Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Si perampok ganteng

Orang-orang merasa aneh melihat perbuatan orang tampan merampok. anak kelas kambing lulusan sla mencuri uang disebut perampok & penjahat. orang gagah bersafari, merampok kantornya, bebas di luar negeri.

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINI sudah ada bintang baru lagi di hati gadis-gadis Bandung. Bak cerawat nama bintang tersebut melambung di ruang durjana surat kabar. Dan berbondong-bondonglah para gadis itu pergi ke penjara untuk mengintip si perampok 50 juta itu. Soalnya dia itu berwajah ganteng. Ya ya, muka-muka jelek boleh saja mencoba merajai pemandangan, tapi buktinya kegantengan masih tetap laku. Boleh saja semua penjahat itu diperankan oleh muka-muka jelek, tapi dunia tetap saja ditipu oleh orang-orang ganteng dan gagah, lengkap dengan baju safarinya, kitab sucinya, tanda kepangkatannya, dan mobil mersinya. Maka itu akan segala laporan, hematan dan ramalan perihal kedurjanaan di Indonesia ini para putri Bandung tak berapa cam. Apaan semua itu, katanya. Mentang-mentang orang itu nakal. apa dia lantas mesti dianggap tidak punya tampan sama sekali? Mana statistik kegantengan para bergajul? Akibat penggelapan tampan itu maka keruan saja orang menjadi bingung di kala menghadapi perampok ganteng, apalagi perampok ayu. Seorang sarjana sampai bingung dan bertanya begini kepada neng Gantana Gintini: "Bagaimana nih, pemuda begitu ganteng kok menyikat 50 juta? Apa pendapatmu?" Kenapa ini sampai dibagaimanakan, itu yang tidak dimengerti Gantana Gintini. Maka itu dia merawak saja: "Ah, belum sepuluh milyard. Satu milyard saja belum." "Lho?? .... Tapi memang sudah tidak mudah sekarang ini untuk membangunkan Gintini dengan kejutan marah. Sebab apalah sekarang ini arti membegal 50 juta itu. Untuk bisa melakukannya orang tak perlu lagi menjadi pejabat tinggi dulu. Lagi pula sasaran Gintini kini ialah milyarder, dan sasaran milyarder tentu saja Gintini. Klop. Baiklah. Sang sarjana bingung tadi mencoba membetulkan benak Gintini. "Gantengnya itu lho Tin. Kan aneh kalau orang ganteng itu merampok?" -- Ah, biasa saja ah. Pacar saya buat bulan ini juga ganteng dan gagah seperti oom, dan ternyata kerjanya cuma merampok kantornya sendiri. Oom saja yang aneh. -- Tini sayang. Saya ini bertanya baik-baik kok dibilang . . . -- Tak usya ya pakai sayang-sayang. Oom punya berapa juta sih? Coba Oom. Mentang-mentang dia itu anak kelas kambing yang matanya rambang dan kesandung di SMA lalu menggaet duit sekantong maka dia dikatakan perampok dan penjahat. Lantas karena mukanya cakep, perbuatannya disebut aneh. Gimana sih . . . ! -- Siapa-siapa yang merampas uang orang lain itu penjahat dan perampok! -- Alaa, oom ini seperti tidak tahu saja. Coba, bekas pacar saya cuma disebut .... bagaimana ya .... o ya ... pengalih dana demi pemanfaatan usaha di luar garis kebijaksanaan .... aduh, bingung deh oom kalau baca bahasa di koran-koran itu. Buat saya dia sih cuma perampok saja. Sayang dia sudah pergi jauh, tapi untung gantinya banyak. -- Pergi jauh? Di mana dia ditahan? -- Alaa oom ini kenapa terus pura-pura saja sih. Tentu saja dia itu pergi ke luar negeri, soalnya dia itu perlu mencari resep obat pilek dari dokter internasional. -- Maklumlah Tin, dokter-dokter kita masih belum mengerti penyakit pilek . . . -- Allaa sudah ah! Oom ini ngaku sarjana tapi ngomongnya kok begitu sih! . . . Daag! . . . Sampai ketemu di New York ya? -- Ee ee, tuunggu duulu! . . . Mau ke mana neng? Dan dengan goyangan gasang-gemulai lesaplah Gantana Gintini di liku jalan. Oom doktorandus Kokoprak Lontreng memang terigau sejurus, tapi ah, masa bodohlah. Lontreng selalu percaya bahwa siapa-siapa yang tidak ikut mumpung akan tetap buntung, dan untungnya bagi pemumpung seperti dia sudah terjamin hak bebas-buntung. Dengan "bel kucing" saja, kata Lontreng, "segalanya bisa diatur". Memang tiga kata mukjizat itu menghiasai kamar kerjanya sebagai lukisan 'puisi kongkrit', indah berkambi bumban bunga wijayamala. Dan dengan kehendak mengatur si Ganteng maka meluncurlah roda-empat drs. Kokoprak yang Lontreng ini menuju penjara. -- Selamat siang Ganteng! Wah . . . kamu ini sebetulnya harus jadi bintang film lho! Sayang ya bahwa kamu harus ngendon di sini. -- Soalnya belum ada koneksi Oom. Maklumlah saya ini bukan anak orang berbangsa. -- Aahhh, jangan khawatir. Semua gampang diatur. Pokoknya begini saja .... Mana uang yang 50 juta itu? -- Sudah habis dong oom . . . ! Habis, orang itu merampok buat apa?! -- Buat apa? ! . . . Buat apa? ! . . . Sialan ! Jadi kamu juga? ! Uang segitu banyak habis dalam dua minggu? Kamu ini sinting atau apa?! -- Alaa, kenapa sih oom ini pura-pura kaget . . . Itu kan biasa, oom. -- Samber gledek! .... Ini dari tadi kok saya terus disebut pura-pura itu bagaimana sih? .... Mana buktinya saya pura-pura? Kamu kok tahu saya ini pura-pura? Mana buktinya jangan mengada-ada ya! -- Alaa oom ini jangan pura-pura tidak pura-puralah . . . Pakai minta bukti segala . . . Uang saya habis di tempat-tempat langganan oom sendiri, dan saya sendiri melihat oom main di sana. Oom lepaskanlah dulu saya dari sel ini, nanti gampang saya buktikan, dan saksinya banyak. Ada yang namanya Gintini, ada . . -- Weh! .... Kalau begitu kamu lebih baik terus nongkrong di sini saja seumur hidup. Sudah ya! . . . Sampai ketemu di akhirat. -- Eee tuunggu duulu dong oom . . . Mau ke mana? Kalau lima juta sih masih ada oom! Mau apa enggak? Sang Kokoprak lari terbirit-birit ke luar dan cepat melucup ke dalam mersinya. Sialan! ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus