JAZZ di tangan musisi Jepang sip juga. Mengkilat seperti cat
mobil Toyota, dan bersih bagai bunyi sistim suara Sony. Nobuo
Hara and His Sharps anl Flats membuka penampilannya dengan
nomor One O'Clock Jum (Count Bessie). Tidak terlalu istimewa.
Baru di nomor berikut, ketika 4 peniup terompet didukung pukulan
drum mengantarkan lagu rakyat Jepang Soran Bushi, hadirin yang
banyak dari Jepang itu mau bertepuk-tepuk. Di sela-sela irama
genit, beberapa pemain meneriakkan senggakan-senggakan khas
Nippon. Belum cukup panas, para pemain memungut alat-alat
perkusi dan memukulnya bersahut-sahutan. Sayang di ekornya,
nomor ini belum juga mampu membetot hadirin lebih akrab.
Jazz ternyata bisa disuguhkan dengan stelan jas necis. Berikut
parfum sepatu berkilat, dan lampu disko, di sebuah gedung yang
terasa amat mengecilkan orang. 2 malam itu, 26 dan 2 Januari,
mereka unjuk diri.
Nobuo, lelaki ceking yang enggan menyebut umurnya, kelihatan
sebagai musikus yang tertib.
Bersama kelompoknya ia tampil dengan sosok Jepang yang kukuh
Dengarkan komposisi Sumie (yang dikarang pianis Toshiko
Akiyoshi). Terasa lebih berat pada nafas musik tradisi Jepang
walaupun ini harus difahami dalam kerangka jazz yang ramai.
Rusuk-rusuk musik tradisi ini mereka masukkan pula ketika
mengalunkan nomor Umegae No Chozubachi. Mengandalkan warna
petikan bas betot yang dipegang Jun-ichi Kobayashj, setengah
jalan nomor ini masuk dengan empuk ke telinga. Menit-menit
berikutnya Kobayashi mendemonstrasikan kebolehan. Tapi setelah
hampir 3 menit cuma begituan, jadinya kayak pemain bas dari
kelompok rock.
Komposisi karya Duke Ellington: In a Sentimental Mood, menjadi
nomor emas. Pada bagian pertama permainan, agak sayang kalau
Nobuo yang meniup sax tenor harus menyingkirkan kesegaran dari
tiupannya. Komposisi ini kemudian terasa steril dari ekspresi
-maaf kalau mereka mengandalkan keterampilan teknis.
Anjangsana Asia
Kelompok Sharps and Flats Pimpinan Nobuo Hara, didirikan tanun
1952, kabarnya merupakan satu dari dua kelompok band terbesar
dan top di Jepang selama 26 tahun. Kata folder yang beredar di
tangan penonton, kelompok ini dikenal sebagai pencari
pembaharuan. Memadukan musik klasik dan jazz bersama Orkes
Simfoni NHK tahun 1959 lampau. Dalam puncak kapasitasnya, tahun
1967 mereka mengikuti festial jazz di Newport, AS, tempat biang
jazz lahir dan besar. Pernah mengunjungi Taiwan, Uni Soviet,
Pilipina, dan awal 1978 Ini disponsori The Japan Foundation
bekerjasama dengan pusat kebudayaan negara-negara yang
bersangkutan, keliling Asia.
Dari 7 nomor di bagian kedua, komposisi Love Story (Francis Lai)
dan Sr Duke (Stevie Wonder), kelihatannya mereka tunaikan
dengan harga mahal. Dengan urat keras. Takeshi Kamachi yang
duduk di belakang piano, seperti yang mungkin dimaui Stevie
Wonder, bermain virtous. Kamachi memang mahir memilih Pijitan
yang mapan.
Dan menutup pertunjukannya, pengatur lampu tiba-tiba mematikan
seluruh penerangan panggung dan gedung. Gelap gulita, dan sebuah
lampu sorot menyinar gadis pembawa acara dari Taman Ismail
Marzuki. Begitu spot meredup, di belakang cahaya kelap-kelip
saling bersahutan, seperti tata-surya dengan bintang-bintang. Di
sisi kiri-kanan tiba-tiba muncul tabir transparan berbintik
cahaya fosfor. Lalu ada suara lembut, dan akhirnya lincah saling
mengisi dan menjalin. Nobuo ternyata bisa nakal, berolok-olok
dn menteror dengan lampu-lampu disko, membawakan Hymn of the
7th Galaxy (Chick Corea).
Permainan yatng dibiayai hampir Rp 60 juta rupiah untuk keliling
Asia ini memang manis Bila anda ingin mencicipinya sukalah
membuka pembungkusnya - rasa manis akan didapat di dalam, bukan
pada kertas pembungkus.
Eddy Herwanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini