ISABELLA adalah bagian dari kenangan asmara yang berubah menjadi rezeki. Yaitu setelah nama wanita Spanyol yang bercinta dengan seorang pemuda Melayu itu dijadikan judul sebuah lagu dan masuk dalam album Fenomena dari grup pop Malaysia Search. Penyanyinya, Suhaimi "Amy" Abdul Rahman, 31 tahun, menuturkan bahwa perbedaan cara hidup memaksa Isabella berpisah dengan kekasihnya. Lagu Isabella yang berlatar sendu itu berhasil mendongkrak album Fenomena sampai terjual 400 ribu kopi di pasar Indonesia. Itu data sampai awal bulan ini. Di pelbagai radio Isabella bahkan sempat bertahan beberapa pekan di puncak tangga. Di negeri asalnya, Malaysia, album itu terjual sekitar 200 ribu unit sejak dipasarkan Maret lalu. Untuk ukuran negeri semenanjung itu, jumlah tersebut layak dihargai dengan empat kaset platinum. Dan di Singapura, lantaran sudah terjual 100 ribu, Search berhak pula beroleh dua buah platinum lagi. Betapa kocek mereka tak membengkak, kalau harga kasetnya M$ 9.35 (di Malaysia) dan S$ 8 (Singapura). Menurut Manajer Go Search Sdn. Bhd. (Sendirian Berhad alias PT), Aziz Bakar, pembuatan album itu sebenarnya dilakukan di Gins Studio Jakarta, akhir 1987. "Kami coba di Jakarta karena saya mendengar studio di situ bagus," kata Aziz kepada TEMPO di Kuala Lumpur. Awal Januari 1988 rombongan Search mudik. Mereka langsung mempersiapkan peredarannya. Tapi, datang larangan dari pihak pengadilan atas permintaan Polygram, perusahaan yang punya perjanjian kontrak dengan Search. Rupanya, pihak Search merasa bahwa kontrak dengan Polygram sudah habis masa berlakunya sejak akhir 1986. Maka, mereka mendirikan Go Search Sdn.Bhd., sebagai badan usaha yang berkepentingan dengan pengelolaan pemanggungan dan produksi kaset. Search, yang terdiri dari Nurdin "Din" Taib (gitar), Hamzah "Kid" Taib (gitar), Nasir Daud (bas), Yazid Ahmad (drum), dan Suhaimi Abdul Rahman (vokal), memenangkan perkara. Maka, mereka segera secara leluasa mengedarkan Fenomena (yang di dalamnya ada Isabella), sebagai album keempat. Pintu pasar Indonesia buat Isabella dibuka oleh PT Musica Studio Jakarta, yang bekerja sama dengan Pacific Music Corp. (PMC) Malaysia (anak perusahaan Bertelsmann Music Group Company). Di sini Musica Studio memproduksi kembali sekaligus bertindak sebagai distributor. Atas dasar kerja sama tersebut, September lalu Search ke Jakarta, memulai promosi melalui "iklan TVRI" yakni acara Selekta Pop dan Kamera Ria. Dan itulah awal kejayaan mereka mereguk rupiah, mengungguli segala lagu buatan Indonesia sendiri. Lagu ini meledak di pasaran. Dan, sebagaimana kebiasaan di sini, main jiplak pun terjadi. Yakni dengan memproduksi cover version dan menggabungnya dengan sejumlah lagu produk lokal. Lagu Isabella dipasang di sisi A urutan pertama. Setidaknya ada lima produser kaset lokal berbuat seperti itu. Misalnya, dalam album Pop Idola (PT Remaco), 12 Super Hits (PT Virgo Ramayana & PT Remaco). Bahkan ada Isabella dalam versi dangdut dinyanyikan Denny Albar produksi MSC Records. Penjiplakan ini, selain tidak mendidik, sebenarnya bisa diperkarakan ke pengadilan -- ini kalau Musica Studio sebagai pemilik hak edar Isabella di Indonesia mempersoalkannya melalui jalur hukum. Atau kelompok Search sendiri yang menggugat. Itu semua menunjukkan bahwa Isabella memang top. Tapi top tak berarti bermutu. Menurut musisi Remy Silado, langgam yang dibawakan oleh Search itu biasa-biasa saja, tidak istimewa. "Seperti lagu-lagu pop lainnya, tidak ada bedanya. Mereka mainnya juga di D minor. Kayaknya memang yang laris di Indonesia ini musik yang salah. Dari dulu begitu," kata Remy. "Isabella laku barangkali karena direstui Tuhan," tambahnya sembari tertawa. Bahkan, kata Remy lagi, lagu berlenggang Melayu itu jauh dari sebutan slowrock. "Hanya ada interlude melodi saja yang menunjukkan ciri rock," katanya. Tapi mau apa lagi. Selera pasar musik pop Indonesia memang tidak ditentukan oleh keistimewaan sebuah ciptaan. Dalam kasus Isabella (hak ciptanya pada Bob/Search), rintihan para pemuda dari negeri jiran itu sedikit lihai menohok pasar yang sudah jenuh dengan dendang produk lokal. Pembawaan dan tampang para anggota Search yang meniru musisi heavy metal rock di negeri Barat itu di sini menjadi tidak biasa. Ketidakbiasaan itu lantas menjadi daya tarik. Tentu saja semuanya kemudian ditopang promosi di TVRI. Dan pada akhirnya siasat berjualan yang menentukan. Dari keberhasilan ini, rombongan Search (dibentuk 1981) akhirnya merencanakan pertunjukan keliling di Indonesia. "Itu memang kami idam-idamkan," kata Suhaimi. Ia seperti akan menengok kampung leluhurnya. Duda yang menjadi vokalis ini memang asli Johor, tapi lahir dari orang tua Minang-Bugis. Mohamad Cholid, Ardian Suseno (Jakarta), dan Ekram H. Atamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini