ClNTAKU DI KAMPUS BIRU
Sutradara: Ami Prijono
Skenario: Nya Abbas Akub
Cerita: Ashadi Siregar
Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film
PALING sedikit dua hal yang menyebabkan film Cintaku Di Kampus
Biru menarik untuk ditonton. Selain novel karya Ashadi Siregar
itu memang populer, juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus.
Dalam sejarah film Indonesia, untuk pertama kalinya dunia kampus
muncul dengan utuh, dan ini tentu menarik para mahasiswa dan
bekas mahasiswa. Mengambil kampus Bulak Sumur Universitas Gajah
Mada sebagai tempat kejadiannya, film ini berputar di sekitar
"buku, pesta dan cinta". Tokoh utamanya, Anton (Roy Marten)
adalah mahasiswa cerdas, aktivis, tapi sekaligus juga suka
pacaran.
Film ini dimulai dengan adegan ciuman dalam semak belukar di
depan kampus Bulak Sumur. Ciuman itu tidak hangat, sebab Anton
yang sedang memikirkan ujiannya yang gagal untuk kesekian
kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk bercumbu dengan pacarnya
Marini (Yatty Octavia) yang agresif. Dan hulu malang kegagalan
akademis itu adalah juga seorang gadis cantik, cerdas, angkuh
tapi juga berumur. Namanya: Dra Yusnita (Rae Sita), jabatannya
dosen.
Konflik memang lantas terjadi antara sang dosen dengan sejumlah
mahasiswa yang dipimpin oleh Anton. Ketegangan menjadi makin
memuncak oleh tangan-tangan jahil yang melempari rumah Yusnita
serta menempelkan plakat di kampus. Dosen yang amat tersinggung
itu nyaris berhasil mendesak dekan memecat Anton -- kendati ia
dapat simpati sejumlah dosen. Sebuah penelitian yang harus
segera dikerjakan di bawah koordinasi Anton, dan segala soal,
jadi tertunda.
Teori Freud
Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci
dan cinta terhampar jarak yang amat pendek. Ternyata Anton
adalah mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya
ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton
bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai teori Freud
yang dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan
tua itu. Ami Prijono menggambarkan dengan baik sekali
adegan-adegan pengakuan Yusnita di tempat penelitian di
pegunungan itu. Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa
ketersinggungan oleh tingkah Anton membawa korban sejumlah
mahasiswa yang juga ikut-ikut tidak lulus.
Mendinginnya sikap Anton terhadap Marini, terlihatnya Marini
dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman
Anton, semua digambarkan dengan baik oleh Ami, bahkan lebih
hidup dari cerita aslinya. Juga hubungan Anton dengan gadis
Erika (Enny llaryono) dan Widyasari yang cantik dikerjakan
dengan rapi. Adegan yang menggambarkan Anton pertama kali ke
rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikkan
dengan digunakannya Simponi nomor 9 Beethoven ketika sang "play
boy" memulai penyerangannya yang amat mendadak itu. Tapi mungkin
lantaran keasyikan dengan adegan-adegan yang bagus dan hidup itu
maka Ami melupakan beherapa hal yang sudah lebih dahulu ia
perkenalkan.
Kawan & Lawan
Setelah menonton film produksi Safari yang terbaru ini, rasanya
cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan ini: setelah riset
selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai soal
Anton? Hubungan yang amat membaik antara Anton dan Yusnita sama
sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang jadi
akar konflik. Lalu bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi
akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang
tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita,
mengapa sama sekali tidak jadi bahan pembicaraan kawan mau pun
lawan yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa?
Dan Anton yang populer itu, mengapa pula tiba-tiba menjadi nrimo
untuk dengan gampang dijatuhkan dari kedudukannya dalam
pemilihan ketua senat?
Bagi mereka yang sempat membaca novel Cintaku Di Kampus Biru,
akan amat jelas bahwa pertanyaan ini sebagian timbul dalam
proses pengalihan novel ke skenario film. Nya Abbas Akub
nampaknya tergesa-gesa mengerjakannya, dan Ami Prijono tidak
pula menyempatkan diri untuk meneliti skenario. Kendati
demikian, harus cepat-cepat dikatakan bahwa untuk ukuran film
Indonesia, kelemahan macam begini boleh digolongkan dalam
kategori tidak amat mengganggu. Lepas dari kenyataan bahwa novel
mau pun film Cintaku Di Kampus Biru masih merupakan impian
Ashadi sebagai bekas mahasiswa yang kini jadi dosen di kampus
Bullk Sumur, Yogyakarta -- tontonan yang satu ini harus diakui
membawa kesegaran baru ke dalam dunia film Indonesia. Gambaran
yang hidup dan suasana khas kampus yang terpancar dari layar
sudah pasti bersumber pada cerita yang ditulis oleh orang yang
memang tahu kampus.
Ami Prijono yang memberi banyak janji lewat film Karmila,
ternyata juga tidak mengecewakan. Bekas penala artistik (art
director) ini bekerja dengan rapi dengan penuh selera, meskipun
ia tidak amat berhasil dalam pengisian suara (dubbing), sehingga
adeagan di perpustakaan dan di atas bus menjadi terganggu. Hasil
istimewa Ami dalam Kampus pastilah ini: seorang bintang telah
lahir, dan ia adalah Rae Sita, Roy Marten, Farouk Afero dan
Maruli Sitompul (Gunawan) memang bermain baik, tapi Rae Sita
adalah Dra. Yusnita yang sebenarnya, tidak bisa lain dari itu.
Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini