Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HATI MERDEKA (Merah Putih 3)
Sutradara: Yadi Sugandi dan Conor Allyn
Skenario: Conor Allyn dan Rob Allyn
Pemain: Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, T. Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, Nugie, Ranggani Puspandya, Astri Nurdin, Michael Bell
SETELAH menyaksikan film Merah Putih dan Darah Garudadua dari trilogi film Merah Putihsalah satu kesimpulan saya adalah: tontonlah adegan laga film ini. Bagian drama dan dialog serius film-film ini boleh dilewatkan saja; atau seandainya ada tombol mute, akan saya pencet. Skenario kedua film ini jelas ditulis dalam bahasa Inggris, yang diterjemahkan dengan buruk dan ke dalam bahasa Indonesia yang ganjil. Maka hiburan utama kedua film ini pada akhirnya adegan laga yang memang disangga oleh orang-orang yang mereka katakan berpengalaman di Hollywood, misalnya untuk efek spesial dipercayakan kepada Adam Howarth (Saving Private Ryan, Blackhawk Down).
Kali ini, pada 1948, tim lima sekawan di bawah pimpinan Kapten Amir sudah lebih berpengalaman dan sudah jauh lebih taktis dalam bergerilya melawan Belanda. Marius (Darius Sinathrya) masih doyan menenggak alkohol sembari berceloteh tak keruan. Dayan (Rifnu Wikana), putra Bali yang rajin melontarkan pisau, lidahnya dipotong oleh Belanda, tapi tetap perkasa. Tomas (Donny Alamsyah), putra Manado yang jantan dan pantang menyerah, kini sudah berhasil memperoleh cinta Senja (Rahayu Saraswati), satu-satunya perempuan dari kelompok gerilya lima sekawan itu. Film ini memulai cerita dari ketegangan yang tercipta karena telah terjadi pembunuhan massal di mana-mana di bawah pimpinan Kolonel Rhymer (Michael Bell).
Sang atasan, Fadli (Budi Roos), menugasi mereka membunuh Kolonel Rhymer. Amir satu-satunya yang menolak tugas itu karena ia ingin membedakan antara perang dan pembunuhan. Setiap anggota merasa mempunyai alasan untuk menghajar kolonel Belanda yang keji itu, tapi Amir satu-satunya yang mengundurkan diri dari perjuangan tersebut dan kembali menjadi guru sembari menemani istrinya yang tengah hamil.
Sisa kelompok itu meneruskan perburuan terhadap Kolonel Rhymer melalui laut menuju Bali. Pertempuran di laut tak terhindarkan, lagi-lagi karena pengkhianatan dan kekuatan duit. Di Bali, mereka bertemu dengan Wayan Suta (Nugie), yang memimpin pasukan gerilya. Dan di sanalah mereka kembali bergabung dengan Kapten Amir, yang ternyata terlalu gatal untuk tidak ikut bertempur menghajar Belanda.
Plot menjanjikan dan sebetulnya mempunyai potensi untuk menyajikan tontonan film perang yang asyik. Seni peranterutama Lukman Sardi dan Rifnu Wikanatampil bagus, terutama pada adegan Dayan yang dalam kebisuannya mencoba meyakinkan Kapten Amir untuk tetap memimpin mereka. Bersama Donny Alamsyah, Lukman Sardi dan Rifnu Wikana adalah serangkaian aktor yang memaksa kita tetap betah menyaksikan film ini, terlepas dengan dialog terjemahan yang ganjil itu.
Aku ada di sini, kata Senja menenangkan Tomas, yang cemburu melihat tentara lain (Arifin Putra) senyum-senyum memandang Senja dari kejauhan. Tentu saja itu terjemahan harfiah dari kalimat I am here. Terjemahan yang tidak salah, tapi ekspresi yang tak pas dalam bahasa Indonesia.
Serangkaian adegan laga, perkelahian, bom, dan ledakan-ledakan yang terlihat begitu besar dan gigantikuntuk ukuran film Indonesiamemang mengagumkan. Tapi kemewahan dan biaya besar itu tak cukup untuk menghasilkan tiga buah film yang bersinar dan menggebrak.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo