Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dan keroncong pun dibiji

Lomba seni musik keroncong di tim diikuti 9 orkes keroncong asli dan 2 keroncong gaya baru dimenangkan "senang hati" dan "bintang jakarta". festival tersebut mendapat perhatian dari masyarakat. (ms)

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TATKALA Ali Sadikin usai memukul gong pembukaan "Pesta Seni" di TIM - 2 Desember lalu, keroncong memperoleh kehormatan sebagai nomor pertunjukan perdana. Kemudian hingga lewat tengah malam, 11 orkes Keroncong (9 asli, 2 gaya baru) turun saling mengadu kebolehannya. "Lomba Seni Musik Keroncong diselenggarakan dengan tujuan menggairahkan kecintaan pada keroncong, membimbing dan mendorong kemajuan serta peningkatan mutu menggairah apresiasi masyarakat pada musik tersebut", demikian lebih kurang selebaran dari Dewan Kesenian sebagai dalang kerepotan tersebut. Tak dinyana festival mendapat perhatian yang besar sekali dari masyarakat. Teater Tertutup yang menjadi tempat babak penyisihan itu penuh sesak. 7 orkes keroncong asli kemudian dinyatakan berhak masuk final, berikut 2 orkes gaya baru. Pantas dicatat bahwa ada keharusan setiap orkes berawak 7 musisi dengan peralatan biola, gitar, ukulele, banyo, cello, bas dan flut (fakultatif). Sementara 2 orang penyanyi harus membawakan sebuah lagu keroncong stambul II dan sebuah lagu langgam. Funky dan Rock Pada hari final yang diselenggarakan di Teater Besar (7 Desember) penonton masih tetap bersemangat. Bintang Jakarta, orkes yang sudah punya nama tampil sebagai peserta pertama. Mereka mengenakan seragam hitam-hitam, sementara Sri Widadi yang membawakan lagu wajib Keroncong Fantasi tampak berkebaya hijau. Suara berat biduanita yang juga berkecimpung di kancah musik pop itu, digiring oleh biola di pundak Budiman sang pimpinan orkes. Terdengar pula irama rock di sela-sela desir keroncong. Rupa-rupanya orkes yang didirikan pada tahun 1969 ini berusaha untuk menunjukkan penguasaan dan pengalamannya. "Di intro dan koda memang saya beri funky dan rock" ucap Budiman yang 38 tahun itu. "Kalau keroncong ingin disenangi kam muda, sesuaikanlah dengan selera muda". "Senang Hati", orkes yang tampil berikutnya, tak kurang akal. Sugiono dengan biolanya memberikan intro yang agaknya dipetik dari musik klasik. Bintang Radio dan TV jenis keroncong tahun lalu - Mulyono - muncul membawakan lagu wajib Keroncong Fantasi dan lagu Stambul Janjiku. Keplok riuh rendah tertuju pada tingkah pemegang biola yang kelihatannya habis-habisan mengerjakan alatnya. Demikianlah gayanya jadi semakin banyak. Untunglah Mulyono memang menyanyi dengan sip sehingga sempat mengumpulkan angka banyak untuk orkesnya. Tak lama kemudian Sugiono dengan gaya yang keren sekali menjemput Jum Suwarni yang malam itu membawa selendang merah, untuk menyanyikan langgam "Jauh Sudah". Berbeda dengan pada babak penyisihan si Selendang Merah ini banyak keseleo pada refrain, sehingga "Senang Hati" tergelincir juga untuk membuat banyak kekeliruan. Waktu itu banyak penonton menyangka "Senang Hati" bakal tidak akan bersenang hati nantinya setelah ada keputusan juri. Tiada Maaf Bagimu Sungguh di luar dugaan, tatkala acara yang berakhir jauh malam itu menetapkan lain. Dengan susunan juri Sardjono (ketua), Ucin M. Andul Cani, Isbandi, Netty, Andy Mulya dan Adikarso, "Senang Hati" dinyatakan berhak menduduki tempat juara, dengan nilai 974. Sementara "Bintang Jakarta" tempat berikutnya hanya dengan selisih satu angka. Menyusul berturut-turut orkes "Irama Segar" (966,5), "Cakti Bhduddi Bhakti" (950) dan "Tetap Cembira" (908,5). Tak heran kalau Budiman kemudian berdiri dari kursinya di deretan penonton dengan mata berapi-api. Di luar Teater Besar dia menyemprotkan rasa tidak senangnya kehadapan para wartawan. "Nggak aci namanya!" serunya, "Senang Hati" salah fatal. Jum dan iringan orkes keluar dari nada, saya tidak puas dengan keputusan juri. Kalau Jum tidak melakukan kekeliruan, saya masih bisa menerima kekalahan. Ini sih namanya tiada maaf bagimu!" Netty, salah seorang juri, mengakui Jum membuat kekeliruan. "Tapi "Senang Hati" ditolong oleh Mulyono yang tampil dengan mantap", katanya. Pendapat ini dikuatkan lagi oleh Abdul Gani, yang mengakui Jum memang lemah tapi itu tak berarti semuanya. Diakuinya juga bahwa tingkah pemain biola "Senang Hati" konyol, "Tapi kita kan nggak punten kekonyolan itu", tangkisnya. Ia memujikan "Senang Hati" mempunyai kekuatan pada musik. Akan Sri Widadi dan Mamiek Slamet dari"Bintang Jakarta" juga dipujikannya, tapi dianggapnya masih agak kasar untuk membawakan keroncong. "Teknik sama menjelaskan pada TEMPO. Netty menyangkakan hal tersebut terjadi karena ada kemungkinan Mamiek dan Sri yang biasanya menyanyikan lagu pop belum terbiasa dengan iklim keroncong. "Saya dengar anggota juri bu Netty sudah meminta rekaman diulang putar kembali. Tapi berhubung sudah lewat tengah malam, usul tadi ditolak. Kenapa mesti tergantung tengah malam, harus sampai pagipun tak jadi soal untuk menentukan pemenang itu", tukas Budiman, "Kalau dalam permulaan sudah begitu cara penilaiannya, mungkin tahun depan, para peserta akan takut ikut lagi" Ada yang mengangguk-angguk mendengarkan ini. Tapi keputusan juri tidak bisa dirubah lagi. Buaya-buaya keroncong" seperti Masnun Sutoto atau Toto (juara I keroncong tahun ini) yang juga ikut kalah orkesnya, tak sempat diusut komentarnya. Memang rupa-rupanya nama-nama besar penyanyi belum jaminan untuk menang dalam kerepotan ini. Lomba yang diniatkan akan menjadi kegiatan rutin tahunan tersebut menampilkan pula duel antara finalis orkes Gaya Baru "Palmers" (pimpinan Zainuddin Uyub) dan Peace (pimpinan Bobby Hardyanto). Dua-duanya mempergunakan instrumen listrik dan awak-awak muda. Dengan pemain sax yang boleh dibilang sama kebolehannya juri menetapkan Peace hanya berhak menempati juara III, sedangkan Palmers juara harapan I.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus