Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ada Apa dengan Aruna dan Lidahnya?

Aruna dan Lidahnya adalah cermin keseharian hidup dalam menjalin banyak rasa dan emosi manusia, dan makanan punya peran di dalamnya

28 September 2018 | 17.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aruna dan Lidahnya merupakan film kedua yang diproduksi Palari Films. Tayang mulai 27 September 2018 (Palari FIlms)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang salah dengan lidah Aruna (Dian Sastrowardoyo). Perempuan yang gemar makan ini tiba-tiba tak bisa begitu menikmati beragam makanan yang biasanya mudah menggoda indra perasanya. Di waktu berdekatan, sebagai seorang ahli wabah yang bekerja di One World, sebuah NGO, ia mendapat tugas ke beberapa daerah untuk menginvenstigasi soal munculnya kasus flu burung di bawah supervisi salah satu lembaga kesehatan pemerintah, P2P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesempatan berkeliling daerah dibidik kawan dekat Aruna, Bono (Nicholas Saputra) seorang chef yang merasa perlu mengeksplor menu baru untuk restorannya. Sebagai orang yang gemar makan, mudah bagi Bono untuk segera menyusun daftar panjang makanan dan lokasi makan yang harus mereka datangi untuk disambi selagi Aruna bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanpa diduga, Farrish (Oka Antara) mantan rekan sekantor Aruna di One World datang. Alasannya mewakili P2P, tempatnya bekerja saat ini.

Di kota pertama, rupanya Bono turut mengajak Nadezhda (Hannah Al Rashid), sahabat mereka lainnya yang merupakan seorang pakar kuliner yang kerap bekerja keliling tempat. Perjalanan tiga sahabat penggemar makanan ini pun mulai berjalan. Namun dengan munculnya Farrish di tengah mereka, alhasil, perjalanan tiga sahabat ini pun bertambah ‘personel’ tak tetap.

Aruna dan Lidahnya merupakan film kedua yang diproduksi Palari Films. Tayang mulai 27 September 2018 (Palari FIlms)

Aruna dan Lidahnya, menyajikan sebuah kisah persahabatan, cinta, dan kuliner dalam balutan drama yang komikal. Dibuka dengan Aruna yang bercerita soal kecintaannya terhadap makanan dan juga kepiawaiannya memasak. Ia pun sesumbar, kalau mau makan enak sebetulnya bukan soal dengan siapa.

Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Laksmi Pamuntjak, Edwin selaku sutradara mengemas kisah Aruna dengan sahabat dan juga gebetannya layaknya kisah keseharian seseorang.

Konsep menembus dinding keempat pun digunakan Edwin untuk menempatkan Aruna bercerita soal apa dan siapa dalam film tersebut. Membuat penonton bisa merasa dekat dengan karakter satu ini. Konsep semacam ini cukup sering hadir di beberapa film Hollywood semacam Deadpool, atau karakter Jordan Belfort dalam The Wolf of Wall Street (2014) dan Alvy Singer yang diperankan Woodie Allen di Annie Hall (1977).

Di beberapa film penggunaan konsep ini cenderung hadir dalam penceritaan yang mengandung unsur humor—meski tak selalu misalnya dalam serial Netflix House of Cards (2013- ) lewat tokoh Francis Underwood yang dimainkan kevin Spacey lebih serius.

Selain itu Edwin menghadirkan narator untuk menjelaskan soal kasus flu burung yang sedang diteliti Aruna bersama Farrish di beberapa adegan.

Bicara soal peran, Dian Satrowardoyo begitu apik memerankan Aruna, lajang usia 35 tahun, serius terhadap pekerjaan, kadang konyol dan polos, dan terlihat santai tanpa beban. Sosoknya bisa lepas (lagi-lagi) dari bayangan tokoh Cinta dari Ada Apa dengan Cinta. Apalagi di film ini, pemeran Rangga, turut main sebagai sahabat baiknya, dan diceritakan usianya di bawah Aruna.

Mungkin kita bisa sepakat, Dian dan Nicholas sukses merasuk dalam karakter Aruna dan Bono, benar-benar lepas dari Cinta dan Rangga yang terlibat dalam masalah cinta nan kompleks—ini juga bukan film pertama keduanya ada dalam satu layar setelah AADC. Nicholas tampil sebagai seorang koki yang santai, juga kerap melontar kata yang ceplas-ceplos. Peran Nad yang dimainkan Hannah Al Rashid pun asyik seorang perempuan kelas atas namun bisa melebur di situasi apa saja. Juga Oka Antara yang begitu datar dan enggak neko-neko soal makanan. “Makanan buat gue itu jelas, bikin kenyang,” itu katanya yang menganggap Aruna, Bono, dan Nad begitu mendewakan makanan.

Persahabatan Aruna dengan Bono dan Nad yang sudah terjalin lama pun bisa terasa lewat pemeranan masing-masing aktor. Lewat dialog-dialog cergas, obrolan sahabat ini enak dinikmati. Dan sangat mungkin dekat dengan keseharian orang-orang dewasa saat berbicara yang ringan, bergosip, sampai yang dalam soal hidup, cinta, dan hal-hal lebih subtil lainnya tanpa saling menyerang dan menggurui.

Aruna dan Lidahnya merupakan film kedua yang diproduksi Palari Films. Tayang mulai 27 September 2018 (Palari FIlms)

Bicara soal adaptasi novel, Edwin mencoba mempertahankan soal cerita-cerita mimpi yang dialami Aruna yang ada di dalam novel. Mimpi-mimpi itu sesungguhnya memperkuat karakter Aruna karena menyajikan kondisi alam bawah sadarnya tentang perasaan terhadap segala hal. Sayang, eksekusi soal mimpi ini tak tergarap cukup apik. Bagi yang belum membaca bukunya, adegan ini membingungkan. Padahal adegan mimpi bisa sangat mudah dihilangkan begitu saja dan tak akan mengurangi esensi kisah dalam film yang sudah digarap dengan baik.

Aruna dan Lidahnya tak hanya menyajikan beberapa menu kuliner khas Indonesia dari Jawa ke Kalimantan—dari nasi cumi,  rujak soto, lorjuk, dan berbagai cemilan di Surabaya, Pamekasan, dan Madura, hingga Mie kepiting, pengkang, choi pan di kawasan Pontianak dan Singkawang—film ini juga menyajikan seperti apa obrolan yang biasanya hadir dalam keseharian, dalam hubungan pertemanan di atas meja makan. Penyajian gambar makanan begitu menjanjikan enak disantap.

Maka segala isi kepala dari Aruna, Nad, Bono, bahkan Farrish soal makanan, kehidupan, relasi, bahkan politik berkelindan sembari makan. Sehingga, ada kalanya makanan bisa dinikmati begitu nikmatnya, ada juga yang dimakan ala kadarnya, bahkan ditinggalkan.

Sebagai otak kedua, perut punya peran penting untuk mengatur suasana hati seseorang lewat makanan yang ia pilih. Sehingga baik tidaknya sebuah perasaan cukup bergantung kuat dari apa yang seseorang makan--atau mungkin sebaliknya. Hal-hal semacam ini halus hadir dalam film. Aruna dan Lidahnya bukan soal Aruna dan kawan-kawannya yang bepergian lalu mencicip banyak makanan, mengobrol, dan berbahagia.

Aruna dan Lidahnya adalah cermin keseharian hidup dalam menjalin banyak rasa dan emosi yang ada karena makanan, karena siapa dan apa yang mengganggu pikiran, dan mengisi keseharian. Dan akhirnya, usai perjalanan ini Aruna nampaknya mengubah sebuah prinsip yang selama ini ia pegang soal menikmati makanan. Tentunya, Aruna juga bisa menemukan rasa yang selama ini ia cari.

ARUNA DAN LIDAHNYA (2018)

Produksi: Palari Films

Produser: Meiske Taurisia dan Muhammad Zaidy

Sutradara: Edwin

Naskah: Titien Wattimena berdasarkan buku karya Laksmi Pamuntjak

Pemain: Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Hannah Al Rashid, Oka Antara

 

AISHA SHAIDRA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus