Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sanur, Bali, sebuah kota yang terkenal dengan pantainya yang indah, kini memiliki ambisi baru yaitu menjadi pusat industri perfilman dunia. Penyelenggaraan Bali International Film Festival (Balinale) yang ke-17 di Bali, yang berlangsung pada 1-7 Juni 2024 di Cinepolis Plaza Renon, Denpasar, merupakan langkah nyata untuk mewujudkan visi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Antara, Deborah Gabinetti, Founder dan Director Balinale, menyatakan bahwa festival ini tidak hanya bertujuan untuk mempertemukan para pelaku industri perfilman internasional, tetapi juga untuk menjadikan Sanur sebagai pusat industri perfilman dan hiburan berskala global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Balinale menyadari betapa pentingnya promosi industri perfilman Indonesia, seni, dan budaya yang hadir melalui cerita lokal, serta mendorong pertumbuhan industri kreatif dalam negeri yang berpusat di Sanur,” ujarnya.
Salah satu aspek terpenting dari penyelenggaraan Balinale adalah dukungan kepada para pembuat film, baik pemula maupun yang sudah mapan, melalui program pelatihan dan pertukaran pengetahuan. Gabinetti menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi ekonomi kreatif yang luar biasa dengan talenta yang melimpah.
Balinale tahun ini berfokus pada keragaman film-film independen dari Indonesia dan internasional. Gabinetti berharap agar produser, direktur, dan talenta muda Indonesia mendapatkan referensi baru yang tidak hanya terpaku pada Hollywood. Dunia perfilman menawarkan berbagai cara untuk menggambarkan kemanusiaan melalui sinematografi, animasi, teknologi, dan gaya dramatis yang beragam.
Balinale 2024 didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). M Amin Abdullah, Direktur Musik, Film, dan Animasi Kemenparekraf, menyatakan bahwa Balinale menjadi ajang bertemunya para pekerja industri kreatif film untuk memajukan perfilman Indonesia.
“Balinale memiliki spesifikasi untuk mempertemukan pelaku industri dari berbagai negara dan menjadi daya dorong untuk promosi wisata serta penciptaan lapangan pekerjaan baru,” katanya.
Menurut Abdullah, Balinale akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap Bali. Festival perfilman ini memiliki kekayaan intelektual yang bisa menghasilkan produk-produk turunan.
Penyelenggaraan Balinale juga menjanjikan tradisi pencerahan pikiran dan membuka hati melalui pilihan 60 film beragam genre dari 25 negara, termasuk 45 film yang berstatus premiere.
Dilansir dari laman resmi Balinale, sejak didirikan pada 2007 oleh Bali Film Center (BFC), Balinale dikenal secara internasional karena keragaman program dan kekuatan filmnya dalam mendorong pertumbuhan budaya dan nilai-nilai komersial di Indonesia. Festival ini juga berfungsi sebagai platform penting untuk mempromosikan sinema Indonesia, mendorong pertukaran budaya, dan mendukung pengembangan pendidikan melalui lokakarya dan seminar.
Visi Balinale adalah memajukan industri kreatif Indonesia dan membina dialog dengan mitra internasional. Misinya adalah memberikan pertunjukan bagi sinema terbaik dari Indonesia dan seluruh dunia. Dengan dukungan pemerintah pusat dan provinsi, serta partisipasi aktif dalam acara-acara industri global, Balinale berkomitmen untuk menjadi motor penggerak dalam penciptaan pertemuan kreativitas global.
Beberapa film yang ditayangkan di Balinale tahun ini antara lain:
- Point of Change karya Rebecca Coley, United Kingdom
- Othelo, The Great karya Lucas H. Rossi dos Santos, Brazil
- The Gospel of The Beast karya Sheron Dayoc, Philippines
- Daaaaaali! karya Quentin Dupieux, France
- And That's for This Christmas karya Peter Vulchev, Bulgaria
- The Steak karya Kiarash Dagar Mohebi, Iran
- Dhvani - The Sound Around karya Anurag Dwivedi, India
- I’m Hip karya John Edward Musker, Amerika Serikat
- The Architecture of Love karya Teddy Soeriaatmadja, Indonesia
Dengan langkah-langkah strategis ini, Sanur diharapkan dapat mewujudkan ambisinya menjadi salah satu pusat perfilman dunia, memperkuat industri kreatif lokal, dan menarik perhatian global.
Pilihan editor: Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional