Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mempertahankan akar, bukan "bunga"

Pekan tari rakyat tingkat nasional iii, di istora senayan, pesertanya makin meningkat. dibutuhkan tangan ahli agar penyesuaian tari rakyat menjadi tontonan, tidak kehilangan asal usulnya yang otentik.

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMANG tak mudah menampilkan sebuah 'tari rakyat' selama 5 sampai 10 menit, tanpa kehilangan 'nilai dan ciri khas' kerakyatannya. Apalagi kalau nilai dan ciri khas itu belum benar-benar dipahami. Sementara itu predikat 'penyaji terbaik' mendorong banyak peserta menata tarinya ke arah sofistifikasi, kerapian, menghilangkan spontanitas dan kesederhanaan yang menjadi ciri khas tari rakyat. Pekan Tari Rakyat Tingkat Nasional III (Istora Senayan, 24 s/d 26 November 1979), sekalipun begitu menunjukkan beberapa kemajuan. Pertama, jumlah peserta makin meningkat. Sehingga sampai sekarang telah dipertunjukkan 73 (20+26+27) buah tari rakyat dari berbagai provinsi (walau jumlah penonton diakui semakin berkurang!). Kedua pengertian 'tari rakyat' sendiri sudah semakin lurus. Tak lagi ada penataan yang mengarah ke tari 'klasik'. Dan akhirnya, di beberapa provinsi usaha membangkitkan kreatifitas masyarakat dalam tari cukup mendapat sambutan. Sayang yang terakhir ini tak selalu dalam arah positif. Meski begitu sampai dengan pekan ketiga ini masih saja tercampur penampilan tari rakyat (yang ditata secukupnya untuk kebutuhan pekan) dengan garapan tari -- yang menggunakan tari rakyat hanya sebagai bahan. Penampilan jenis kedua inilah yang kadang-kadang meleset gagal tampil sebagai tari rakyat, karena digarap sedemikian rupa sehingga kehilangan semangat dan jiwa kerakyatannya. Munculnya minat menggarap tentu harus dianggap gejala yang posifif. Namun di samping dibutuhkan arahan yang lebih jelas, agaknya juga diperlukan wadah pembinaan yang terpisah. Berbeda dengan sebuah tari garapan, tari rakyat bukanlah hasil pemikiran intelektuil melainkan lebih merupakan cerminan pengalaman emosional bersama dari suatu masyarakat pedesaan. Tarian rakyat tampil dengan utuh jika dilakukan di tempat asalnya oleh masyarakat pendukungnya -- dan dalam sebuah rangkaian upacara yang bersangkut paut dengan keperluan mereka. Dalam bentuknya yang asli, sebuah tarian rakyat sering bukan tari pertunjukan-- bahkan ada kalanya dilakukan lebih sebagai kesenangan sehingga lebih dekat ke dunia 'permainan'. Beberapa ciri khas yang dimilikinya adalah sederhana, spontan, merupakan ekspresi komunal masyarakat pemiliknya. Untuk keperluan sebuah pekan, dengan batasan waktu dan tempat yang berbeda, tentu saja harus ada penyesuaian. Dengan kata lain perlu penataan secukupnya. Toh kita tidak mengharapkan hasil garapan yang kemudian lahir ternyata puNs dari akarnya. Untuk menjaga hal ini, peranan orang-orang tua pemilik tarian dalam proses persiapannya masih tetap harus dipikirkan. Kita memang harus mempertahankan akar ibarat tanaman, sekuntum bunga yang dimaksud tak mungkin dihasilkan oleh akar pohon yang berbeda. Yang Berusia Muda Dalam pekan ini, usia penari yang tampil sangat bervariasi. Ada provinsi yang menampilkan para penari tua pemilik tarian -- yang walaupun dari segi fisik kurang menguntungkan tetapi mampu mempertunjukkan jiwa dan semangat kerakyatan yang sesungguhna. Sementara ada pula yang menampilkan para penari remaja (bahkan anak-anak) yang dengan fisik lebih segar acap kehilangan semangat asli. Kegairahan generasi muda tentu menggembirakan. Yang mesti dikaji apakah mereka benar-benar gandrung, atau hanya terpikat sesaat oleh biaya dan janji hendak dibawa ke Jakarta. Juga, seberapa jauh sebenarnya mereka mewakili generasi muda yang ada? Betapapun, pewarisan kemampuan tidak seharusnya hanya pewarisan bentuk luar -- melainkan juga jiwa dan semangat. Kecenderungan bentuk luar ini dapat dilihat pada penampilan para peserta yang muncul dengan selera "pop". Pewarisan itu sebenarnya dapat saja dilakukan lewat jalur sekolah umum. sukankah tari telah masuk kurikulum SD, SMP, SMA? Tari rakyat adalah materi yang sesuai -- sebelum sampai ke bentuk-bentuk tari yang lebih berbobot. Memang, untuk dapat menjadi "sarana pendidikan", tari rakyat mesti diolah dan disesuaikan lebih dahulu -- dan ini membutuhkan tangan para ahli. Lagi pula benNk yang begini biasanya tak lagi disebut tari rakyat, melainkan "tari pendidikan". Tak apalah. Sebab kesinambungan generasi dengan demikian tampak mendapat penunjang -- dengan catatan perawatan asal-muasal tarian yang bersangkutan tak dilupakan. Pemutusan hubungan dengan akar, yang menyebabkan bunga dan daun kering dan layu, sering terjadi justru di daerah. Ada baiknya juga membatasi materi pekan mendatang dengan tari rakyat yang lebih "otentik". Yang tetap memiliki jiwa dan semangat sederhana, spontan, dan merupakan ungkapan emosional bersama masyarakat pendukungnya. Tapi pertanyaan yang menggoda mengapa jumlah penonton makin menurun? Sal Murgiyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus