Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Arjuna mudik, ke yogya

Pengarang: yudhistira anm massardi jakarta: cypress, 1980 resensi oleh: sapardi djoko damono. (bk)

26 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARJUNA NIENCARI CINTA (Part 11) Karangan: Yudhisrira A.N.M. Massardi Terbitan: Cypress, 1980 Tebal: 191 DI akhir Arjuna Mencari Cinta bagian pertama diceritakan tentang kejengkelan, kemarahan, dan keputusasaan si Arjuna menghadapi kenyataan hidup kelas menengah papinya sedang berpacaran dengan sekretarisnya sendiri, Pergiwati. Padahal tokoh kita ini menaruh hati pada si gadis manis Kisah petualangan cinta karya Yudhis itu selesai begitu saja, tanpa ada pertanda apa pun bahwa akan ada kelanjutannya. Ternyata tiga tahun kemudian ki dalang duduk kembali di depan kelir dan menawarkan sambungan dunia rekaannya. Dalam buku pertama, Arjuna diceritakan sebagai pemuda SMA yang jatuh bangun menghadapi lingkungannya. Dalam part II ini ia melarikan diri dari Jakarta ke Yogya, menjadi mahasiswa, dan kemudian drop out. Oleh sebab itulah novel ini juga bersubjudul Arjuna Drop Out. Seni Pop Berbeda dari berpuluh novel lain sezamannya, Arjuna Mencari Cinta mengejek dirinya sendiri. Berulangkali Yudhis berhasil menggiring kita ke sudut-sudut dunia rekaannya dan menjebak kita dalam berbagai situasi konyol. Ia kemudian menertawakan kita, atau mengajak kita menertawakan kekonyolan kita. Ironilah yang menyebabkan buku itu menjadi bacaan bermanfaat, dan yang sekaligus membedakannya dari kebanyakan novel lain. Di samping itu terasa benar adanya niat pengarang untuk menghindar dari suatu konvensi penting, yakni memberi petuah. Dasar inilah barangkali yang melandasi penilaian Umar Kayam, yang mengatakan novel itu lebih pantas digolongkan ke dalam seni pop dan bukan seni populer. Namun tiba-tiba terbit bagian kedua, semacam sambungan yang sebelumnya harangkali tidak direncanakan si pengarang sendiri. Beberapa sifat Arjuna memang diturunkan dari penengah Pandawa dalam pakem wayang purwa, tetapi novel ini bukan semata-mata parodi. Ia berbeda dari drama Jaka Tarub, karangan Akhudiat, misalnya, yang memang didasarkan dan sekaligus mengejek cerita rakyat Jawa itu. Dalam novel Yudhis ini kita menjumpai Cakil, Semar, Dewi Sulawesi, Setyowati, dan Sumbadra--tetapi hubungan antara mereka itu sama sekali tidak sesuai dengan pakem. Yudhis boleh dikatakan asal menggunakan nama-nama itu agar si Arjuna tidak merasa asing di tengah-tengah kehidupan modern ini. Kena pukul skandal papi dan sekretari.snya, Arjuna mudik ke Jawa. Ia tinggal di Yogya bersama eyangnya, Draupadi. Sejak keberangkatannya tokoh kita itu terlibat dalam berbagai peristiwa dengan perempuan. Berlainan dengan Arjuna pakem, tokoh rekaan Yudhis ini senantiasa dirundung kegagalan dalam petualangan cintanya. Dari segi ini Arjuna Mencari Cinta bisa dianggap memiliki unsur-unsur parodi. Arjuna menaruh hati pada Sumbadra, tetapi perempuan itu telah bersuami. Cakil bukan musuh yang ketemu di hutan, tetapi teman sefakultasnya di Gama. Semar bukan panakawan tetapi dosen yang sekaligus juga sahabatnya. Dalam novel ini rupanya peristiwa demi peristiwa diciptakan sebagai gelanggang bagi Arjuna untuk mempertontonkan sifat-sifatnya. Hubungan sebab-akibat tidak begitu dihiraukan. Beberapa peristiwa bahkan terasa sama sekali lepas dari rangkaian petualangan si Arjuna. Satu dua adegan yang melibatkan Putri dan Setyowati, yakni adik dan "kekasih" Arjuna, di Jakarta, misalnya, mengganggu keutuhan novel. Dan harus diakui dalam novel ini Yudhis semakin sadar fungsinya sebagai ki dalang. Ia sadar menghadapi dua dunia sekaligus dunia rekaan ciptaannya sendiri dan dunia pembaca. Dengan demikian ia dengan sadar campur tangan dalam dunia Arjuna dan dunia kita sekaligus. Teknik "campur tangan" serupa itu bukan barang baru dalam penulisan novel kita bahkan sejak zaman sastra lama teknik itu pun sudah dikenal. Yang pantas disayangkan, apabila tiba-tiba dunia pembaca dianggap identik dengan dunia Yudhis, si dalang. Itu tampak dalam adegan antara Arjuna dan Sumbadra. Mengetahui anak Sumbara bernama Pancawala, Arjuna berkomentar, "Memakai nama wayang itu dilarang. lianggap menghancurkan kebudayaan . . . " (Hal. 28). Yang muncul bukan humor, tetapi emosi yang berlebihan. Penjelasan & Petuah Sadar akan popularitas tokohnya (dan novel bagian pertamanya?), Yudhis perlahan-lahan menggeser novel ini dari seni pop ke seni populer. Unsur-unsur yang menjadi bintang dalam novel ini adalah si Arjuna dan ki dalang dengan demikian keutuhannya sedikit teranggu. Mengarah ke konvensi seni populer, Arjuna Mencari Cinta Part 11 menampilkan bagian yang bermuatan penjelasan dan petuah bagi pembaca. Adegan Putri-Setyowati dan kehidupan tukang jual obat membuktikan hal itu. Dan kesadaran si dalang jugalah yang menyebabkan semakin banyaknya dipergunakan bahasa Jawa dalam novel ini, yang sering menimbulkan tanda tanya sebab tidak fungsional. Namun demikian, sebagian penting novel ini tetap menunjukkan kebolehan pengarang menciptakan beberapa peristiwa absurd yang bermakna ganda, sesuatu yang dianggap haram oleh penulis novel populer. Dengan bahasa yang lebih rapi dari novelnya terdahulu, Yudhis masih bisa mengajak pembaca mengejek ketololan diri sendiri. Kita merasakan ke-absurd-an hidup ini ketika di dalam gerbong kereta api penumpang geger gara-gara Arjuna berteriak, "Ada ular." Dan kita pun merasa ada sindiran ketika Cakil mengatakan bahwa sepeda tua Arjuna dipakai selama tiga zaman, "Mulai dari zaman pewayangan, zaman perang kemerdekaan sampai zaman penjajahan Jepang kembali sekarang ini." Dalam pakem, Cakil selalu salah kali ini lewat Yudhis barangkali saja ia mengatakan yang benar. Sapardi Djoko Damono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus