Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Affandi and Barli. Lukisan itu tergantung di museum Lippo Mall Yogya. Affandi membuatnya pada 1953, saat mengunjungi pelukis Barli Sasmitawinata di Paris. Lukisan itu menggambarkan Barli sedang mengerjakan karya berjudul Campuhan. Dalam lukisan itu, Affandi juga memunculkan dirinya sendiri. Tampak wajah, kaki, dan tangannya.
Lukisan itu kini menjadi saksi. Dua sahabat, sesama pelukis Indonesia yang tengah merantau di jantung kebudayaan Eropa, bertemu. Mereka saling melukis. Di Paris, di depan Affandi, entah mengapa Barli melukis keelokan Sungai Campuhan di Ubud, Bali. Lukisan Affandi sendiri menampilkan sosok Barli secara mencolok bersila di depan kanvas. Barli tampak menunduk, berkonsentrasi, mengaduk cat dalam palet. Tak begitu detail isi ruangan apartemen Barli dalam gambar itu, kecuali sebuah lemari di belakang Barli.
Affandi secara impresif mampu menyajikan ketampanan wajah Barli. Sosok Barli tampak tegap. Di dekat kaki Barli, Affandi menaruh gambar seekor kucing hitam. Sedangkan di atas kepala Affandi sendiri, aneh, dia menggambar ada gagak hitam bertengger. Mengapa gagak hitam? Apakah maknanya? Ataukah karena di luar apartemen Barli di Paris banyak gagak hitam di taman? Citra gagak hitam, disebut teks kuratorial yang ditempel di dinding, selanjutnya memang kerap muncul dalam lukisan Affandi. Apakah ini berawal dari pengelanaannya di Paris?
Sementara Ciputra telah dikenal orang sebagai kolektor lukisan Hendra Gunawan, agaknya James Riady, konglomerat besar Indonesia pemilik Lippo Group, kini ingin menahbiskan diri sebagai kolektor lukisan Affandi (1907-1990). Pameran yang diselenggarakan di Lippo Mall Yogya-sebuah mal baru di Yogya-ini semuanya adalah koleksi pribadi James Riady. Harus diakui beberapa koleksinya itu langka. Amir Sidharta, direktur sekaligus kurator Museum Lippo, mengatakan James tertarik mengoleksi karya Affandi karena kagum pada ekspresi sang maestro terhadap persoalan kemanusiaan.
Banyak lukisan Affandi yang disajikan di Lippo Mall ini belum pernah dilihat oleh warga Yogyakarta, kota tempat Affandi pernah tinggal dan berkarya. "Bahkan Ibu Kartika (anak Affandi) pun belum melihat sebagian koleksi ini," kata Amir. Sebanyak 25 karya Affandi dalam pameran berjudul "Affandi Alive!" ini semuanya hasil karya Affandi yang dibuat pada 1940-1980. Selain karya Affandi, ada 23 karya Maryati, istri Affandi.
Menurut Amir, lukisan Affandi merupakan koleksi awal yang dimiliki James Riady. James membeli karya Affandi dari seorang kolektor seni rupa bernama Josias Leao, Duta Besar Brasil untuk Indonesia pada 1960-an. Selama bertugas di Indonesia, Leao banyak mengoleksi karya seniman Indonesia. Saat Affandi sedang membangun museum di Yogyakarta, Leao ditawari membeli karya-karya Affandi. Uang hasil penjualan digunakan untuk mendukung pembangunan museum Affandi.
Setelah Leao meninggal, koleksi seni miliknya ditawarkan kepada para kolektor Indonesia. James membeli sebagian terpenting dari karya Affandi koleksi Leao. "Pembelian koleksi Leao itu terjadi pada 1995," kata Amir. Setelah membeli karya Affandi dari Leao, James mulai membangun koleksi museum, baik dengan membeli dari kolektor lain maupun dari balai lelang. "Jadi karya Affandi menjadi koleksi awal dalam Museum Lippo," kata Amir.
Dalam pameran ini, karya Affandi disajikan dalam tiga tema utama. Potret diri, keluarga, kawan, dan topeng; binatang, alam, dan budaya; serta sosok manusia dan kemanusiaan. Affandi banyak melukis potret diri. Setidaknya ada tiga yang terpajang di ruang pamer ini. Dua di antaranya Self Portrait (1953) berukuran 71 x 51 sentimeter dan Study Muka (1960) dengan ukuran lebih besar, 97 x 200 sentimeter.
Self Portrait (1953) dibuat Affandi di Paris. Secara jeli kuratorial menyebutkan lukisan ini menggambarkan wajah Affandi yang tampak malu-malu. Affandi saat itu masih gamang menghadapi Paris, kota para seniman dunia. Sepanjang hidupnya, Affandi pernah tinggal di banyak kota di berbagai negara. Tapi ia ragu, bimbang menghadapi Paris. "Apakah saya benar-benar siap menghadapi Eropa?"
Memang, jauh sebelum 1953, di Paris itu, Affandi sudah banyak membuat potret diri. Pada umumnya wajah yang ditampilkannya adalah wajah dirinya yang penuh percaya diri. Misalnya potret dirinya pada 1940. Menampilkan wajah muda Affandi dengan mata melirik, sikap anak muda yang memiliki keyakinan kuat. Dalam pameran ini juga disajikan potret diri yang dibuat tujuh tahun kemudian setelah di Paris itu, yaitu Study Muka. Dalam lukisan itu, Affandi melukis tubuhnya secara utuh. Tak hanya setengah badan seperti pada Self Portrait. Affandi hadir dengan pose jongkok di depan tiga gambar wajah dirinya. Bercelana pendek warna putih, ia memegang tabung cat dan siap melukis. Di situ tampak ia ingin mengucap: "Walau sederhana, aku seorang pelukis." Di situ kembali Affandi tampil percaya diri.
Satu lukisan potret diri lain yang menarik menggambarkan Affandi sedang makan semangka. Lukisan ini lahir ketika Affandi pada musim panas 1962 mengunjungi Sudjana Kerton di Jalan Mt Cisco, New York, Amerika Serikat. Pelukis Sudjana Kerton saat itu berdiam di New York. Dua sahabat itu berpesta lobster dan semangka. Di sela "makan besar" itu, Sudjana spontan melukis Affandi sedang makan, sementara Affandi juga melukis. Tapi, berbeda dengan di Paris, saat Affandi bertandang ke rumah Barli dan melukis wajahnya. Di New York, lukisan Affandi sama sekali tidak menyajikan wajah Sudjana. Affandi justru melukis dirinya sendiri makan semangka.
Dalam catatan kuratorial di dinding pameran, juga ditampilkan teks pernyataan John Berger, kritikus seni Inggris. Teks itu berisi kesan Berger terhadap pameran Affandi yang dilihatnya di London pada 1952. Menurut Berger, ekspresi pada lukisan Affandi pada dasarnya adalah karya laga. Emosi kemarahan, perbandingan, kekerasan sekaligus kelembutan tidak dihimpun dalam ketenteraman, tapi digunakan dan ditata sebagaimana dirasakan. Tentu kita menjadi ingin tahu karya Affandi apa saja yang saat itu ditonton Berger. Sayang, tidak ada informasi lukisan apa yang disajikan Affandi dalam pamerannya di London pada 1952 itu. Berapa buah lukisannya yang dipamerkan? Apa saja temanya? Adakah tema tentang suasana London?
Dalam pameran ini juga disajikan beberapa karya Affandi bertema rakyat jelata. Misalnya Pengemis Cirebon (1960), yang menggambarkan seseorang bersujud di bawah kaki-kaki manusia; Busung (1943), yang melukiskan seseorang bertubuh kurus kering dengan perut membuncit; dan Mexico Mother and Child (1962), yang bergambar perempuan menggendong anak di punggung.
Lukisan yang juga kuat adalah Babi Hutan (1969). Kita akan melihat dalam kanvas, seekor babi hutan dalam kelebatan. Di sini kehebatan Affandi sebagai seorang impresionis. Dia seolah-olah mampu menangkap gerak babi hutan. Dengan pelototan hitam dan kuning, kita melihat di kanvas itu sosok antara moncong babi dan kilatan tubuh babi. Dua-duanya tertangkap mata.
Dua puluh lima lukisan Affandi yang disajikan di Lippo Mall ini memang belum utuh merepresentasikan kekayaan dunia Affandi. Seri lukisan telanjang (nude) Affandi, misalnya, tidak ada dalam pameran ini. Namun pameran di mal ini adalah terobosan. Amir mengatakan keberadaan pameran di tempat belanja menjadi alternatif bagi museum atau galeri yang sehari-hari sepi pengunjung. Memang kita lihat pengunjung pameran Affandi ini cukup banyak. Apalagi digratiskan. Yang kurang adalah buku mengenai Affandi. Di lobi museum, tempat para pengunjung bisa duduk-duduk, seharusnya diberikan banyak informasi mengenai Affandi agar mereka bisa merefleksikan pameran di dalam yang telah mereka lihat. "Kami akan berusaha menampilkan pameran lain yang tidak kalah menariknya. Namun museum ini tidak akan menjadi galeri sewaan," kata Amir.
Anang Zakaria, Seno Joko Suyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo