SAYINGS OF THE AYATOLLAH KHOMEINI
Translated into English by Harold J. Salemson, edited by Tony
Hendra and given a special introduction by Clive Irving New
York, Banfam Books, 1980, xviii 126 halaman
Buku ini adalah kumpulan ucapan Ayatullah Ruhollah Khomeini yang
semula tersebar dalam tiga karya bahasa Persia, semula diedit
dalam bahasa Prancis dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dalam edisi buku saku Bantam bersampul hijau ini.
Dibagi dalam dua bagian utama, yaitu bagian yang memuat ucapan
politis dan filosofis di bagian pertama, dan ucapan tentang
masalah-masalah sosial dan keagamaan, keseluruhan buku irii
berisi 22 bab dan sebuah bab tambahan (addenda).
Dalam bagian kedua tentang masalah-masalah keagamaan dan sosial,
dapat dijumpai bab-bab yang secara terperinci membahas berbagai
masalah peribadatan, dari bab tentang cara buang air (bab 9)
hingga pengaturan jenazah (bab 21) dan perpajakan (bab 22).
Seperti bab-bab dalam buku fiqh yang umum dibaca di pesantren
kita.
Bagian pertama memuat pandanganpandangan Khomeini tentang
negara, kepemimpinan negara, keadilan Islam, kolonialisme,
ideologi dan kekuasaan kaum agamawan (the rule of the elergy).
Membaca kumpulan ucapan Khomeini ini segera pikiran kita terpana
oleh dua hal utama yang menjadi tema dominan di dalamnya
kesadaran sosialnya yang kuat dan kekakuannya dalam pandangan
formalnya tentang Islam.
Ia mengerti benar-benar betapa pentingnya arti propaganda dalam
perjuangan merebut kekuasaan, solidaritas politik dan penyusunan
kekuatan secara optimal. Khomeini mengungkapkan dengan tepat
ucapan yang dapat menarik solidaritas sosial mereka yang
menentang kezaliman mendian bekas Syah Reza Pahlevi, dengan
ucapan-ucapan seperti: "Islam adalah agama mereka yang berjuang
bagi kebenaran dan keadilan, dan mereka yang damba kepada
kebebasan dan kemerdekaan" (h. 3). Atau "Walaupun tak memiliki
kekuatan unttlk menghadapi korupsi, janganlah kalian berdiam
diri saja. Kalau mereka memukul kepala kalian, paling tidak
ajukanlah protes! Menyerah kepada penindasan justru lebih tidak
bermoral dari penindasan ini sendiri!" (h. 4).
Juga ucapan seperti "para pemimpin negeri kita telah begitu jauh
terpengaruh oleh pihak Barat, hingga merek mengatur waktu
standar negeri merek saja dengan ukuran waktu Eropa, waktu (MT.
Sungguh impian mengerikan!" (h. 11).
Khomeini memiliki keyakinan teguh kepada kekuasaan para agamwan
dalam sebuah negara yang sehari hanya diatur secara Islam. Ini
tampak jelas dari formulasinya akan Republik Islam yang
dicita-citakannya.
Ucapan seperti "Cobalah kita renungkan--kelompok agamawan yang
berpolitik! Mengapa tidak? Rasulullah adalah seorang politikus!
" (h. 17) menunjuk kan keyakinan yang teguh bahwa agama thlak
dapat dipisahkan dari kekuasaan negara: "Kalau para sultan
tunduk kepada Islam, mereka harus tunduk kepada para agamawan,
mereka harus memperoleh hukum dan peraturan dari para agamawan
itu!" (h. 22). "Jelaskan kepada rakyat bahwa para agamawan tidak
akan duduk-duduk di sebuah sudut kota Qum atau Najaf untuk
mempelajari hal-hal tidak berarti seperti aturan tentang wanita
yang menstruasi, dan memisahkan diri mereka dari politik, hanya
karena pendapat politik harus dipisahkan dari agama!" (h. 23).
Karena sebab di ataslah Khomeini lalu menunjuk kepada peranan
menentukan dari para agamawan dalam kehidupan bernegara sebagai
penjaga kemurnian filsafatnya, keadilan (menurut ersi Islam),
perundang-undangannya dan ketegasan pembedaannya antara. uana
yang benar dan mana yang salah.
Sebotol Tinta
Tetapi ironisnya justru penegakan hukum dalam 'Republik Islam'
itu diungkapkan Khomeini secara sangat simplistik. "Yang
diperlukan hanyalah seorang hakim Islam, dengan pena dan sebotol
tinta serta dua petugas pelaksana hukuman. Hakim itu akan
menyelesaikan dan memberikan keputusan hukum atas duapuluh
perkara setiap harinya. Lihat betapa mahalnya biaya dalam waktu
dan ongkos perkara di masyarakat Barat dewasa ini dalam
keseluruhan prosedur hukum yang melingkari sebuah keputusan!"
(h. 30 - 31). Ini sudah tentu merugikan citra hukum Islam itu
sendiri dan keadilannya.
Pendekatan simplistik ini juga dapat dilihat dalam formulasi
hukum dan undang-undang yang harus dibuat dalam 'Republik Islam'
versi Khomeini ini baik di bidang kenegaraan maupun keagamaan
cukup laksanakan secara literer teks yang ada dalam Qur'an,
habis perkara!
Bagian kedua buku ini seluruhnya memiliki pendekatan simplistik
seperti ini, sehingga sudah tentu membingungkan bagi mereka yang
sudah terbiasa dengan citra hukum modern yang serba kompleks,
baik dalam pembuatan maupun pelaksanaan undang-undang.
Justru dalam kaitan antara kesadaran sosialnya yang kuat dan
watak simplistik dari keyakinan keagamaannya inilah terletak
sekaligus kekuatan dan kelemahan Khomeini sebagai tokoh
bersejarah yang memberikan bekasnya sendiri pada kehidupan kita
di abad mutakhir ini. Dalam jalinan kedua unsur penting di
ataslah terletak daya tarik dan sekaligus rasa kengerian akan
betapa 'keras' dan 'kaku'nya masyarakat yang digambarkannya.
Sejarahlah yang akan memberikan penilaian terakhir atas arti
Khomeini bagi kemanusiaan, agamanya dan banganya.
Abdurrahman Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini