Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Musim Menuai Film Nasional

Dirilis pekan lalu, Siksa Kubur serta Badarawuhi di Desa Penari merajai bioskop. Mengapa film laris dirilis saat libur Lebaran?

19 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Widuri Puteri (kanan) dalam film Siksa Kubur. Dok. Come And See Pictures

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Libur Lebaran selalu menjadi momen peluncuran film-film unggulan.

  • Tahun ini, Siksa Kubur serta Badarawuhi di Desa Penari bersaing ketat dan masing-masing telah mendatangkan lebih dari 2 juta penonton.

  • Penguasaan slot tayang oleh rumah produksi besar membuat pilihan genre menjadi sempit.

INILAH musim panen industri film nasional: libur Lebaran. Sejak dulu, para produser berlomba-lomba merilis film menjelang Idul Fitri agar masyarakat bisa menontonnya untuk mengisi waktu libur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KKN di Desa Penari, misalnya. Film karya Awi Suryadi ini mulai ditayangkan di bioskop pada 30 April 2022, dua hari sebelum Idul Fitri. Penonton, yang penasaran akan cerita horor yang sebelumnya viral di Twitter itu, berbondong-bondong datang ke bioskop. Walhasil, KKN di Desa Penari menjadi film Indonesia dengan penonton terbanyak sepanjang masa, 10 juta. Setahun berikutnya, Sewu Dino karya Kimo Stamboel dirilis pada 19 April 2023, sehari sebelum Lebaran. Film ini sukses mendatangkan 4,9 juta orang ke bioskop.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun ini, jurus yang sama dikerahkan Joko Anwar cs lewat Siksa Kubur serta Kimo Stamboel dan kawan-kawan dengan Badarawuhi di Desa Penari. Kedua film horor tersebut sama-sama diluncurkan pada Kamis, 11 April lalu—hari kedua Lebaran 2024—dan langsung menguasai layar lebar Indonesia. Siksa Kubur ditonton lebih dari 2 juta orang per 17 April 2024 dan Badarawuhi, prekuel KKN di Desa Penari, mencapai angka yang sama sehari lebih cepat.

Pemeran dan Sutradara film ‘Siksa Kubur’ saat konferensi pers di Epicentrum XXI, Jakarta, 3 April 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Joko Anwar mengatakan libur Lebaran setali tiga uang dengan musim panas di negara-negara Amerika Utara dan Eropa. Para pembuat film memanfaatkan libur panjang tersebut untuk melansir film dengan harapan mendatangkan lebih banyak penonton.

Ketimbang masa rehat lain, seperti libur sekolah dan libur akhir tahun, Joko Anwar melanjutkan, libur Lebaran punya nilai lebih, yaitu perputaran uang yang lebih besar. "Anak-anak dan remaja dapat uang Lebaran, pekerja dapat tunjangan hari raya," kata dia. Alasan lain adalah libur Lebaran melibatkan hampir seluruh kelompok masyarakat. "Jadi, yang libur lebih banyak."

Praktisi perfilman Nico Rosto mengatakan kebiasaan merilis film unggulan saat libur Lebaran bermula pada awal 1990-an, saat jaringan bioskop 21 mulai menyebar ke banyak kota di Indonesia. "Waktu itu biasanya film Warkop DKI—Dono, Kasino, Indro," ujar produser film Cerita Sofi pada 2023 itu.

Lama-kelamaan, kebiasaan tersebut menjadi pakem. Masalahnya, kian banyak produser yang ingin filmnya ditayangkan saat libur Lebaran, sementara tempat terbatas. Ujung-ujungnya, kata sutradara dan produser Andi Bachtiar Yusuf, film yang ditayangkan pada masa emas itu bergantung pada kesepakatan bioskop dan rumah produksi besar. "Sebab, hanya PH (production house) besar yang punya daya negosiasi tinggi," kata sutradara Love for Sale pada 2018 itu.

Yusuf mengatakan rumah produksi besar bisa mengunci jatah tayang selama libur Lebaran, juga Natal dan tahun baru, walau kadang belum ditentukan judulnya. Dia menilai praktik seperti ini wajar, mengingat industri film tak lepas dari perhitungan bisnis.

Maudy Effrosina (kiri) dalam film Badarawuhi di Desa Penari. Dok. MD Pictures

Hanya, penguasaan slot layar pada masa puncak kunjungan ke bioskop ini menjadikan sempitnya pilihan genre: horor lagi, horor lagi. Pada Lebaran tahun lalu, misalnya, Sewu Dino didampingi Khanzab dan Jin & Jun yang sama-sama bernuansa makhluk halus, menyisakan Hamka & Siti Raham Vol. 2 sebagai film sejarah. "Pasar jadi dimonopoli oleh rumah produksi," kata Hikmat Darmawan, dosen perfilman Binus University.

Horor diyakini sebagai genre yang paling digemari penonton Indonesia. Di kalangan produser, ada anggapan bahwa membuat film horor dengan kualitas jelek pun pasti balik modal. "Saya kalau bertemu investor bilang, 'Kalau mau aman, suka-tidak suka, ya, horor,'" kata Nico Rosto.

Pada libur Lebaran tahun ini, Hikmat melanjutkan, sejatinya ada pilihan lain, yaitu Dua Hati Biru karya Gina S. Noer. Film drama yang dibintangi Angga Yunanda dan Nurra Datau ini awalnya hendak dirilis saat Idul Fitri, tapi diundur sepekan kemudian. Walhasil, Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari menguasai bioskop, mengangkangi film asing, seperti Godzilla x Kong: The New Empire. Hikmat mengatakan kedua film horor Indonesia itu disukai penonton. "Tapi seharusnya pilihan film Lebaran tahun ini bisa lebih majemuk," ujar Hikmat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus