BUKAN pasar malam Beijing. Tapi pelataran di depan gedung Gerbang Damai Surgawi dipadati manusia siang dan malam. Para mahasiswa Cina dan masyarakat yang simpati mara ke Lapangan Tienanmen sejak awal bulan lalu. Mereka menuntut penguasa negeri berpenduduk 1 milyar itu untuk melakukan reformasi politik. "Kami butuh demokrasi, kebebasan menyatakan pendapat, hak asasi, kebebasan pers" teriak mereka. Untuk meningkatkan tuntutannya, para mahasiswa melakukan mogok makan. Aksi puasa ini lalu dijawab dengan pemberlakuan "negara keadaan bahaya" -- dan mahasiswa disuruh segera hengkang dari Tienanmen. Kemudian serdadu dikerahkan membendung dan menghalau arus mahasiswa yang datang bagai bah Sungai Kuning itu. Tapi kaum pekerja menghalangi tentara datang. "Aku melindungi para mahasiswa itu dengan tubuhku," kata seorang buruh pabrik. Bahkan seorang perempuan separuh baya menyodorkan semangkuk sup bersama seulas senyumnya pada tentara. "Tak usah kelapangan. Di sini sajalah," ujarnya ramah. Seorang mahasiswa lalu menyodorkan juadah dan berbeka-beka dengan prajurit, sembari bersila. Terasa intim dan bersahabat, ibarat ketemu kerabat. Pada awalnya memang terasa akrab, seperti ketika PM Li Peng, bersama Zhao Ziyang, Hu Qili, dan Qiao Shi, menjenguk mahasiswa yang sedang dirawat di rumah sakit. Tapi situasi kemudian berubah setelah Wuer Kaixi, pimpinan mahasiswa, mendesak penguasa. "Tugas Anda memberantas korupsi. Misalnya, mulailah dulu dari anak Anda sendiri," kata mahasiswa yang muslim itu. Wuer dan 1,5 juta mahasiswa di RRC dengan itu mengharap segera ada penyelesaian: Demo Damai berakhir tanpa kekerasan. Agar mereka kembali ke bangku kuliah, belajar bersama lagi dengan teman. Sebab, Beijing memang bukan pasar malam.Burhan Piliang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini