Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ada Jepang datang

Dirjen perikanan beroperasinya 10 kapal jepang di zone ekonomi eksklusif samudera indonesia. beberapa nelayan cilacap sempat resah. (dh)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM habis kegembiraan kaum nelayan tradisional karena pelarangan kapal pukat harimau, tiba-tiba mereka kembali gusar. Sebab, beberapa orang nelayan Cilacap telah memergoki kapal penangkap ikan asing di perairan sana, dengan jarak hanya 3 sampai 4 mil dari darat. Muhadi, salah seorang nelayan yang menyaksikan pukat harimau asing itu, segera melapor ke HNSI Cilacap. Ia memastikan kapal itu penangkap ikan, "karena berjalan perlahan dan dari jauh seperti tidak bergerak," katanya. Untuk mendekat, ia mengaku tidak berani, walau ketika itu ia sedang menjala ikan di teritorial Indonesia di perairan Sungai Dua, Purworejo. Ia ingat kejadian di tahun 1976 ketika 4 orang kawannya tewas dilanggar kapal ikan Korea, karena berusaha mengamati kapal asing itu dari dekat. Semula laporan Muhadi itu tidak begitu diperhatikan pengurus HNSI. Barulah setelah 15 orang nelayan lainnya melaporkan pengalaman serupa, pengurus organisasi itu mengadakan pertemuan dengan Muspida dan nelayan. Dan ternyata laporan tidak salah. Sebab pada saat itu secara kebetulan datang telegram dari Sional (Stasiun Angkatan Laut) Cilacap, tentang adanya izin dari Dirjen Perikanan untuk beroperasinya 10 kapal Jepang di Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Samudra Indonesia sejak 21 Maret 1981. Sebelumnya, baik Pemda, Dinas Periknan atau HNSI setempat memang tidak pernah mendapat pemberitahuan resmi dari Dirjen Perikanan. Dalam telegram tadi juga disebutkan nama-nama kapal nelayan Jepang tadi, lengkap dengan nama kapten dan jumlah awaknya. Seharusnya kalau ada pengoperasian kapal asing, sebelumnya Dirjen mengirimkan pemberitahuan kepada kami," keluh Letkol Purn. lloediono, Ketua HNSI Cilacap. Ia mengkhawatirkan hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman, atau digunakan oleh pihak lain untuk menghasut nelayan sehingga menimbulkan keresahan. Yang Penting Departemen Hankam, sumber telegram, mengaku tidak terlibat dalam pemberian izin untuk 10 kapal Jepang itu. "Maksud telegram itu sekedar instruksi dan pemberitahuan kepada aparat daerah untuk mengamankan keputusan Departemen Pertanian," kata Kol. Laut, Arisandi, juru bicara Departemen Hankam. Instruksi semacam itu biasa diberikan untuk pegangan aparat daerah mengamankan keuutusan departemen lain. Berdasarkan instruksi semacam itu, aparat Hankam di daerah bisa mengawasi ksepuluh kapal Jepang itu. "Kalau yang beroperasi bukan kesepuluh kapal itu, aparat keamanan bisa memeriksanya," ujar Arisandi. Kepala Subdit Perizinan Ditjen Perikanan, Martono membenarkan, pihaknya sudah memberikan izin kepada 82 kapal penangkap ikan Jepang untuk beroperasi di ZEE Indonesia. Di antaranya, 15 buah kapal diizinkan beroperasi di ZEE Selatan dari garis Bujur Timur 109 derajat sampai ke ujung barat Indonesia. Sedang 67 buah kapal lagi, diizinkan di ZEE. Utara, antara Laut Sulawesi sampai Samudra Pasific." Kapal-kapal itu sebenarnya sudah beroperasi di wilayah yang kini disebut ZEE Indonesia sejak sebelum 21 Maret 1981," kata Martono mejelaskan. Pada tanggal itu, menurut Sumarno SH, Bagian Hukum Ditjen Perikanan, Indonesia sudah mendapat pengakuan internasional atas wilayah ZEE-nya. Wilayah itu, dihitung 200 mil dari garis pangkal pasang terendah pasang surut di pantai. Semenjak tanggal itu setiap kapal asing yang hendak menangkap ikan di wilayah itu harus mendapat izin dari Ditjen Perikanan, dengan ketentuan tidak boleh masuk wilayah teritorial 12 mil dari pantai. Di dalam batas wilayah ini hanya diperkenankan kapal-kapal nelayan non-trawler. Untuk mendapat izin itu, mereka lebih dulu harus memperoleh security clearance dari Hankam. Sebab ZEE itu menyangkut Kamra (Keamanan Rakyat). Sebab dikhawatirkan, ada kapal mata-mata yang pura-pura menangkap ikan. Namun untuk mendapatkan izin itu, kapal-kapal asing tidak dipungut fee (pembayaran). Sebab peraturan (UU) untuk memungut fee (pembayaran) masih belum disahkan DPR -- diperkirakan baru akan muncul September 1981. "Sementara ini memang kita rugi, tetapi yang penting mereka sudah mengakui ZEE Indonesia," ujar Martono. Kalau kapal-kapal itu memasuki perairan Indonesia, "orang yang melihatnya harus melaporkan ke Dinas Perikanan atau aparat keamanan setempat," ucap Martono. Walau ia mengakui, untuk menangkap sendiri Ditjen Perikanan tidak mempunyai alat -- jadi paling-paling hanya teguran. Martono juga menganjurkan agar para nelayan tradisional tak perlu gusar. Sebab rupanya ikan di luar ZEE memang diperuntukkan bagi siapa saja (lihat juga box).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus