CERITA PENDEK INDONESIA (4 JILID)
Penyusun: Satyagraha Hoerip
Penerbit: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Dep. P&K,
1979.
INI adalah dokumentasi praktis pertumbuhan cerpen Indonesia,"
menurut pengarangnya sendiri. Disusun oleh Satyagraha Hoerip, 47
tahun, penulis cerpen yang bekerja di penerbitan Sinar Harapan
-- katanya sejak 1968. Terdiri dari 4 jilid, memuat karya
bertahun 1949 sampai 1976. Dari cerpen Matu Mona (lahir 1910),
yang dikenal sebagai pimpinan grup sandiwara Ratu Timur tahun
1930-an, sampai karya Faisal Baraas (lahir 1947), dokter yang
pengarang. Semuanya 94 cerpen dari 94 orang.
Panorama dunia cerpen Indonesia memang tersuguhkan dalam
jilid-jilid ini. Tapi panorama tidak berarti kelengkapan. Bahkan
cerpen M. Kasim dan Soeman Hs (pengarang kumpulan cerpen lucu
Kawan Bergelut dan novel Mencari Pencuri Anak Perawan), yang
biasanya disebut sebagai para pelopor cerpen Indonesia, tidak
dimuat. Juga, agak aneh, cerpen Hamka (kumpulan Di Dalam Lembah
Kebidupan, misalnya), Armijn Pane (Kisab Antara Manusia), atau
SM Ardan dengan cerpen-cerpen Betawi dan Utuy Tatang Sontani.
"Saya tidak menemukan cerpennya yang cocok untuk kumpulan saya,"
kata Satyagaraha. Itulah soalnya.
Satyagraha memang mengaku, dalam menyeleksi cerpen
"subyektivitas dan selera sastra pribadi"nya akhirnya yang
menjadi kriteria utama -- dan bukan obyektivitas data berdasar
"ciri-ciri masa". Dan itulah yang menyebabkan kekurangberhasilan
kumpulan ini dalam mencerminkan 'pertumbuhan cerpen' Indonesia.
Yang menguntungkan ialah: buku seperti ini bisa dipakai
membanding-banding karya sejumlah nama besar - menurut pilihan
si penyusun, tentu saja. Ada Sitor Situmorang, Iwan Simatupang,
Gerson Poyk, Umar Kayam dan Satyagraha Hoerip sendiri, W.S.
Rendra, Nh. Dini, Budi Darma, Danarto, Kuntowijoyo, Putu Wijaya,
Julius Sijaranamual, antara lain.
Dan memang kemudian berbagai gaya dan berbagai tema bisa
ditangkap. Misalnya yang suka bercerita dengan membuat semacam
reportase, seperti Mohamad Fudoli atau Kuntowijoyo. Atau yang
bergaya tulisan bak transkripsi rekaman kaset seorang tukang
cerita, seperti Umar Kayam (lahir 1932), misalnya, dengan, Musim
Gugur Kembali di Connecticut-nya yang memikat. Atau cara Danarto
(lahir 1940) yang bercerita tentang Salome anak Herodes (yang
menghendaki hadiah berupa kepala Yahya Sang Pembaptis) dengan
"lebih indah dari warna aslinya".
Tidak Dijual
Si penyusun, selain menitikberatkan seleksi pada cerpennya
sendiri dan bukan posisi atau prestasi si penulis, juga
mengumpulkan cerpen hanya dari majalah-majalah tertentu -- yang
di kalangan sastrawan memang dianggap jaminan mutu: Kisah,
Mimbar Indonesia, Sastra, Cerpen (semuanya sudah mati) dan
Horison.
Sayang, 4 jilid buku ini tak tersebar luas. Dengan penerbit
pihak pemerintah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dep.
P&K) kumpulan ini dicetak begitu terbatas: 2 ribu eksemplar tiap
jilid, dan memang tidak untuk dijual. Tambahan lagi tata
sampulnya seperti sampul buku pelajaran terbitan lama.
Dan karena penerbit yang pemerintah itu pula, beberapa nama
terpaksa dicabut -- meski oleh Satyagaraha sangat disesalkannya.
Enam nama jadinya menambah jumlah nama-nama yang absen yang
sudah disebut di muka: Pramudya Ananta Toer, Bakri Siregar,
Ananta Piola, S. Rukiah, Suprijadi Tomodihardjo, Nyoman S.
Pendit. Mereka memang tersangkut atau dianggap tersangkut G30S/
PKI.
"Padahal, menurut saya, mempelajari perkembangan cerpen
Indonesia tak bisa tidak harus pula mempelajari cerpen
Pramudya," kata Satyagraha. Bahkan, judul kumpulan ini semula,
Seratus Cerpen, Seratus Pengarang terpaksa pula diubah. Dengan
pencabutan itu kemudian memang tak sampai 100 cerpen yang
diterbitkan.
Toh penyesalan tentang "tidak genapnya jumlah seratus"
sebetulnya juga masih bisa ditujukan kepada penyusun buku
sendiri. Ini dalam hal tambahan jumlah yang absen -- dari para
pengarang jenis lain lagi, yakni yang umurnya lebih muda dan
terhitung kuat. Misalnya Arswendo Atmowiloto atau Yudhistira
Ardi Noegraha -- yang juga tak dimuat. "Koleksi Horison saya tak
lengkap. Masih banyak tentu cerpen bagus yang belum sempat saya
baca -- terutama yang baru-baru," kata penyusun.
Memang cerpen, konon, tak diperhitungkan oleh para juri Hadiah
Nobel untuk diberi hadiah. Tapi bukan karena itu tentunya bila
selama ini baru diterbitkan sebuah kumpulan semacam ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini