Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berita Tempo Plus

Agar merdu dan maknanya tak rancu

Sejumlah qari dan qariah yang berprestasi tingkat dunia menggelar kebolehan mereka di hotel sahid jaya, jakarta. perbedaan gaya dan cara membaca quran, tak mengganggu keberadaan quran.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Agar merdu dan maknanya tak rancu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PERASAAN takjub memenuhi ruangan mewah yang sejuk itu. Ratusan orang yang hadir dalam suasana taramtemaram itu seperti terpaku di kursi. Ucapan "Allah, Allah" meluncur berbarengan berkali-kali. Ini memang acara memperingati turunnya Quran yang lazim disebut Nuzulul Quran. Selama dua malam pekan lalu, sekitar 18 qari dan qariah berprestasi tingkat dunia -- ditambah puluhan juru baca Quran anggota Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah -- menggelar kebolehan. Suasana religius tiba-tiba menerkam Puri Agung Hotel Sahid Jaya, Jakarta, tempat dilangsungkannya acara ini. Pengaturan panggung sangat mendukung "pergelaran" ayatayat suci yang merupakan firman Allah itu. Seting dan perlampuan digarap oleh Danarto. Sastrawan dan pelukis yang amat religius ini menciptakan variasi kubus dan kubah dengan warna lembut. Para qari dan qariah yang tampil di panggung mengenakan busana muslim dan muslimah yang, tak bisa tidak, berbau Timur Tengah: qari berjubah putih qariah mengenakan mukena putih berjilbab. Pentas dilengkapi peralatan tata suara sumbangan penyanyi Ivo Nilakreshna. Salah satu suguhan yang membuat hadirin takjub antara lain duet dua qari beken: Mu'ammar Z.A. yang bernapas panjang dan Humaidi Hambali yang bersuara bariton empuk. Setiap kali bacaan ayat berakhir, terdengar gumam "Allah" bagaikan paduan suara. Ada hadirin yang matanya merebak. Beberapa qari dan qariah terkenal lainnya yang tampak antara lain Mirwan Batubara, Hasan Basri, Ahmad Muhajir, Maria Ulfah, Sarini Abdullah, Nur Asiah Jamil. Hadirin dalam acara "memuliakan Quran" itu beruntung sempat menikmati bermacam gaya membaca Quran. Tujuh gaya membaca, disebut qiraah sab'ah, disuguhkan dengan lagu yang enak dan lafal fasih. Perbedaan berbagai gaya itu ternyata tak mengganggu keberadaan Quran. "Bahkan maknanya pun tidak berubah," kata Agil Husein al Munawar, yang mengatur acara ini. Dalam beberapa kali musabaqah, ia biasa tampil sebagai hakim atau juri. Menurut dosen pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, toleransi di antara berbagai gaya itu menunjukkan betapa Quran terbuka terhadap budaya manusia. Menurut Agil, sebenarnya gaya itu tak terbatas pada qiraah sab'ah, bahkan jumlahnya bisa meliputi 14 jenis, sebagaimana yang diuraikan beberapa penulis, antara lain Husein ibn Ahmad ibn Khalawih, dalam AlHujjah fi al Qira'ah al Sab'ah atau tesis mengenai qiraah yang tujuh. Tapi qiraah tujuh itulah yang mutawatir (baku) dan sudah diakui sejak abad ke4 Hijri, diperkenalkan oleh para imam qariat terkenal kala itu. Mereka itu: Nafi (Medinah, meninggal 169 H) Ibn Katsir (Mekah, meninggal 119 H) Abu Amir al A'la (Damaskus, meninggal 153 H) Ibn Amir (Basra, meninggal 118 H) Hamzah (Kufah, meninggal 156 H) al Qisai (Kufah, meninggal 189 H) Abu Bakar 'Ashim (Kufah, meninggal 158 H). Pesatnya seni baca Quran di dunia Islam itu antara lain karena mereka ingin melaksanakan perintah Allah dalam Quran surah al Muzammil ayat 4 (Wa rattilil qur'ana tartila -- dan bacalah Quran dengan tartil, secara teratur, lembut, perlahan). Sementara itu, Rasulullah juga memuji suara qari yang merdu. Katanya, "Barang siapa tak mendendangkan Quran tak termasuk umatku." Dewasa ini yang berpengaruh ialah gaya Abu Bakar 'Ashim, yang belakangan dikembangkan oleh Hafs, imam qariat yang meninggal tahun 190 Hijri. Gaya ini, yang juga terkenal di Mesir, juga berkembang di Indonesia. Yang lain ialah gaya Nafi, yang dikembangkan oleh Warsh, imam qariat yang meninggal tahun 197 Hijri. Gaya ini berkembang di Maroko dan sekitarnya. Karena orang Indonesia sudah terbiasa dengan gaya Hafs, tentu aneh bila mendengar gaya lain, misalnya yang lazim dibaca di Nigeria. Sementara di sini orang membaca Wadhdhuha wal laili idza saja, orang Nigeria membaca: Wadhdhuhe wal laili idze saje . . .. Dan itu tak mengapa. Anehnya, irama lagu dalam membaca Quran itu sampai kini belum pernah dinotasikan. Itulah sebabnya para calon qari dan qariah masih harus belajar langsung secara lisan kepada sang guru. Ada dua irama lagu Quran yang terkenal: Hijaziah, berasal dari jazirah Arab, dan Misriyyah dari Mesir. Keduanya dibagi lagi dalam beberapa irama: Bayati, Rasyida, Nahwan, Sikka, Jiharkah, dan sebagainya. Tapi juga ada qari yang tak suka dengan lagu. Gaya ini disebut tartil, yang memang sesuai dengan perintah Allah sebagaimana tercantum dalam surah yang telah disebut di muka. Mereka beranggapan, dengan tartil, makna Quran bisa disajikan lebih jelas. Gaya ini diikuti sebagian para qari Arab Saudi dan Sudan. Yang terkenal antara lain Ali Abdurrahman alHudzifi, salah seorang imam Masjid Nabawi di Medinah. Banyak jemaah haji Indonesia membeli sejumlah kaset tartil ini, yang berisi bacaan Quran selengkapnya, sebagai oleh-oleh. Yang pasti, para qari tak mungkin meninggalkan tajwid, yakni tata cara membaca Quran. Tajwid mengajarkan makhraj atau cara membaca huruf mad yakni tanda baca panjang waqaf atau tempat berhenti idzgham alias bunyi sengau idzhar, bunyi yang harus dibaca dengan jelas ikhfa, bunyi yang harus dibaca dengan samar dan sebagainya. Itu semua tak lain sebagai usaha untuk memuliakan Quran, sembari menyuguhkannya dengan seni baca yang merdu, tetapi makna kalimat-kalimatnya tak perlu menjadi rancu. Budiman S. Hartoyo dan Wahyu Muryadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus