar toh atas nama pribadi, kalau ada apa-apa misalkan ditangkap, karena sekarang musimnya tangkap-tangkapan, toh mahasiswa yang bersangkutan yang harus menanggung. ASRI sekarang ini terlalu ketat. Terlambat lima menit tak boleh masuk. Kalau saya dulu, biarlah terlambat 5 menit asal satu jam pelajaran berikutnya bisa mereka ikuti. Mereka tak datang ke sekolah juga tak apa. Melukis waktu tidak in the mood itu kan biasa. Kita harus berikan kebebasan berkarya dan kreatifitas yang diperlukan oleh seorang calon seniman, dalam batas undang-undang yang berlaku. Mustinya, yang perlu ditingkatkan justru ketepatan tenaga pengajar. Kalau perlu masukkan tenaga muda. Seorang alumnus ASRI mengatakan: dulu mahasiswa dan dosen hampir tak ada beda. Tidur bersama, latihan bersama, sangat akrab. Sekarang sangat lain. Bagaimana? Wah ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus