Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Cerita dari Setumpuk Surat

Des Alwi meluncurkan buku sejarah Maluku. Buku yang melengkapi diri dengan dokumentasi langka.

11 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon
Pengarang: Des Alwi
Penerbit: Dian Rakyat, 2005

Ya, semua sudah tahu. Gugusan Kepulauan Banda Naira di Provinsi Maluku terbentang di Laut Banda dari Pulau Ambon (tenggara) ke Pulau Seram (selatan). Pulau terbesar dalam gugusan itu adalah Pulau Banda Besar, yang bentuknya mirip bulan sabit.

Dan Kepulauan Banda menyimpan catatan penting dalam sejarah dunia. Kekayaan alam yang melimpah, khususnya pala dan cengkih, menjadi "magnet" bagi bangsa Eropa untuk menguasai kepulauan itu. Portugis, misalnya, memerintahkan Christopher Columbus supaya menemukannya—meski Columbus akhirnya malah menclok di Caribian West Indies (daratan Amerika).

Tapi, buku Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon karya Des Alwi menyodorkan sesuatu yang tak bisa didapat pada buku-buku bertopik sama. Buku itu memetik Morning Post, yang terbit di London tahun 1811, koran yang pernah memuat sepucuk surat dari Mr. Edmund Lyons, seorang letnan kapal Barracouta dari Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Surat itu menyebut bahwa Kepulauan Banda Naira telah mengekspor rempah-rempah 900 ribu poundsterling setiap tahunnya ke Batavia. Angka tersebut akan berlipat 10 kali jika rempah-rempah itu dijual ke Eropa.

Des Alwi banyak membuat kejutan, seraya menampilkan sejumlah fakta sejarah yang jarang—bahkan belum pernah—diungkap. Dalam satu bagian bukunya, ia melampirkan surat-surat penting yang ditulis oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris pada Agustus 1810. Surat-surat itu berkaitan dengan operasi penyerangan Inggris ke Banda, yang ketika itu masih dikuasai Belanda. Des sendiri menemukan dokumen tersebut di balik sebuah lukisan Teluk Banda. Lukisan itu dibeli di Totten Court Square, London, Inggris, pada tahun 1993.

Persaingan antara Belanda dan Inggris dalam memperebutkan Kepulauan Banda memang sangat kuat. Lihatlah betapa rincinya ia menggambarkan persaingan kedua negara imperialis itu pada abad ke-17. Dengan gambaran itu, bisa dipahami mengapa pimpinan serikat dagang Belanda, VOC, sangat berambisi menguasai Kepulauan Banda.

Pada 31 Desember 1601, Ratu Elizabeth mengirim ekspedisi pertama Kerajaan Inggris ke Kepulauan Maluku. Menginjak tahun 1602, ekspedisi Inggris tiba di Kepulauan Banda Naira. Pasukan Inggris kemudian menguasai Pulau Run, produsen pala yang cukup besar. Bahkan Ratu Elizabeth menyebut bahwa United Kingdom (Kerajaan Inggris) terdiri dari England, Wales, Skotlandia, Irlandia, dan Pulau Run. Pulau Run menjadi koloni pertama Inggris sebelum India, Amerika, dan tempat-tempat lain di Asia.

Belanda menganggap Pulau Run bagian dari Pulau Ai, dan mereka merasa lebih berhak. Namun, kekuatan Belanda tidak cukup untuk mengusir tentara Inggris. Akhirnya Belanda menggunakan cara lain, yaitu menukarkan Pulau Run dengan Pulau Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan) melalui Perjanjian Breda. Langkah itu dilakukan Belanda untuk mengamankan sistem monopoli yang dilancarkan VOC.

Lebih dari 26 tahun Des mengumpulkan bahan-bahan penting dalam penulisan buku ini. Referensi diperoleh bukan hanya dari buku-buku atau majalah. Ia menjelajahi sejumlah museum di Eropa yang menyimpan catatan sejarah tentang kolonialisme Belanda. Dari penjelajahannya itu, Des menemukan dua lukisan asli Thomas Matulessi (Pattimura). Dua lukisan yang dibuat Komandan Marinir Belanda, Q.M.R. Verhuell, pada 1817 itu dilampirkan dalam bukunya. Ternyata gambaran tokoh Pattimura dalam pecahan uang seribu rupiah sangat berbeda dengan aslinya.

Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon bercerita banyak tentang sejarah lokal di sana: kedatangan Spanyol, kehadiran Portugis, pembunuhan Sultan Ternate dan perang yang mengikutinya, kehadiran VOC, Inggris, dan seterusnya. Dan Des Alwi, si penulis, melengkapi itu dengan kekayaannya: dokumentasi.

Suseno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus