Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ariel dan Raja Langit

Film petualangan dan musikal untuk segmentasi yang sering dilupakan: anak-anak.

15 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Coretan gambar komik karya Erwin Primaria membuka cerita. Tersebutlah sebuah dusun. Di sana tinggal seorang ahli obat mujarab yang mampu mengobati berbagai penyakit. Ia terkemuka dan menjadi kaya. Namun, perampok bengis mengubah semua kejayaan. Sang istri dibunuh—mening-galkan bocah yang disembunyikan.

Demi melampiaskan dendam kesumat, ia meracik ramuan hebat agar tubuhnya menjelma menjadi mahadaya. Ramuan terlalu dahsyat. Tubuhnya tercerai-berai. Sisa tetesan di botol secara tak sengaja diminum buah ha-tinya yang seketika menjadi kuat dan besar. Ia dan ayahnya sama, diliputi dendam membatu.

Tersebutlah si Mata Api, penjahat dengan dua kaki tangan, di bukit sampah—kawasan seram karena sering terjadi penculikan anak-anak untuk diajari perbuatan kriminal.

Syahdan, di bagian lain di bumi, seorang murid kelas V SD Cahaya Hati sedang berlatih operet sekolah Ariel dan Raja Langit di bawah bimbingan Ibu Guru Sinaga (Indy Barendz) dan Sissy Pricilla (Ada Apa dengan Cinta?—Red.)

Ariel (Ariel Tatum) anak pintar dan berasal dari keluarga berada. Raja Langit diperankan oleh Galang (Sulton Max), juga seorang juara kelas. -Bedanya, Galang sehari-hari naik Metro Mini dan malas minum susu. Ia dicap sebagai anak nakal oleh guru lantar-an fitnah Mika dan Romi, dua anak be-ngal di kelas.

Suatu hari, tiara yang akan mesti- dipakai Ariel di panggung disembunyikan Galang di tempat sampah. Galang membalas Ariel karena menye-babkan cambuk Raja Langit (pro-perti panggung) disita kepala sekolah.

Tiara itu berjalan jauh ke tem-pat pembuangan akhir sampah. Ariel- me---nangis karena ibunya (Cornelia -Agatha) akan marah besar. Pencarian- sia-sia. Mereka mencarinya bukan di pembuangan sampah SD Cahaya Hati, tapi di panti asuhan yang namanya sama.

Petualangan mulai ketika Ariel di-culik anak buah si Mata Api. Galang memberi tahu guru, namun cap anak nakal membuat ia diusir. Ditemani mantan korban Mata Api, ia berani mendatangi tempat menghilangnya anak-anak secara misterius.

Ini film anak-anak keempat yang diarahkan Harry Dagoe. Setelah Men-cari Pelangi (1998), Berdongeng Peri (1998), serial televisi Ratu Malu dan Jenderal Kancil (2003-2004)—ketiga-nya diputar di ANTV—dan film pendek Happy Ending (1995) yang dia menjadi produser sekaligus penulis skenarionya, Harry kelihatan menemukan pelabuhan hati. Bagi Harry, masa kanak-kanak penuh keajaiban dan -keunikan. ”Sebuah pendapat masa lalu dan membawa pesan,” kata pria kelahiran Jakarta 12 Desember 1969 itu. Banyak pesan dalam film ini—anak nakal seperti Galang tidak selalu harus disepelekan, atau Ariel yang tak punya teman ketika ada masalah.

Selain film anak, Harry punya peng-alaman membuat film dewasa. Pada 1994, model iklan permen kacang dan aktor Kuldesak (1995) ini membuat serial TV Buana Jaka (RCTI), acara komedi situasi Senggal Senggol (RCTI), sinetron Ali Topan Anak Jalanan (SCTV), dan Pachinko and Everyone’s Happy (2001).

Belakangan, ia kelihatan ber-gairah membuat film anak setelah film pendek Happy Ending terpilih sebagai Outstanding Short Film pada International Pusan Film Festival I di Korea pada 1996. Semula Harry bermaksud meng-angkat Ratu Malu dan Jenderal Kancil ke layar lebar, tapi batal. ”Ba-nyak film diangkat dari serial TV,” kata lulusan Institut Kesenian Jakarta, Jurus-an Penyutradaraan, ini.

Dalam film berdana Rp 2,4 miliar ini, Harry kembali merangkap tugas, mulai dari memproduksi, sebagai sutradara, penulis cerita asli, skenario, juru kamera, penyunting, sampai pencipta lagu. Ini bukan yang pertama kali. Dalam beberapa produksi, Ratu Malu dan Jenderal Kancil, Pachinko, ia jadi aktor, penulis, penyunting, pe-nulis lagu, dan produser. ”Dari dulu sudah terbiasa. Khusus soal kamera dan penyuntingan, lebih mengandalkan kepekaan pribadi,” kata Harry. Ia mengakui, akibat kerja rangkap itu, konsentrasinya terpecah.

Sebagai sineas film anak-anak, Harry memang diakui setelah ia dinobatkan sebagai sutradara terbaik pada Festival Sinetron Indonesia 1998. Mencari Pelangi juga terpilih sebagai sinetron terbaik. Di ajang Festival Film Bandung, cerita Ratu Malu dan Jenderal Kancil menjadi sinetron anak-anak terpuji dan meraih penghargaan penulis skenario terbaik. Terlebih lagi, langkah Harry perlu didukung karena sudah lama sekali kita tak melihat film anak-anak karya sineas Indonesia di layar lebar yang meledak setelah Petualangan Sherina yang diarahkan Riri Riza.

Evieta Fadjar P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus