CONCORDE, itu pesawat penumpang supersonik yang amat bising dan
berkecepatan 2 kali suara, menarik perhatian 3 banyak orang
ketika mendarat di Halim Perdanakusuma Senin pagi 8 Nopember
lalu.
Para pejabat, ratusan penduduk Jakarta dan anak sekolah yang
hari itu mungkin bolos kerja atau sekolah, tentu ingin
menyaksikan sendiri pesawat penumpang hebat-cepat yang jadi
makin terkenal gara-gara dilarang lewat atau mendarat di
beberapa pelabuhan dunia. Maka ketika Concorde milik penerbangan
Air France mendarat tepat jam 10.30 pagi itu, orang pun saling
berdesakan di lantai II lapangan Halim. Tak sedikit pula yang
masuk ke lapangan untuk bisa meraba pesawat yang berpotongan
bagaikan burung camar itu, sembari membuat foto kenang-kenangan.
Penjagaan tak begitu ketat. Ini pun bisa dimengerti: sang camar
besar, hasil kerjasama Inggeris-Perancis, tengah melakukan
penerbangan promosi. Meninggalkan lapangan terbang Charles De
Gaulle di Paris 2 Nopember lalu pesawat dengan penumpang 100
orang itu menuju Manila via Bahrain dan Singapum dan beberapa
negeri di Asia Timur sampai 11 Nopember. Selama 11 jam 50 menit
-- termasuk singgah di Bahrain dan Singapura pesawat
berkecepatan 2000 Km per jam itu tiba di Manila, lalu terbang
ke Hongkong membawa Gubernur Manila Raya Ny. Imelda Marcos dan
25 orang pengiringnya. Hanya 3 jam di Hongkong -- di mana Imelda
konon mengalami sedikit kesulitan karena paspornya ketinggalan
-- pesawat itu kembali ke Manila, kemudian ke Singapura, Jakarta
dan Seoul.
RRT Tertarik
Seluruh penerbangan keliling Asia Timur dan Tenggara yang
menelan jarak 53.000 Km itu merupakan pekerjaan enteng bagi
pesawat supersonik yang sanggup 'melompat' langsung dari
Bahrainke Singapura (6.500 K,m), tanpa melintasi wilayah angkasa
India. India sendiri merasa keberatan dilewatinya. Juga Tokyo
belum bersedia didarati Concorde, dengan alasan menghindari
kongesti di pelabuhan udara Haneda.
Hasil terbang promosi itu ada juga, meskipun belum banyak.
Sebelum bertolak dari Paris, Korean Airlines (KAL) sudah
mengajukan rumus untuk menyewa pesawat itu. Dan sementara
berpusing-pusing keliling Asia Timur & Tenggara, dikabarkan
bahwa Singapore Airlines (SIA), dan Philippine Airlines (PAL)
juga berminat menyewa pesawat itu. Sedang Japan Airlines (JAL)
malah bermaksud membeli 2 pesawat Concorde. Malah ketika Imelda
Marcos diterbangkan ke Hongkong, 20 wakil perusahaan China
Resources milik pemerintah RRT datang mengadakan pembicaraan
dengan wakil British Aircraft Corporation di Hongkong. Kabarnya
RRT berminat membeli tiga pesawat itu.
Dengan berbagai penawaran itu, wakil British Aircraft itu
optimis bahwa rute penerbangan komersiil pesawat itu dalam
semester II tahun depan sudah dapat direntangkan dari Bahrain
(posnya yang terjauh di Timur, sekarang) ke Singapura. Dan dua
bulan kemudian diteruskan ke Melbourne, Australia. Indonesia,
belum menyatakan minatnya menyewa atau membeli Concorde sendiri.
Usaha penjualan 5 pesawat di Asia Timur dan perluasan lin
Bahrain itu, diharapkan dapat menolong Inggeris & Perancis
menutup biaya riset dan pembuatan 16 Concordenya yang telah
menelan biaya $1,2 milyar (sekitar Rp 8,5 trilyun). Soalnya,
berbarengan dengan muhibah ke Asia Timur itu, pemerintah kedua
negara MEE itu mengumumkan akan membatasi produksi Concorde-nya
sebanyak 16 pesawat saja.
Dari jumlah yang sudah direncanakan semula itu, baru sembilan
yang sudah selesai dan dibeli British Airways (5) dan Air France
(4). Tujuh pesawat sisanya yang belum keluar dari pabrik,
semuanya sudah dipesan: tiga oleh British Airways, dua oleh Air
France dan dua oleh pemerintah Iran. Tapi setelah 16 pesawat
terjual atau dipesan, penjualan pesawat supersonik yang berharga
$31 juta sebuah (sekitar Rp 22 milyar) itu tampak seret.
Mengapa AS
Ada beberapa faktor yang menyulitkan penjualan pesawat prestise
Inggeris Perancis itu. Antara lain tarifnya jauh lebih mahal
dari pada pesawat sub-sonik, sementara armada Jumbo Jet yang
terus bertumbuh masih dapat menampung arus lalu-lintas udara
antar benua. Juga ada keengganan beberapa negara menerima
Concorde yang suara bisingnya (118 deciBell) jauh melewati batas
pendengaran yang normal ( 100 deciBell) . Alasan ini antara lain
diajukan oleh otorita Kennedy Airport, New York. Namun
sebenarnya alasan anti-polusi kuping itu kurang kuat. Sebab
Kennedy Airport tidak keberatan dihinggapi pesawat Jumbo sejenis
Boeing 707 yang bisingnya hanya 3 deciBell di bawah Concorde.
Maka timbul anggapan sikap AS itu lebih mencerminkan keenganan
disaingi industri pesawat terbangnya Eropa. Di Eropa sendiri,
Jerman Barat juga belum setuju didarati pesawat itu.
Bagi Inggeris dan Perancis, sebenarnya rute Atlantik Utara itu
lebih penting dari rute Timur Jauh. Maka ketika terbetik berita
bahwa presiden terpilih AS Jimmy Carter akan menolak pembukaan
rute Concorde ke New York dan Washington, Menteri Transpor
Perancis Marcel Cavaille, cepat berkata: "Produksi 16 pesawat
Concorde akan tetap diteruskan dengan kemungkinan untuk melayani
rute Atlantik Utara". Sebab sebenarnya Concorde dirancang sejak
tahun 1962, justru untuk melayani rute gemuk itu.
Sementara itu, kedua perusahaan Inggeris dan Perancis itu
kabarnya sudah mengadakan pendekatan dengan tiga raksasa di AS
-- Boeing, Lockheed dan McDonnel Douglas -- untuk membuat
pesawat SST (supersonic transporl) generasi kedua, yang daya
angkutnya 2 x Concorde. Mungkin, itulah pemecahan yang paling
realistis. Sebab hanya dengan memprodusir lebih banyak pesawat
SST maka biaya dan pengalaman merancang Concorde bisa kembali.
Setidaknya itu bisa membuat Inggeris senyum sedikit, di tengah
nilai mata uangnya yang jatuh merosot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini