TATKALA Ali Sadikin usai memukul gong pembukaan "Pesta Seni" di
TIM - 2 Desember lalu, keroncong memperoleh kehormatan sebagai
nomor pertunjukan perdana. Kemudian hingga lewat tengah malam,
11 orkes Keroncong (9 asli, 2 gaya baru) turun saling mengadu
kebolehannya. "Lomba Seni Musik Keroncong diselenggarakan dengan
tujuan menggairahkan kecintaan pada keroncong, membimbing dan
mendorong kemajuan serta peningkatan mutu menggairah apresiasi
masyarakat pada musik tersebut", demikian lebih kurang selebaran
dari Dewan Kesenian sebagai dalang kerepotan tersebut.
Tak dinyana festival mendapat perhatian yang besar sekali dari
masyarakat. Teater Tertutup yang menjadi tempat babak penyisihan
itu penuh sesak. 7 orkes keroncong asli kemudian dinyatakan
berhak masuk final, berikut 2 orkes gaya baru. Pantas dicatat
bahwa ada keharusan setiap orkes berawak 7 musisi dengan
peralatan biola, gitar, ukulele, banyo, cello, bas dan flut
(fakultatif). Sementara 2 orang penyanyi harus membawakan sebuah
lagu keroncong stambul II dan sebuah lagu langgam.
Funky dan Rock
Pada hari final yang diselenggarakan di Teater Besar (7
Desember) penonton masih tetap bersemangat. Bintang Jakarta,
orkes yang sudah punya nama tampil sebagai peserta pertama.
Mereka mengenakan seragam hitam-hitam, sementara Sri Widadi yang
membawakan lagu wajib Keroncong Fantasi tampak berkebaya hijau.
Suara berat biduanita yang juga berkecimpung di kancah musik pop
itu, digiring oleh biola di pundak Budiman sang pimpinan orkes.
Terdengar pula irama rock di sela-sela desir keroncong.
Rupa-rupanya orkes yang didirikan pada tahun 1969 ini berusaha
untuk menunjukkan penguasaan dan pengalamannya. "Di intro dan
koda memang saya beri funky dan rock" ucap Budiman yang 38 tahun
itu. "Kalau keroncong ingin disenangi kam muda, sesuaikanlah
dengan selera muda".
"Senang Hati", orkes yang tampil berikutnya, tak kurang akal.
Sugiono dengan biolanya memberikan intro yang agaknya dipetik
dari musik klasik. Bintang Radio dan TV jenis keroncong tahun
lalu - Mulyono - muncul membawakan lagu wajib Keroncong Fantasi
dan lagu Stambul Janjiku. Keplok riuh rendah tertuju pada
tingkah pemegang biola yang kelihatannya habis-habisan
mengerjakan alatnya.
Demikianlah gayanya jadi semakin banyak. Untunglah Mulyono
memang menyanyi dengan sip sehingga sempat mengumpulkan angka
banyak untuk orkesnya. Tak lama kemudian Sugiono dengan gaya
yang keren sekali menjemput Jum Suwarni yang malam itu membawa
selendang merah, untuk menyanyikan langgam "Jauh Sudah".
Berbeda dengan pada babak penyisihan si Selendang Merah ini
banyak keseleo pada refrain, sehingga "Senang Hati" tergelincir
juga untuk membuat banyak kekeliruan. Waktu itu banyak penonton
menyangka "Senang Hati" bakal tidak akan bersenang hati nantinya
setelah ada keputusan juri.
Tiada Maaf Bagimu
Sungguh di luar dugaan, tatkala acara yang berakhir jauh malam
itu menetapkan lain. Dengan susunan juri Sardjono (ketua), Ucin
M. Andul Cani, Isbandi, Netty, Andy Mulya dan Adikarso, "Senang
Hati" dinyatakan berhak menduduki tempat juara, dengan nilai
974. Sementara "Bintang Jakarta" tempat berikutnya hanya dengan
selisih satu angka. Menyusul berturut-turut orkes "Irama Segar"
(966,5), "Cakti Bhduddi Bhakti" (950) dan "Tetap Cembira"
(908,5).
Tak heran kalau Budiman kemudian berdiri dari kursinya di
deretan penonton dengan mata berapi-api. Di luar Teater Besar
dia menyemprotkan rasa tidak senangnya kehadapan para wartawan.
"Nggak aci namanya!" serunya, "Senang Hati" salah fatal. Jum dan
iringan orkes keluar dari nada, saya tidak puas dengan keputusan
juri. Kalau Jum tidak melakukan kekeliruan, saya masih bisa
menerima kekalahan. Ini sih namanya tiada maaf bagimu!" Netty,
salah seorang juri, mengakui Jum membuat kekeliruan. "Tapi
"Senang Hati" ditolong oleh Mulyono yang tampil dengan mantap",
katanya. Pendapat ini dikuatkan lagi oleh Abdul Gani, yang
mengakui Jum memang lemah tapi itu tak berarti semuanya.
Diakuinya juga bahwa tingkah pemain biola "Senang Hati" konyol,
"Tapi kita kan nggak punten kekonyolan itu", tangkisnya. Ia
memujikan "Senang Hati" mempunyai kekuatan pada musik. Akan Sri
Widadi dan Mamiek Slamet dari"Bintang Jakarta" juga
dipujikannya, tapi dianggapnya masih agak kasar untuk membawakan
keroncong. "Teknik sama menjelaskan pada TEMPO. Netty
menyangkakan hal tersebut terjadi karena ada kemungkinan Mamiek
dan Sri yang biasanya menyanyikan lagu pop belum terbiasa dengan
iklim keroncong.
"Saya dengar anggota juri bu Netty sudah meminta rekaman diulang
putar kembali. Tapi berhubung sudah lewat tengah malam, usul
tadi ditolak. Kenapa mesti tergantung tengah malam, harus sampai
pagipun tak jadi soal untuk menentukan pemenang itu", tukas
Budiman, "Kalau dalam permulaan sudah begitu cara penilaiannya,
mungkin tahun depan, para peserta akan takut ikut lagi"
Ada yang mengangguk-angguk mendengarkan ini. Tapi keputusan juri
tidak bisa dirubah lagi. Buaya-buaya keroncong" seperti Masnun
Sutoto atau Toto (juara I keroncong tahun ini) yang juga ikut
kalah orkesnya, tak sempat diusut komentarnya. Memang
rupa-rupanya nama-nama besar penyanyi belum jaminan untuk
menang dalam kerepotan ini.
Lomba yang diniatkan akan menjadi kegiatan rutin tahunan
tersebut menampilkan pula duel antara finalis orkes Gaya Baru
"Palmers" (pimpinan Zainuddin Uyub) dan Peace (pimpinan Bobby
Hardyanto). Dua-duanya mempergunakan instrumen listrik dan
awak-awak muda. Dengan pemain sax yang boleh dibilang sama
kebolehannya juri menetapkan Peace hanya berhak menempati juara
III, sedangkan Palmers juara harapan I.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini