PERTENGAHAN bulan Oktober yang lalu, di Bangkok berlangsung
Festival Film Asean yang ke-VII. Pada festival yang sifatnya
tidak mengandung persaingan itu, wartawan TEMPO, Syarif Hidayat
ikut hadir sebagai anggota rombongan delegasi Indonesia. Berikut
ini laporannya.
"Delegasi Indonesia yang terbesar pak," kata ketua delegasi
Indonesia Bony R Siagian pada Duta Besar Indonesia untuk
Muangthai Kharis Suhud. Namun Pak Duta Besar yang mendapat
laporan, tersenyum, kemudian menjawab: "Yang besar belum tentu
baik 'kan."
Semua yang mengikuti acara ramah tamah di kedutaan Indonesia
terdiam. Wim Umboh, Turino Junaidy dan Washi Dipa
manggut-manggut. "Tapi saya harapkan ini menjadi delegasi yang
terbesar dan terbaik," ujar Kharis Suhud sambil menyalakan rokok
cerutu. Semua manggut lagi terutama Washi Dipa.
Ada 24 orang yang ikut dalam delegasi Indonesia. Dalam SK
Menteri ditunjuk sebagai ketua Sumarmo dari Badan Sensor Film.
Wakilnya Bony R Siagian dari Sekretariat Asean di Indonesia.
Anggotanya 4 orang dari Departemen Penerangan, 4 orang produser,
3 orang artis film, 4 orang dari bioskop, 3 orang wartawan, dan
selebihnya peninjau. Para peninjau ini terdiri dari seorang
isteri utusan Deppen, seorang isteri produser, seorang isteri
pengusaha bioskop dan seorang suami aktris, ditambah dengan Ny
Sevihara Sujarwo Produser) bersama dengan anaknya, bintang film
Dewi Rosaria Indah. Sebelum keberangkatannya ke Bangkok, Sumarmo
pergi ke Eropah untuk suatu urusan. Berjanji akan ketemu di
Bangkok, sampai hari terakhir ia tidak muncul. Terpaksa Siagian
menjadi pejabat ketua delegasi.
Dibandingkan dengan Singapura yang cuma 2 orang, Malaysia 5
orang dan Pilipina juga 5 orang. Indonesia memang delegasi yang
terbesar dan barangkali yang tersantai. Sejak perjalanan dari
pelabuhan udara Bangkok ke Narai Hotel, tempat para delegasi
menginap, yang dibicarakan bukan soal festival film. Bangkok di
waktu malam salah satu pembicaraan yang menarik, di samping silk
(sutera), emas dan batu batuan Bangkok.
Namun begitu rombongan Indonesia berkeinginan juga menjadi
delegasi yang terbaik. Maka pada acara keliling kota Bangkok
yang cukup panas itu, semua diharuskan memakai pakaian lengkap.
Bahkan bintang film Awang Darmawan, supaya lebih kelihatan
resmi, mengenakan stelan putih dengan dasi kupu, yang biasanya
dipakai pada acara resmi malam hari. Dua orang dari Singapura
ikut juga memakai pakaian resmi. Tapi Pilipina tidak, ia
mengenakan pakaian sebagai mana layaknya orang lagi jalanjalan.
"Kita akan masuk istana, jadi harus pakaian resmi," kata
Siagian. Walaupun masuk istana, tapi panasnya tak tertahan juga.
Satu persatu mereka mulai melepas jas dan menentengnya.
Pada acara pembukaan yang diadakan di Teater Nasional Awang
Darmawan tidak lagi mengenakan stelan putih. Jas batik warna
coklat tua dengan kombinasi celana putih. Aktris Indonesia yang
lain mengenakan pakaian nasional, kecuali Yati Octavia. Ini jadi
soal lagi di kalangan delegasi.
Film Festival Asean ke-VII di Bangkok yang diikuti oleh
Indonesia, Muangthai, Malaysia, Pilipina dan Singapura hasilnya
tidak seberapa. Yang perlu dicatat, dalam sidang ke Vl Komite
Film Asean, telah disetujui gagasan Perhimpunan Produser Film
Asean (AMPPA), agar setiap negara anggotanya menyelenggarakan
Pekan Film Nasional di tiap negara Asean, minimal sekali dalam
setahun. Komite Film Asean juga menyetujui diperlakukannya
secara khusus bea masuk bagi film Asean yang akan dipertunjukkan
di negara-negara anggota.
Ketua delegasi Indonesia Boni R Siagian berpendapat lain.
Katanya: "Soal Pekan Film itu kami masih harus membicarakan
dengan Pemerintah." Hal itu dikatakan oleh Siagian karena
penyelenggaraan Pekan Film menyangkut biaya yang tidak kecil.
Tapi secara prinsip Siagian menyetujui, dan penyelenggaraannya
dilaksanakan pada setiap Hari Nasional negara masing-masing.
"Kemungkinan yang pertama kali menyelenggarakan Muangthai,
karena dalam waktu dekat ini ada hari besar buat Muangthai,"
kata Siagian.
Ucapan Siagian tidak berkenan di hati produser Indonesia. "Kalau
soal biaya serahkan saja pada PPFI (Persatuan Produser Film
Indonesia) karena ini menyangkut masalah pemasaran film,
pemerintah cukup memberikan fasilitas saja," tukas Wim Umboh
yang hadir sebagai wakil PPFI. Wim memang sudah sejak pertemuan
ramah tamah dengan Duta Besar Indonesia di Muangthai, Mayor
Jenderal TNI Kharis Suhud, minta agar para Duta Besar mau
membantu penyelenggaraan Pekan Film. Dan Kharis Suhud yang
melihat film Indonesia tidak pernah beredar di Bangkok, merasa
perlu untuk ikut mempromosikan. "Memang ini kewajiban para Duta
Besar untuk ikut membantu penyelenggaraan Pekan Film, karena ini
akan menjadi romosi kebudayaan Indonesia. Paling tidak dengan
menonton film Indonesia akan banyak menarik turis datang," kata
Kharis Suhud.
Nampaknya antara para produser Indonesia yang ikut Sidang AMPPA,
dengan delegasi Indonesia yang mengikuti Sidang Komite Film
Asean (yang ratarata orang Pemerintah) terdapat ketidakcocokan.
Delegasi AMPPA Indonesia yang diketuai Turino Junaidy dengan
para anggota Wim Umboh, Washi Dipa dan Yudha Suryoso, susah
payah membuat konsep yang isinya akhirnya menjadi keputusan
Sidang AMPPA untuk disampaikan pada Sidang Komite Film Asean.
Namun dalam Sidang Komite Film Asean, delegasi Indonesia sendiri
tidak secara tegas mendukung hasil AMPPA itu. Padahal dari
isinya dengan jelas itu akan sangat menguntungkan Indonesia.
Usaha AMPPA kali ini memang cukup positif. Festival Asean tidak
seharusnya dijadikan kancah pembicaraan yang muluk-muluk. Yang
paling baik dalam Festival Film Asean dibicarakan masalah
pemasaran film. "Sejak Festival yang pertama sampai yang ke VI
yang dibicarakan dari itu ke itu juga. Tentang produksi bersama,
mutu film atau hal lain yang kenyataannya tidak pernah berhasil.
Sebaiknya sekaran ini kita bicarakan soal pemasaran bersama
yang akan menguntungkan tiap negara," ujar Chua Tan seorang
produser film di Singapura yang hadir mewakili para produser.
Demikian pula dengan Malaysia, M. Burhan, produser dari Sadah
Film mengatakan bahwa Pekan Film bisa menyebabkan terjadinya
transaksi antara si penyelenggara dengan negara tempat
dipertunjukkan film. Ucapan Burhan didukung oleh rekan
senegaranya Mustapha Maarus. "Memang sekarang pemasaran film
Malaysia sulit, mungkin kurang komersiil. Tapi dengan adanya
Pekan Film, paling tidak akan lebih menggairahkan untuk membuat
film yang lebih baik yang bisa diterima oleh negara lain."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini