Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mengapa Sastra Masuk Kurikulum Diprotes

Sastra Masuk Kurikulum dihujani kritik sebagian sastrawan. Buku panduannya sarat disinformasi dan diduga dibuat pakai ChatGPT.

29 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di Perpustakaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 23 Oktober lalu. Dok. Kemendikbud

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Program Sastra Masuk Kurikulum dari Kementerian Pendidikan dihujani kritik sebagian sastrawan.

  • Buku panduan Sastra Masuk Kurikulum sarat disinformasi dan diduga ditulis menggunakan ChatGPT secara serampangan.

  • Tim kurator yang terdiri atas 17 penulis menjawab kritik dari rekan-rekan sejawat mereka.

PERTEMUAN pada Senin petang, 27 Mei 2024, itu digelar secara dadakan via Zoom. Berlangsung pada pukul 16.00 sampai 18.00, agendanya membahas polemik seputar Sastra Masuk Kurikulum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Program yang baru diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Ahad, 19 Mei 2024, ini memungkinkan karya-karya sastra tidak hanya hadir di bahasa Indonesia, tapi juga di mata pelajaran lain. Bumi Manusia dari Pramoedya Ananta Toer, misalnya, bisa menjadi materi dalam pendidikan Pancasila, sosiologi, dan pendidikan agama di tingkat SMA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terdapat 177 buku lintas genre dari penulis yang berbeda yang direkomendasikan Kementerian. Sebanyak 43 buku untuk tingkat SD, 29 buku untuk tingkat SMP, dan 105 buku untuk tingkat SMA. Daftar buku rekomendasi disusun oleh tim kurator yang terdiri atas 17 penulis dan sastrawan, termasuk Aan Mansyur, Martin Suryajaya, serta Agustinus Prih Adiartanto.

Keberatan Sastrawan terhadap Sastra Masuk Kurikulum

Dirancang dengan target meningkatkan minat baca, Sastra Masuk Kurikulum mendapat banyak kritik dari sebagian sastrawan. Uniknya, pengkritik justru merupakan penulis yang karyanya masuk daftar rekomendasi. Misalnya Akmal Nasery Basral. Novelnya, Nagabonar Jadi 2, jadi satu buku yang disarankan untuk tingkat SMA.

Mengaku bersyukur karya terbitan 2007 itu jadi bahan referensi, Akmal mempersoalkan kengawuran yang memenuhi Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra--judul buku pedoman program Sastra Masuk Kurikulum. Dalam buku setebal 768 halaman itu, Akmal disebut sebagai penulis Rantau 1 Muara, yang jelas-jelas merupakan karya Ahmad Fuadi.

Akmal, 56 tahun, juga ditulis lahir di Bukittinggi pada 3 Juli 1946. "Artinya, saya hanya lima tahun lebih muda ketimbang ayah saya," kata pria kelahiran Jakarta ini, tertawa. "Buku panduan, tapi isinya kesesatan informasi." Dia juga menyesalkan ketiadaan pemberitahuan dari Kementerian Pendidikan kepada para penulis.

Setali tiga uang dengan Nirwan Dewanto, penulis Jantung Lebah Ratu yang masuk daftar rekomendasi untuk tingkat SMA. "Enak saja bawa-bawa buku saya enggak permisi. Secara etika, itu salah besar," kata Nirwan.

Lagi-lagi, latar belakang penulis dicantumkan secara ngaco dalam buku panduan Sastra Masuk Kurikulum. Nirwan disebut sebagai penulis Bukan Peringatan, Museologi Pasar, dan Membongkar Kotak-kotak dari Bara—judul-judul yang tidak didapati dari penelusuran Google. "Dari situ terlihat cara kerjanya saja sudah salah," ujar Nirwan kepada Tempo.

Nirwan juga mempersoalkan proses kurasi. Sebab, karya dari masing-masing anggota tim kurator masuk daftar rekomendasi. Dari 17 kurator, hanya nama Iin Indriyati yang tidak ada dalam daftar buku acuan. Menurut Nirwan, tidak sepantasnya karya kurator masuk daftar rekomendasi yang mereka buat sendiri. Lewat surat terbuka, dia meminta agar Jantung Lebah Ratu dikeluarkan dari Sastra Masuk Kurikulum.

Penyair Saut Situmorang ikut angkat suara. Penulis Saut Kecil Bicara dengan Tuhan yang jadi buku referensi tingkat SMA itu mempertanyakan proses kurasi yang dia sebut asal-asalan karena tidak memiliki batasan akan sastra. "Absennya definisi sastra membuat terjadi kebebasan yang sangat kelewatan dalam seleksi karya-karya yang masuk program ini," kata Saut.

Meski demikian, ada juga penulis yang tak ambil pusing. Misalnya Kurnia Harta Winata. Bukunya, Pupus Putus Sekolah: Anak Berharga, masuk daftar rekomendasi tingkat SD. Ketimbang memprotes, dia memilih berfokus memandang program ini positif untuk mengenalkan anak pada bacaan yang berkualitas baik.

Siswa mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia di Bekasi, Jawa Barat. TEMPO/Hilman Fathurrahman W 

Dugaan Penggunaan ChatGPT 

Polemik tersebut yang menjadi bahasan dalam rapat online Kementerian Pendidikan dan tim kurator—meski tidak semua hadir. Kementerian diwakili Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo serta Kepala Pusat Perbukuan Supriyanto.

Dihubungi secara terpisah, dua sumber Tempo yang ikut dalam pertemuan tersebut menyatakan Kementerian mengaku ada kesalahan dalam penyusunan buku panduan Sastra Masuk Kurikulum. "Termasuk dugaan penggunaan ChatGPT dalam menyusun profil penulis," kata sumber itu.

Mesin bahasa berbasis kecerdasan buatan atau AI itu memang rentan memunculkan informasi yang melenceng. Celakanya, Tim Penyusun Pusat Perbukuan Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan sebagai penulis mencantumkannya secara serampangan.

Buku panduan itu, misalnya, menyatakan Sutardji Calzoum Bachri meninggal pada 17 Juli 2020. Faktanya, penyair itu baik-baik saja di usia 82 tahun. Profil singkat Sutardji tertera karena karyanya, O Amuk Kapak, masuk daftar rekomendasi untuk tingkat SMA.

Sumber lain menyebutkan, dalam rapat online tersebut, Kementerian mengakui adanya dugaan penggunaan ChatGPT oleh tim penulis. Namun praktik itu berlangsung di luar pengetahuan mereka. Kementerian baru menyadarinya setelah buku pedoman itu dihujani protes oleh para sastrawan. Mereka mengaku salah karena tidak menelaah ulang naskah buku tersebut.

Kepada Tempo, Anindito menyatakan buku pedoman Sastra Masuk Kurikulum ditarik dari peredaran dan akan direvisi. Di situs Kementerian Pendidikan, mulai kemarin sore, buku itu tidak lagi dapat diunduh.

Anindito mengatakan penulis merupakan tim yang beranggotakan guru. Mereka dipilih berdasarkan banyaknya pengalaman menggunakan karya sastra di kelas. Tim ini, Anindito melanjutkan, bekerja secara terpisah dari tim kurator. Dia tidak menjawab pertanyaan Tempo soal dugaan penggunaan ChatGPT dalam penulisan buku pedoman.

Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo dan Eka Kurniawan (kanan) dalam Media Briefing di Jakarta, 20 Mei 2024. ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah

Proses Kurasi Buku Sastra Masuk Kurikulum

Nyawa dari program Sastra Masuk Kurikulum bisa dibilang tim kurator. Merekalah yang memilih buku-buku yang bisa jadi referensi guru saat hendak menggunakan buku sastra sebagai materi pembelajaran.

Eka Kurniawan, satu dari 17 penulis dan sastrawan di tim kurator, mengatakan dihubungi Kementerian Pendidikan soal program ini pada Mei 2023. Eka dan kawan-kawan bekerja mulai Juli sampai Desember 2023. Tim itu membatasi hanya memilih satu karya dari satu penulis. Pembatasan ini demi terciptanya keragaman genre buku pilihan. Alasan lain adalah memancing siswa untuk mencari tahu sendiri karya-karya lain dari penulis yang dia suka.

Pemilihan buku disesuaikan dengan usia murid di masing-masing jenjang pendidikan. Eka mencontohkan Legenda Perompak Naga: Cakrawala dan Nubuat Terakhir karya Wisnu Suryaning Adji, yang mengajak anak berfantasi. Eka menilai rangsangan itu relevan dengan usia anak SMP yang dalam masa pertumbuhan.

Kurator, Eka melanjutkan, mustahil memilih karya sendiri. Cantik Itu Luka karya Eka memang terpilih sebagai buku bacaan untuk tingkat SMA. Namun tidak ada suara sang penulis dalam pemilihannya. Sebab, Eka hanya mengkurasi bacaan untuk tingkat SMP.

Begitu juga penulis lain. Anggota tim kurator SMA hanya bisa mengusulkan karya milik rekannya yang bertugas di tim SD dan SMP. "Tak ada kurator yang bisa mengusulkan dan menilai karyanya sendiri," kata Anindito.

Calon buku-buku pilihan tersebut diserahkan oleh tim kurator kepada tim review, yang berisi 39 perwakilan guru. Pada tahap ini, sejumlah buku tersisih karena satu dan lain hal. Okky Madasari, anggota tim kurator, mencontohkan Aksara Amananunna karya Rio Johan yang dicoret karena mengandung cerita percintaan sejenis. "Tim review menilai buku itu belum layak dibaca anak sekolah," kata peraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2021 lewat Maryam ini.

Okky menyatakan tim kurator tidak ikut menulis buku panduan. "Proses kurasi berhenti pada tahap review oleh guru," katanya.

Dia menyesalkan banyaknya kesalahan informasi dalam buku pedoman Sastra Masuk Kurikulum. Misalnya Na Willa karya Reda Gaudiamo yang bercerita tentang keseharian bocah perempuan kecil yang ditujukan untuk bacaan tingkat SD. Namun, dalam buku pedoman, tertulis disclaimer bahwa buku itu memuat unsur LGBT, kekerasan, dan seksualitas. "Saya sangat memahami kekecewaan para penulis," ujar Okky.

Okky mencoba menengahi hujan kritik terhadap program Sastra Masuk Kurikulum ini. Menurut dia, buku panduan beserta daftar buku rekomendasi dalam program tersebut tidak bersifat permanen. Review direncanakan berlangsung tiap semester.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus