Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH jurnal telah mengungkap derita satu sosok rapuh di dalam tubuh yang kekar. Dialah penjagal ganas yang membunuh dua kelu-arga sembari "meninggalkan" tanda-tanda aneh: cermin-cermin dihancurkan, bola mata korban dikeluarkan, ada gigitan di sekujur tubuh korban (dengan tipe gigitan dari gigi-geligi yang berbeda), dan semua anak-anak dibunuh dalam tidurnya.
Untuk menangkap Tooth Fairy, si Peri Gigi yang misterius itu, Inspektur Jenderal Jack Crawford (Harvey Keitel) terpaksa menyambangi detektif terkemuka Will Graham (Edward Norton), yang pensiun dini karena ingin hidup tenang bersama istrinya (Mary-Louise Parker) dan putranya. Di masa lalunya, Graham pernah menjebloskan Dr. Hannibal Lecter (Anthony Hopkins)seorang pakar psikiatri forensikke sel penjara akibat kegemaran- nya membunuh dan memakan organ tubuh korbannya. Hannibal, sang Kanibal .
Inilah nama besar yang kemudian menciptakan tren film thriller tahun 1991 ketika sutradara Jonathan Demme mengangkat novel karya Thomas Harris yang mengukuhkan Jodie Foster dan Anthony Hopkins sebagai pasangan pemain terbaik Academy Awards. Film The Silence of the Lambs adalah sebuah novel dan film yang mempertemukan Hannibal dengan agen FBI Clarice Starling (Jodie Foster). Pasangan ini kemudian dipertemukan kembali pada sekuel HannibalStarling diperankan oleh Julian Moore (TEMPO, 29 April 2001).
Film Red Dragon adalah prekuel atau serial pertama dari trilogi Hannibal, saat dia baru dijebloskan ke penjara oleh detektif Graham dan belum lagi dipertemukan dengan detektif jelita Clarice Starling.
Beban sutradara Brett Ratner sebagai sutradara ketigasetelah Jonathan Demme dan Ridley Scottyang menangani trilogi Hannibal tentu saja luar biasa besar, bukan hanya karena Demme berhasil meraih lima penghargaan Oscar dan sukses secara finansial, atau Scott berhasil menampilkan adegan-adegan grotesque yang tak terbayangkan sineas lain, tapi terlebih karena Ratner harus menampilkan konsistensi karakter Hannibal yang sudah telanjur menjadi "ikon" dunia psikopatis itu.
Namun kali ini kamera lebih banyak difokuskan pada tragedi masa kecil Tooth Fairy alias Francis Dollarhyde yang suram itu. Bermulut sumbing sejak kecil, Deedemikian panggilannyadipelihara sang nenek yang brutal dan bermulut setajam pisau, yang sering mengancam akan memotong penisnya jika ia nakal. Hingga dewasa, Dee dituntun oleh sosok nenek yang kejam, hingga ia tumbuh menjadi psikopat yang memiliki justifikasi setiap kali membunuh dan menyiksa korbannya.
Tokoh Hannibal lebih bergeser ke samping untuk memberikan "arah" pada detektif Graham untuk menangkap Dee. Hubungan "mentor-murid" yang mengingatkan kita pada hubungan Hannibal-Starling ini lebih tegas, businesslike, dan tidak mengandung emosi yang ruwet. Dalam film (dan novel) The Silence of the Lambs dan Hannibal, bagian yang paling menarik dan menyentuh (sekaligus mengerikan) adalah hubungan emosi antara Hannibal dan Starling, yang hampir seperti musuh, kawan, guru-murid, sekaligus terselipnya elemen "kasih sayang" di antara keduanya yang tak akan pernah dipahami siapa pun di luar mereka berdua.
Berbeda dengan agen Starling, wanita single yang digambarkan membutuhkan "pengakuan" karena datang dari kampung kecil, agen Graham adalah detektif terkemuka, seorang ayah dengan cap "family man" yang mencintai istri dan anak, yang tak butuh pengakuan (lagi) atas kemahirannya mencokok para psikopat. Nama Graham sudah ada di pucuk kesuksesan ketika film ini dimulai karena keberhasilannya menjebloskan Hannibal ke penjara. Ia bernyawa sembilan karena sepanjang film dadanya sudah ditusuk, ditembak, dan didera berkali-kali, toh ia tetap hidup dengan perkasa. Karena penampilannya bak superman itulah Graham menjadi sosok yang tak lagi menarik dibandingkan dengan Starling. Jika dia begitu sempurna, tentu kita sudah mengetahui akhirnya: pastilah psikopat jenius itu akan kalah di tangannya.
Lalu elemen grotesque dalam film ini? Memakan lidah atau mencongkel biji mata? Semua adegan elementer. Artinya, adegan-adegan kanibalisme versi Ridley Scott dalam Hannibal ataupun versi Ratner dalam Red Dragon tetap kalah artistik dan jauh di bawah kemegahan dan kreativitas Jonathan Demme dalam The Silence of the Lambsyang mahir memanfaatkan tata cahaya lampu ketika salah satu korban Hannibal digantung bak sebuah hasil karya seni akbar.
Harus diakui, pemilihan nama-nama besarselain Anthony Hopkins yang selalu tampil konsistenseperti Edwards Norton, Harvey Keitel, Emily Watson, dan Ralph Fiennes adalah keputusan yang tepat dan tidak mubazir. Mereka semua menjadi satu tim hebat dan bersinar dalam film ini.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo