ARJUNA NIENCARI CINTA (Part 11)
Karangan: Yudhisrira A.N.M. Massardi
Terbitan: Cypress, 1980
Tebal: 191
DI akhir Arjuna Mencari Cinta bagian pertama diceritakan
tentang kejengkelan, kemarahan, dan keputusasaan si Arjuna
menghadapi kenyataan hidup kelas menengah papinya sedang
berpacaran dengan sekretarisnya sendiri, Pergiwati. Padahal
tokoh kita ini menaruh hati pada si gadis manis Kisah
petualangan cinta karya Yudhis itu selesai begitu saja, tanpa
ada pertanda apa pun bahwa akan ada kelanjutannya. Ternyata
tiga tahun kemudian ki dalang duduk kembali di depan kelir dan
menawarkan sambungan dunia rekaannya.
Dalam buku pertama, Arjuna diceritakan sebagai pemuda SMA yang
jatuh bangun menghadapi lingkungannya. Dalam part II ini ia
melarikan diri dari Jakarta ke Yogya, menjadi mahasiswa, dan
kemudian drop out. Oleh sebab itulah novel ini juga bersubjudul
Arjuna Drop Out.
Seni Pop
Berbeda dari berpuluh novel lain sezamannya, Arjuna Mencari
Cinta mengejek dirinya sendiri. Berulangkali Yudhis berhasil
menggiring kita ke sudut-sudut dunia rekaannya dan menjebak kita
dalam berbagai situasi konyol. Ia kemudian menertawakan kita,
atau mengajak kita menertawakan kekonyolan kita. Ironilah yang
menyebabkan buku itu menjadi bacaan bermanfaat, dan yang
sekaligus membedakannya dari kebanyakan novel lain. Di samping
itu terasa benar adanya niat pengarang untuk menghindar dari
suatu konvensi penting, yakni memberi petuah. Dasar inilah
barangkali yang melandasi penilaian Umar Kayam, yang mengatakan
novel itu lebih pantas digolongkan ke dalam seni pop dan bukan
seni populer.
Namun tiba-tiba terbit bagian kedua, semacam sambungan yang
sebelumnya harangkali tidak direncanakan si pengarang sendiri.
Beberapa sifat Arjuna memang diturunkan dari penengah Pandawa
dalam pakem wayang purwa, tetapi novel ini bukan semata-mata
parodi. Ia berbeda dari drama Jaka Tarub, karangan Akhudiat,
misalnya, yang memang didasarkan dan sekaligus mengejek cerita
rakyat Jawa itu. Dalam novel Yudhis ini kita menjumpai Cakil,
Semar, Dewi Sulawesi, Setyowati, dan Sumbadra--tetapi hubungan
antara mereka itu sama sekali tidak sesuai dengan pakem. Yudhis
boleh dikatakan asal menggunakan nama-nama itu agar si Arjuna
tidak merasa asing di tengah-tengah kehidupan modern ini.
Kena pukul skandal papi dan sekretari.snya, Arjuna mudik ke
Jawa. Ia tinggal di Yogya bersama eyangnya, Draupadi. Sejak
keberangkatannya tokoh kita itu terlibat dalam berbagai
peristiwa dengan perempuan. Berlainan dengan Arjuna pakem,
tokoh rekaan Yudhis ini senantiasa dirundung kegagalan dalam
petualangan cintanya. Dari segi ini Arjuna Mencari Cinta bisa
dianggap memiliki unsur-unsur parodi. Arjuna menaruh hati pada
Sumbadra, tetapi perempuan itu telah bersuami. Cakil bukan musuh
yang ketemu di hutan, tetapi teman sefakultasnya di Gama. Semar
bukan panakawan tetapi dosen yang sekaligus juga sahabatnya.
Dalam novel ini rupanya peristiwa demi peristiwa diciptakan
sebagai gelanggang bagi Arjuna untuk mempertontonkan
sifat-sifatnya. Hubungan sebab-akibat tidak begitu dihiraukan.
Beberapa peristiwa bahkan terasa sama sekali lepas dari
rangkaian petualangan si Arjuna. Satu dua adegan yang melibatkan
Putri dan Setyowati, yakni adik dan "kekasih" Arjuna, di
Jakarta, misalnya, mengganggu keutuhan novel.
Dan harus diakui dalam novel ini Yudhis semakin sadar fungsinya
sebagai ki dalang. Ia sadar menghadapi dua dunia sekaligus dunia
rekaan ciptaannya sendiri dan dunia pembaca. Dengan demikian ia
dengan sadar campur tangan dalam dunia Arjuna dan dunia kita
sekaligus.
Teknik "campur tangan" serupa itu bukan barang baru dalam
penulisan novel kita bahkan sejak zaman sastra lama teknik itu
pun sudah dikenal. Yang pantas disayangkan, apabila tiba-tiba
dunia pembaca dianggap identik dengan dunia Yudhis, si dalang.
Itu tampak dalam adegan antara Arjuna dan Sumbadra. Mengetahui
anak Sumbara bernama Pancawala, Arjuna berkomentar, "Memakai
nama wayang itu dilarang. lianggap menghancurkan kebudayaan . .
. " (Hal. 28). Yang muncul bukan humor, tetapi emosi yang
berlebihan.
Penjelasan & Petuah
Sadar akan popularitas tokohnya (dan novel bagian pertamanya?),
Yudhis perlahan-lahan menggeser novel ini dari seni pop ke seni
populer. Unsur-unsur yang menjadi bintang dalam novel ini adalah
si Arjuna dan ki dalang dengan demikian keutuhannya sedikit
teranggu. Mengarah ke konvensi seni populer, Arjuna Mencari
Cinta Part 11 menampilkan bagian yang bermuatan penjelasan dan
petuah bagi pembaca. Adegan Putri-Setyowati dan kehidupan tukang
jual obat membuktikan hal itu. Dan kesadaran si dalang jugalah
yang menyebabkan semakin banyaknya dipergunakan bahasa Jawa
dalam novel ini, yang sering menimbulkan tanda tanya sebab tidak
fungsional.
Namun demikian, sebagian penting novel ini tetap menunjukkan
kebolehan pengarang menciptakan beberapa peristiwa absurd yang
bermakna ganda, sesuatu yang dianggap haram oleh penulis novel
populer. Dengan bahasa yang lebih rapi dari novelnya terdahulu,
Yudhis masih bisa mengajak pembaca mengejek ketololan diri
sendiri. Kita merasakan ke-absurd-an hidup ini ketika di dalam
gerbong kereta api penumpang geger gara-gara Arjuna berteriak,
"Ada ular." Dan kita pun merasa ada sindiran ketika Cakil
mengatakan bahwa sepeda tua Arjuna dipakai selama tiga zaman,
"Mulai dari zaman pewayangan, zaman perang kemerdekaan sampai
zaman penjajahan Jepang kembali sekarang ini." Dalam pakem,
Cakil selalu salah kali ini lewat Yudhis barangkali saja ia
mengatakan yang benar.
Sapardi Djoko Damono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini