Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Antara mawar dan telur

Editor: melly g. tan resensi oleh: s.i.poeradisastra. (bk)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GOLONGAN ETNIS TIONGHOA Dl INDONESIA Editor: Mely G. Tan. Ph.D. Diterbitkan oleh P.T. Gramedia Jakarta, 1979 untuk Leknas-LlPI dan Yayasan Obor Indonesia Tebal xx 99 halaman, 21 x 14 cm BUKU kecil Dr. Mely G. Tan ini mencoba mengajak kita berkenalan dengan 'masalah Tionghoa'. Buku ini berisi tiga karangan. Kata pengantar oleh editor h. vii-xx yang saya kira sangat padat, tetapi justru karena itu terlalu singkat dan kurang cukup untuk mengantarkan kita kepada persoalannya. Bab I Golongan Minoritas Tionghoa oleh peneliti berkebangsaan Amerika Dr. G.W. Skinner h. 1-29. Bab Il Peranan Orang Tionghoa dalam Perdagangan oleh bekas menteri keuangan R. I. Dr. Ong Eng Die, yang diangkat dari disertasinya Chineezen in Nederlandseh-lndie (1943) (h. 30-73). Bab III studi mengenai Kewiraswastaan di Negara-negara Sedang Berkemban: Kisah Sebuah Perusahaan Tionghoa di Indonesia (h. 74-94). Karangan ini ditulis oleh Dr. J. Panglaykim dan Dr. I. Palmer, diangkat dari Journal of South East Asian Studies IV:I (Maret 1970). Judul bab terakhir ini saya kira terlalu panjang. Bukankah yang dibicarakan hanya Oei Tiong Ham Concern di Semarang? Kata pengantar editor dan karangan Dr. Skinner cukup aktual, tapi pemuatan bab dari karangan Dr. Ong Eng Die, sekalipun sangat berharga sebagai bahan keterangan latar belakang, namun dilihat dari aktualitasnya perlu dipertanyakan apakah mengena (relevan)? Bab III cukup menarik hati dan bagian akhirnya aktual, tapi tidak merupakan tipikalitas perusahaan-perusahaan Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Oei Tiong Ham Concern merupakan keistimewaan dan kecualian . Hal-hal lain yang secara hakiki perlu dipertimbangkan adalah tepat tidaknya menggabungkan orang-orang Tionghoa asing (RRT atau Taiwan) dengan WNI, sekalipun berdasarkan kesamaan ethnisitas? Orang-orang asing merupakan tamu yang orientasinya kepada negaranya, padahal warganegara memilih pemukiman turun-temurun di Indonesia sebagai sesama tuan-rumah. Orang asing dapat diusir secara sederhana dengan mencabut atau tak memperpanjang visanya. Warganegara di dalam keadaan bagaimana pun akan tetap di Indonesia, tak dapat dan tak boleh diusir. Mereka ikut memiliki negara ini dengan segala konskuensinya. Mereka terikat oleh kesetiaan kepada Undang-undang Dasar. Mereka wajib memikul senjata di dalam pertahanan negara sebagai kewajiban, tapi juga sebagai hak. Mengenai merekalah berlangsungnya polemik panjang tentang integrasi atau asimilasi sebagai cara membina kesatuan bangsa. Yang pertama menganggap "Apakah di dalam nama, kalau mawar tetap harum semerbak sebagai sediakala juga dengan nama lain?" (William Shakespeare). Yang kedua menganggap "Telur sepetarangan jangan sampai ada yang warnanya lain-lain." Persoalan ini tak ada di dalam hal orang-orang asing. Emosional? Komposisi penyumbang-penyumbang dapat dimaklumi terdiri dari tiga peranakan Tionghoa (satu dari Jabar dan dua dari Jateng) serta dua orang kulit putih. Sumbangan-sumbangan memang menghindari soal-soal politik yang kontroversial, bertolak dari sudut sosiologi dan politik. Para penyumbang terdiri dari tiga ekonomis dan dua sosiologis. Mengapa tak ada sumbangan dari golongan mayoritas? Takut terlalu emosional? Banyak yang dapat diharapkan mampu menghindari emosionalitas. Saya ingin menyarankan untuk pada kemungkinan cetak ulang mengikut sertakan seorang dari mayoritas di dalam dialog mengenai golongan keturunan Tionghoa ini, karena kaitan persoalan minoritas ini dengan politik. Hingga ke manakah berhasilnya pemecahan masalah ini gemantung kepada penerapan suatu kebijaksanaan politik yang arif dan berwawasan luas berdasar landasan kepentingan nasional. Mengapa minoritas? Karena itu realitas sejarah dan sosial. Apakah minoritas itu kelak akan mengakhiri eksistensi diri sebagai- minoritas adalah hak mereka. Mungkin ada yang menganggap sebagai idel hapusnya minoritas. Sebaiknya kita serahkan saja kepada jalannya sejarah. Namun sekurang-kurangnya wajib kita hapuskan persoalannya, yakni persoalan minoritas. Persoalan itu tentu akan terhapus kalau kelak tak ada lagi ganjalan emosional golongan di dalam interaksi kehidupan nasional. Antara lain berupa penyatuan tata hukum dan penghapusan jurang-jurang sosial. Dan kalau iklim kejiwaan dan budaya telah berakar kuat atas landasan persamaan hukum bagi semua warganegara. Si Anak Hilang Ketentuan seperti Keppres no. 14/1979 perlu dijuruskan kepada perkembangan produksi dan pemerataan distribusi barang dan jasa. Pertumbuhan sehat golongan menengah Indonesia pada akhirnya akan ditentukan oleh perlombaan sehat dan adil tanpa terlalu membebani keuangan negara. Namun perubahan struktural masyarakat Indonesia tak memungkinkan kedudukan monopoli sesuatu golongan di bidang perdagangan. Ini diakui Ong Eng Die dalam karangannya (Mely G. Tan, 1979, h. 42). Dalam pada itu kepada saudara-saudara kita warganegara Indonesia keturunan Tionghoa bolehlah kiranya disampaikan, bahwa hanyalah apabila mereka memberi secara maksimal kepada nusa dan bangsa, mereka akan memperoleh simpati maksimal bagi tuntutan mengenai hak mereka sebagai anggota-anggota suatu keluarga besar. Perlu kiranya mereka hindari sikap Si Anak Hilang yang ingin diberi lebih banyak ketimbang saudara-saudara mereka. Dari mereka dituntut kemampuan menyesuaikan diri secara kreatif pada masa peralihan ini. Tiada alasan sah bagi suatu kecemasan golongan, karena di samping bidang perdagangan pun masih tersedia cukup tempat untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa yang senantiasa memerlukan ketrampilan teknikal dan kemahiran tatalaksana. Keberhasilan mereka untuk sebagian besar akan ditentukan oleh keikhlasan dan kemampuan mereka melintasi masa peralihan sekarang. S.I. Poeradisastra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus