Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Digebrak, Soeripto Menggebrak

Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan membongkar praktek korupsi klan Cendana. Tapi gerakan itu dicurigai pilih kasih

12 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH ramai didera demonstrasi menentang dirinya, inilah gebrakan awal Soeripto, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Rabu pekan lalu, dengan kemeja licin dan jas warna gelap, laki-laki tambun 64 tahun itu datang di Kejaksaan Agung. Orang Bandung yang masuk dinas militer sukarela (milsuk) tahun 1965 dan menjadi anggota Komando Ganyang Malaysia itu datang dengan segepok laporan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di departemennya. Seperti ingin membalas mereka yang mempersoalkan usianya yang sudah lewat batas maksimum (60 tahun) untuk pegawai negeri, ia membawa fakta-fakta mencengangkan berkaitan dengan penggunaan dana reboisasi—yang menyangkut "kalangan bebas hukum" pada masa lalu. Misalnya, Bob Hasan dan Hutomo Mandala Putra. Keduanya terbukti telah "melipat" uang yang mestinya digunakan untuk penghijauan hutan kembali sebanyak US$ 87,08 juta dan Rp 23,3 miliar. Uang negara yang dipakai Bob itu dikeruk melalui PT Mapindo Parama ketika perusahaan itu mengerjakan proyek pembuatan peta udara hutan. Dari pekerjaan itu, Bob mendapat US$ 176,12 juta melalui pos Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) untuk pembuatan peta areal seluas 68,74 juta hektare, dan dari Departemen Kehutanan sebesar US$ 87,08 juta untuk pemetaan areal seluas 30,6 juta hektare. Semua proyek itu bukan saja dilakukan tanpa tender, tapi juga mubazir karena tidak bisa digunakan akibat perencanaan yang amburadul. Peta yang dihasilkan tidak sesuai dengan peta yang dibutuhkan. "Ada unsur pemaksaan dalam proyek pembuatan peta itu," kata Soeripto. Tommy Soeharto menggaet dana reboisasi melalui PT Gatari Hutama Air Service. Seharusnya, Departemen Kehutanan membayar Rp 7,2 miliar untuk bea carter pesawat. Tapi, kenyataannya, carter itu tidak pernah ada. Belum cukup sampai di situ, Gatari juga membebankan sejumlah biaya penerbangan yang dipakai pihak ketiga kepada departemen itu. Biaya modifikasi dan perbaikan pesawat juga dicatut dari dana reboisasi. Dari 12 helikopter milik Departemen Kehutanan yang dipakai oleh perusahaan putra Soeharto itu, belakangan diketahui empat di antaranya lenyap tak tentu rimbanya. Ini memang baru sebagian. Borok dana reboisasi lainnya yang diungkap Soeripto jumlahnya ratusan miliar rupiah. Bob, misalnya, melalui perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) miliknya, terbukti me-mark-up data realisasi tanaman reboisasi untuk memperoleh dana reboisasi di muka. Duit mengalir ke kantong Bob karena praktek patgulipat ini jumlahnya diperkirakan lebih dari Rp 346 miliar. Praktek yang sama juga dilakukan kroni Soeharto lain seperti Siti Hardijanti Indra Rukmana dan Probosutedjo. Itu laporan Soeripto. Dari mana bekas intel Bakin—ia berjasa membuka hubungan dagang antara Indonesia dan RRC—itu mendapatkan data? Ia, yang mengaku dekat dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, mendapatkan data dari para koleganya di LSM. Itu tak sulit bagi dia, karena, "Saya punya banyak teman LSM di dalam dan luar negeri." Yang menarik, gebrakan ini berjalan seiring dengan hujatan yang datang ke alamat Soeripto. Bukan cuma karena soal batas usia yang diterabas bekas Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional itu, tapi departemen tempatnya bekerja juga diguncang isu politisasi birokrasi. Tak kurang Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri pernah menyurati Menteri Kehutanan Nurmahmudi soal kehadiran Soeripto itu. Santer beredar bahwa Soeripto rapat dengan Nurmahmudi karena ia berjasa menggagas berdirinya Partai Keadilan, yang diketuai Nurmahmudi. Isu ini tegas-tegas dibantah Soeripto. Saat ini, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sedang menyiapkan judicial review terhadap keputusan pemerintah menerima status kepegawaian Soeripto. Soeripto sendiri tak peduli. Ia yakin benar bahwa langkahnya membersihkan Departemen Kehutanan adalah tepat. "Apa boleh buat, kalau hanya 20 persen (karyawan Departemen Kehutanan) yang masih bisa dipertahankan, yang 80 persen itu kita buang saja ke laut," kata Soeripto yakin. Meski demikian, Bambang Widjajanto dari YLBHI tetap skeptis terhadap apa yang dilakukan Ripto. Menurut dia, Soeripto pilih kasih. Ia membongkar borok klan Cendana tapi melupakan dosa tentara yang juga punya HPH di departemen tersebut. Konsesi hutan seluas 1,8 juta hektare yang disebut-sebut sebagai milik tentara tidak diganggu-gugat olehnya. Bambang curiga hal ini dilakukan Soeripto karena ia memang dikenal dekat dengan militer. Terhadap serangan ini, Soeripto masih anteng. "Itu baru data awal. Kalau ada informasi mengenai (HPH tentara), nanti akan saya kembangkan," katanya ringan. Menarik ditunggu "jurus" Soeripto selanjutnya. Ujian untuk Bung Ripto masih banyak dan berat…. Arif Zulkifli, Agus S. Ryanto, Dwi Arjanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus