Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Crossing II
Sutradara: John Woo
Penulis skenario: Wang Hui-ling, Su Chao-pin, Chen Ching-hui, Woo
Pemain: Zhang Ziyi, Takeshi Kaneshiro, Song Hye-kyo, Bowie Lam, Yang Kuei-mei, Angeles Woo, Tony Yang Yo-ning, Tong Dawei, Masami Nagasawa, Huang Xiaoming, Amanda Qin Hailu, Faye Yu, Wang Qianyuan, Yu Zhen, Cong Shan, Lin Mei-hsiu, Jack Kao, Denny Huang, Johnny Kou
SEPERTI sutradara James Cameron dengan film Titanic-nya, John Woo mencoba mengangkat kisah cinta berlatar tenggelamnya sebuah kapal dalam film The Crossing. Sementara Titanic berkisah tentang cinta segitiga tokoh yang berbeda kelas dan status sosial, The Crossing mengangkat tiga kisah cinta sekaligus yang terjadi pada masa perang saudara dan ideologi selama Revolusi Cina 1949.
Setelah menonton film The Crossing II, timbul pertanyaan: apakah diperlukan dua film terpisah untuk menceritakan kisah ini? Dua film yang masing-masing berdurasi lebih dari dua jam dan dirilis dengan jeda delapan bulan ini sebenarnya bisa diringkas dalam satu film. Sebab, lebih dari separuh film The Crossing II mengambil adegan yang ada dalam film pertama. Akibatnya, timbul efek déjà vu.
Film pertama ditutup dengan kekalahan tragis pasukan nasionalis Kuomintang dalam perang Huaihai pada 1948. The Crossing II diawali dengan narasi pada 27 Januari 1949. Kala itu, kapal uap Taiping berlayar dari Shanghai, Cina, ke Keelung, Taiwan. Belum lama meninggalkan pelabuhan, kapal tersebut bertabrakan dengan kapal kargo dan tenggelam. Sebanyak 1.500 penumpang tewas dan hanya 46 orang selamat.
Lalu Woo membawa penonton mundur ke 1948, sebelum kapal tenggelam, dengan beberapa adegan ulang dari film pertama. Sepintas Woo seperti hanya merangkum film sebelumnya. Tapi, setelah 30 menit berlalu, penonton sadar sedang disuguhi hampir separuh film pertama dengan beberapa adegan dibuat lebih panjang dan tambahan konten baru.
Fokus cerita masih seputar kisah cinta tiga tokoh utama film ini. Latar belakang keluarga dokter Taiwan, Yan Zekun (Takeshi Kaneshiro), yang ayah dan kakaknya tewas demi mempertahankan idealisme dan identitasnya, kembali diangkat secara mendetail. Ada pula adik Zekun (Tony Yang Yo-ning) yang merupakan aktivis mahasiswa kiri. Zekun kembali ke Shanghai sebelum pulang ke Keelung dengan kapal Taiping.
Cerita lain adalah ketika Yu Zhen (Zhang Ziyi), perawat yang hendak mencari kekasihnya, tentara bernama Yang Tianhu (Denny Huang), terpaksa melacur lagi (sesuatu yang sudah ditampilkan dalam film pertama). Ia melakukan hal itu demi mendapatkan tiket ke Taiwan, yang diyakini menjadi tempat anggota pasukan partai nasionalis yang terluka diobati, termasuk Yang Tianhu. Zhen akhirnya naik kapal itu.
Tak banyak hal baru dalam kisah Yun Fen (Song Hye-kyo) dan Jenderal Lei Yifeng (Huang Xiaoming). Hampir semuanya telah digambarkan secara gamblang dalam film pertama. Kini diulang kembali. Kisah mereka berkelindan dengan dua kisah cinta lain dalam kapal ini lewat buku harian yang menjadi misi terakhir Tong Daqing (Tong Dawei), tentara yang pernah dikenal Zhen.
Sayangnya, tragedi tenggelamnya kapal Taiping, yang merupakan kisah nyata, hanya muncul 30 menit. Sebenarnya banyak fakta tentang penyebab tenggelamnya kapal yang bisa digali, seperti kelebihan penumpang dan muatan. Kapal ini juga membawa emas bank sentral, dokumen partai nasionalis, sampai baja dan mesin cetak. Tapi semuanya ditampilkan sekilas tanpa diolah secara serius.
Setiap tragedi membutuhkan kisah yang menceraiberaikan satu keluarga. Saat kapal mulai tenggelam, Zhen dan Zekun berupaya menyelamatkan anak keluarga Kapten Gu dan anak-anak lain yang terpisah dari keluarga mereka. Seperti dalam film-film Hollywood, di film ini ada kisah heroisme perawat dan dokter yang menjalankan tugas penyelamatan.
Setelah kapal tenggelam, penonton masih disuguhi aksi heroisme Zhen menolong anak Gu yang lain, mengambil buku harian yang nyaris terbawa arus, dan merebut pelampung yang jumlahnya sedikit dari tangan para pria yang tak mau mengalah. Semua berakhir dengan sukses. Aksi itu membuat film ini terkesan menggampangkan masalah.
Karakter Zekun sama saja. Sosoknya yang ideal terus dibangun, seperti taat kepada ibunya, bertanggung jawab terhadap keluarga, dan berdedikasi pada tugasnya, tapi harus memendam kepedihan karena cinta. Hidupnya berakhir lewat adegan surealis melihat kekasihnya, Shimura Masako (Masami Nagasawa), menenggelamkan diri. Sedangkan Yun Fen harus melanjutkan hidup menjadi janda muda di negeri baru.
Film ini cukup menghibur bagi yang belum menonton film pertama. Malah tak perlu repot-repot menonton film The Crossing I agar memahami alur cerita film ini secara keseluruhan, kecuali bila ingin menyaksikan aksi peperangan dan laga yang hanya terdapat dalam film pertama.
Amandra M. Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo