Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Bukan Sekadar Masjid di Tengah Sawah

Di samping membangkitkan euforia warga, kehadiran Masjid Al Jabbar menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas. Pemilihan lokasi di tengah persawahan menjadi pertanyaan banyak orang. Gedebage sempat diproyeksikan sebagai kawasan bisnis baru dan dekat dengan stasiun kereta cepat.

6 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masjid Al Jabbar di Gede Bage, Bandung, Jawa Barat, 26 Desember 2022. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Heri Wahyudianto datang jauh-jauh, sekitar 70 kilometer, dari Garut ke Bandung. Dia membawa serta istri, dua anak, orang tua, dan mertuanya. Selasa siang, 3 Januari 2023 itu, mereka berencana ke kebun binatang, tapi buyar karena ibu dan mertua kompak meminta Heri belok ke arah Gedebage untuk melihat Masjid Al Jabbar. "Gara-gara masjidnya viral," kata Heri kepada Tempo di lokasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada pekan lalu, Masjid Raya Al Jabbar menjadi destinasi wisata baru di Bandung. Para pengunjung tak henti berdatangan, termasuk Heri bersama keluarganya, sehingga menimbulkan masalah baru: kemacetan lalu lintas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan apa-apa, masjid itu dibangun di tengah persawahan di Kecamatan Gedebage, di sisi tenggara Kota Bandung. Aksesnya hanya berupa jalan lingkungan. Pada Selasa itu, saat masa libur sekolah telah berakhir, antrean kendaraan memadati jalan-jalan di seputar lokasi. Makin siang, kemacetan lalu lintas makin menjadi-jadi.

Saat meresmikan masjid milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu pada Jumat, 30 Desember 2022, Gubenur Ridwan Kamil telah menyinggung soal permasalahan akses tersebut. "Mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” kata dia.

Menurut Ridwan Kamil, ada dua akses utama menuju Masjid Al Jabbar. Pertama, dari Jalan Soekarno-Hatta, lewat Jalan Cimincrang, yang tembus langsung ke depan masjid. Kedua, dari Jalan Gedebage, melintasi kompleks Summarecon. Masalahnya, kedua jalan tersebut relatif sempit—cuma muat dilalui dua kendaraan yang berpapasan.

Pemerintah Provinsi menjanjikan akses baru, yaitu dari jalan tol Cipularang di Kilometer 149. “Tahun depan, 100 persen mobil masuk dari jalan tol, menyusuri jalan yang lebar dan nyaman sampai di sini,” kata Ridwan Kamil.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil salat berjamaah saat meninjau Masjid Al Jabbar di Gede Bage, Bandung, Jawa Barat, 26 Desember 2022. TEMPO/Prima mulia

Mereka juga hendak membangun jalan tembus dari Jalan Soekarno-Hatta. Namun diperlukan pembebasan lahan dimulai dari sebelah kantor Kepolisian Daerah Jawa Barat. “Akan dirapatkan segera dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)," ujar Ridwan Kamil dalam kesempatan berbeda. Di luar pembuatan jalan baru, Pemerintah Provinsi akan menyiapkan kendaraan antar-jemput atau shuttle dari Stasiun Cimekar, yang jaraknya kurang dari 2 kilometer di timur masjid.

Pemilihan lokasi masjid raya ini memang menjadi pertanyaan banyak orang. Ada yang bilang, untuk apa membangun masjid di tengah sawah.

Gedebage sesungguhnya bukanlah daerah yang sepi-sepi amat. Tak jauh dari masjid, kurang dari satu kilometer di selatan, berdiri Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), stadion berkapasitas 38 ribu orang yang menjadi kandang Persib Bandung.

Ridwan Kamil, saat menjabat Wali Kota Bandung periode 2013-2018, memproyeksikan Gedebage sebagai lokasi bisnis baru. Dia hendak membangun Bandung Teknopolis, kawasan berbasis teknologi, di sana, tapi tak terwujud.

Gedebage juga tak jauh dari Stasiun Tegalluar, perhentian paling ujung kereta cepat Jakarta-Bandung yang sedang dibangun PT Kereta Cepat Indonesia China. Belakangan, pemerintah memutuskan pengoperasiannya hanya sampai Padalarang, di sisi barat Bandung. Sedangkan Tegalluar menjadi tempat parkir kereta cepat.

Jalur Kereta Cepat Jakarta Bandung di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 10 November 2022. TEMPO/Prima Mulia

Ridwan Kamil mengatakan pemilihan lokasi di Gedebage bermula dari pembicaraan panjangnya dengan Gubernur Ahmad Heryawan pada 2015. Heryawan mencari lahan untuk membangun masjid provinsi. Awalnya, dia hendak memperluas Masjid Agung Bandung, milik pemerintah kota, untuk dijadikan masjid provinsi. Namun rencana itu batal karena keterbatasan lahan.

Mereka pun melirik Gedebage. Heryawan mendapat gambaran bahwa masjid itu bisa menampung bobotoh, julukan pendukung Persib, untuk salat bersama setelah menonton tim kesayangan mereka di Stadion GBLA. Di Gedebage, Pemerintah Provinsi juga berencana membangun embung. Pada 2015, mereka telah menyiapkan dana untuk membeli lahan warga guna membangun embung bersama Balai Besar Wilayah Sungai Citarum.

Ridwan Kamil pun mengajukan diri merancang masjid tersebut. Kepada atasannya, dia mengatakan Gedebage sebagai daerah rawan banjir. "Sehingga sebaiknya membangun infrastruktur antibanjir, yaitu danau retensi," ujar dia. Muncullah ide membangun masjid "terapung" di atas embung. Pembangunan masjid yang rencananya dimulai pada 2016 diundurkan menjadi akhir 2017.

Hingga pengujung masa jabatan Ahmad Heryawan, pada 2018, Masjid Al Jabbar baru terbangun 51 persen. Di era Ridwan Kamil, pembangunan masjid terhalang pandemi Covid-19. Dana pembangunannya, yang mencapai Rp 1 triliun, dialihkan untuk perang melawan virus corona.

Setelah molor sekian lama, pada akhirnya, Masjid Al Jabbar dibuka untuk publik pada pekan lalu. Sejak itu, masjid raya ini tak pernah sepi pengunjung. “Baru mendingan (sepi) pukul 01.00 pagi. Terus ramai lagi mulai pukul 04.00 subuh,” kata Devan Andriawan Putra, 19 tahun, pemilik kedai makan yang menempati rumah yang berada persis di depan gerbang masjid.

AHMAD FIKRI (BANDUNG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus