TERMS OF ENDEARMENT Pemain: Shirley MacLaine, Jack Nicholson, Debra Winger Skenano & sutradara: James Brooks AURORA Greenway bukanlah tipe ibu ideal. Tapi putri tunggalnya, Emma, justru ingin Jadi ibu ideal. Berangkat dari perbedaan sikap itu, dengan materi cerita hidup sehari-hari, sutradara menghasilkan film yang mirip sebuah tragikomedi. Hampir tiap adegan tragis akhirnya membersitkan tawa. Air mata selalu ada, tapi penonton tidak dibiarkan tersiksa. Pendekatan dua arah itu semakin efektif karena ditunjang permainan luar biasa Shirley MacLaine yang, lewat film ini, memenangkan Oscar 1984 untuk kategori pemain wanita terbaik. Di pihak lain, Jack Nicholson mengimbangi dengan akting kocak, sementara Debra Winger berperan serius sebagai Emma. Mencakup perjalanan hidup Aurora-Emma selama kira-kira 30 tahun, sisi tragis film ini baru mulai tatkala sang ibu menolak Flap, calon suami putrinya. Menurut penilaian Aurora, calon ini cuma "seorang guru, lemah, tidak punya imaginasi". Singkatnya, satu pilihan yang salah. Tapi Emma tidak tergoyahkan. "Kalau Ibu berpendapat begitu, apa boleh buat," tukasnya. "Saya justru berbahagia bisa meninggalkan rumah ini." Dan memang itulah yang terjadi. Hubungan ibu-anak, yang sejak mula memang unik, kemudian berkembang lebih menarik. Ke dalamnya tertuang berbagai nuansa, sarat dengan rasa sayang, kesal, kecewa, pertikaian, dan permusuhan. Tapi biasanya Auroralah biang perselisihan. Karena benci pada Flap, ia misalnya sengaja tidak menghadiri upacara perkawinan Emma. Karena tidak segera ingin menjadi seorang nenek, ia naik pitam mendengar Emma hamil. Dan Aurora pernah sangat tersinggung ketika seorang sahabat pria bertanya apakah uslanya memang 50 dan bukan 52. Geram diperolokkan begitu, ia mengetuk pintu rumah Garrett Jack Nicholson) seorang tetangga bekas astronaut. Dengan perasaan kalut, wanita setengah baya ini tiba-tiba saja menyampaikan undangan makan siang pada pria itu. Garrett terheran-heran. Setahun lalu ia pernah mengutarakan undangan serupa, tapi ditolak Aurora. Aurora-Garrett kemudian menjalin hubungan cinta yang aneh-aneh lucu, penuh lika-liku. Pada saat yang sama, di kota lain, Emma juga terlibat hubungan gelap dengan seorang pria. Emma agaknya merasa perlu menghibur diri karena ekonomi rumah tangganya terlalu paspasan, dan suami tldak pula setia. Kebetulan saja kekasih gelap Emma tergolong tipe baik-baik, yang karena sebab tertentu juga perlu menghibur diri. Dibandingkan hubungan Aurora- Garrett yang meledak-ledak, kisah asmara Emma sederhana saja, kurang lucu, dan tidak mengharubiru. Cerita baru beranjak tegang manakala Flap terlihat berpacaran. Emma kontan meledak, ketiga anak segera diboyong ke rumah neneknya. Salah satu adegan paling kocak terjadi di sini, ketika Aurora tersentak dipanggil "nenek!" padahal ia sedang mesra-mesranya bicara dengan Garrett. Tapi sesudahnya, ada adegan lain yang tidak kurang menarik waktu Aurora dan Emma memperbincangkann urusan seks dan perasaan wanita. Bagian yang terlalu pribadi ini diungkapkan dengan amat baik oleh MacLaine. Pengakuannya mengejutkan, tidak vulger, tapi cukup terus terang. Di sini sosok Aurora tampil utuh, wanita dengan pribadi seadanya, tanpa dipoles atau dihalus-haluskan. Emma sebaliknya tampak lebih matang, lebih mengendap. Dia tidak memburuk-burukkan Flap, malah kemudian kembali lagi ke rumah suami, tapi menemukan kenyataan lebih pahit. Urusan asmara Flap ternyata serius, dan penyakit kanker yang menggerogoti dirinya justru lebih serius. Sampai pada tahap ini lengkaplah gambaran tokoh Emma sebagai antagonis yang pasif. Dia tidak mencaci maki Janice, pacar Flap, juga tidak menghukum suaminya. Sutradara Brooks samar-samar menampilkan Emma sebagai pahlawan. Dengan sengaja ia menempatkan wanita malang ini di bawah bayang-bayang Aurora. Soalnya, Brooks mencoba realistis. Lewat tokoh Emma ia memantulkan citra klasik kaum wanita, citra kaum lemah yang karena fungsinya sebagai ibu dan istri mesti berkorban habis-habisan, tanpa banyak pilihan. Dalam hubungan ini, maka Emma dibiarkan mati. Di pihak lain, Aurora tampaknya sadar sekali akan kodrat yang mirip kutukan itu. Bisa dimengerti kalau ia dengan segala cara dan gaya menolak fungsi ibu yang klasik. Dan Aurora berhasil. Hidupnya ditata dengan penuh perhitungan, lengkap dengan berbagai ledakan. Dia keras, kadang kala kejam, tapi bukan tanpa alasan. Bahwa putrinya terdampar pada nasib malang, hal ini di luar kemampuan Aurora untuk mengatasinya. Dia memang bukan tipe ibu ideal, tapi apakah itu mesti dianggap salah? Menurur Rrooks tidak Memenangkan Oscar 1984 sebagai sutradara dan penulis skenario terbaik, Brooks - lewat film ini - menyodorkan alternatif lain. Dia seolah berpesan bahwa, untuk wanita, menjadi ibu ideal bukanlah pilihan terbaik, dan juga bukan pilihan satu-satunya. Isma Sawitri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini