Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Berkibarnya dagang rock

Konser rock tidak saja melanda di negara-negara maju, kini sudah sampai di indonesia dan kian digandrungi kawula muda. kelompok pengusaha berebut jadi sponsor. tawaran chrysler us$ 12 juta ditolak.

29 Oktober 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"AKU ingin melihat ada perubahan kebijaksanaan Jepang terhadap Afrika Selatan." Ini bukan ucapan seorang analis politik terhadap Jepang, partner dagang terbesar negara apartheid itu. Suara tersebut dari Peter Gabriel, rocker Genesis yang akhir bulan lalu manggung di Tokyo untuk Amnesty International, dengan mengibarkan julukan Human Rights Now. Tur yang disponsori industri sepatu Reebok itu didukung para rocker beken seperti Bruce Springsteen, Sting, Tracy Chapman. Meski tak segegap Bob Geldof mengorganisasi konser Live Aid di London dan New York beberapa tahun silam, kali ini Reebok harus mengeluarkan 10 juta dolar. Padahal, para rocker yang mendukung tur ini tak mendapat duit barang segobang. Karena besarnya biaya penyelenggaraan, hasil penjualan karcis bisa dipastikan tak menutupi semua ongkos. Ketika Rolling Stone berkeliling Eropa pada 1976, biayanya masih sekitar 1 juta poundsterling. Tapi ketika Michael Jackson ngamen di 13 kota Amerika Serikat dalam Victory Tour (1984) tersedotlah 38 juta dolar AS, dan ditonton ratusan ribu orang. Para musikus rock, yang suatu kali menganggap kaum industrialis sebagai musuh, kini mau tak mau harus menggandengnya. Hampir tak ada pergelaran rock tanpa sponsor. Victor Tour-nya Michael Jackson tadi, misalnya, disponsori industri minuman ringan Pepsi-Cola. Saat itu Jackson bersaudara menerima 5,5 juta dolar dari Pepsi. Bahkan belakangan Michael menggubah lagi hitnya, Billie Jean, untuk dijadikan jingle iklan perusahaan ini. Pepsi memang royal mengumbar koceknya mensponsori konser-konser rock dunia. Selain Michael Jackson, adalah David Bowie dan Tina Turner yang pernah mereguk manisnya uang Pepsi. Dan bagi Pepsi, rock adalah medium yang efektif untuk menggapai calon peminumnya. Untuk menjangkau segmen pasar berbahasa Spanyol di Amerika, Pepsi berani mencukongi tur Gloria Estefan and The Miami Sound Machine. Dan berkat sponsor Pepsi, bahkan penonton Jakarta pernah menikmati goyangan Gloria Estefan, juga Tina Turner, penyanyi yang pernah manggung bersama Mick Jagger. Langkah Pepsi itu dikuntit pesaingnya, Coca-Cola, yang mensponsori Wihtney Houston dalam acara TV Live: The Hard Rock Cafe, sejak September silam. Perusahaan sepatu Nike di AS juga menggunakan rock sebagai alat kampanye produknya. Sewaktu akan meluncurkan beberapa produk barunya tahun silam, Nike memakai lagu The Beatles, Revolution (1968). Sasarannya: menjangkau calon pembeli dari generasi sesudah Perang, alias baby boomers. Pada zaman demonstrasi antiPerang Vietnam melanda AS, di sana lagu inilah yang banyak dikumandangkan di jalan-jalan. Pergelaran musik rock bahkan menjadi wajib untuk menopang penjualan album baru. Michael Jackson, yang sukses dengan album Thriller-nya pada 1982 (terjual 38,5 juta kopi) ingin mengulang dengan album Bad, tahun lalu. Ia memulai tur sepanjang tahun kemarin itu di Tokyo, dengan menjual langsung albumnya ketika pertunjukan akan berlangsung. Sementara itu, kelompok U2, yang kini populer di Amerika karena konsisten mendengungkan semangat rock dalam larik-larik yang penuh moralitas dan kadang-kadang politis itu memerlukan tur 18 bulan untuk mengkampanyekan album The Joshua Tree. Sementara itu, gelegar musik rock bahkan sampai ke kuburan. Lihat saja, meskipun Elvis Presley dan John Lennon sudah mangkat, setiap ulang tahun mereka diperingati besar-besaran. Majalah Newsweek dua pekan lalu, misalnya, malah mengangkat laporan utama mengenai kontroversi buku Albert Goldman The Lives of John Lennon. Musik rock juga bergema di Negeri Pancasila ini. Meskipun Bung Karno pernah mengharamkan aliran "ngak-ngik-ngok", musik yang energetik ini kian digandrungi anak muda. Kemudian, belakangan ini semakin banyak konser musik rock diselenggarakan di sini (lihat Usai Peti Mati, Menggorok Kelinci). Surabaya adalah kota yang paling aktif menyelenggarakan konser rock. Di sana ada nama aneh, tapi tak asing bagi para musikus rock lokal. Dialah Log Zhelebour alias Ong Oen Lok, promotor yang menyelenggarakan festival rock tahunan di Kota Buaya itu. Ia didukung penuh oleh industri rokok Djarum, Kudus. Festival tahun lalu, misalnya, menyedot sekitar RP 100 juta, yang total ditanggung Djarum. "Biaya terbesar untuk promosi," kata Log pada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Tak mau kalah dengan Djarum adalah pabrik rokok Gudang Garam, Kediri memakai pemain musik rock untuk mengkampanyekan rokok Surya-nya. Surya Rock Star '88 menampilkan jurkam SAS dan Ucok & His Gang di 10 kota di Sumatera, sebulan. Dananya Rp 400 juta. Tapi di Jakarta, Djarum agaknya lebih aktif dari GG. Promotor Sofyan Ali (Airo) dan Setiawan Djody (Stupa) malah didukung Djarum ketika mereka menampilkan Stevie Wonder di Teater Mobil, Ancol. "Musik rock kini industri," ujar Setiawan Djody. Musik rock menghasilkan rezeki jutaan dolar bagi si bintang dan pengusaha rekaman. Menurut pengusaha kapal tanker dan pemimpin SD Rock Band ini, penggemar musik rock yang bisa meliputi jutaan orang itu bahkan pasar empuk pelbagai produk dan jasa. Untuk pergelaran Mick Jagger, pekan ini, perusahaan penerbangan Garuda Indonesia menyatakan siap sebagai sponsor. Menurut Riny Noor, Direktris ONO Promotions, penyelenggaraan itu semula lebih dari Rp 3 milyar, lalu bisa ditekan berkat adanya sponsor dan pengetatan anggaran. "Jagger semula meminta 600 ribu dolar AS, akhirnya mau manggung di Senayan dengan honor minimal 150 ribu dolar AS," ujar istri rocker Donny Fatah dari God Bless ini. Tapi Jagger boleh menerima tambahan lagi, jika konser itu ada labanya. Namun, ada warna lain. Kalau bagi Mick Jagger rock merupakan spesialisasi kerjanya, untuk Bruce Springsteen adalah ekspresi. Ketika Chrysler'menyodorkan 12 juta dolar AS asal Rock-Rambo (AS) ini berkampanye untuk perusahaan mobil terkemuka tersebut, Bruce kontan menolak. "Aku percaya pada keyakinan yang menyelamatkan diriku," ujar penyanyi yang dikenal sebagai the boss ini. Lalu Bruce serta-merta memuji musik rock sebagai kekuatan spiritual. Tapi dia tentu bukan sang nabi. Bachtiar Abdullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus