BELUM habis kegembiraan kaum nelayan tradisional karena
pelarangan kapal pukat harimau, tiba-tiba mereka kembali gusar.
Sebab, beberapa orang nelayan Cilacap telah memergoki kapal
penangkap ikan asing di perairan sana, dengan jarak hanya 3
sampai 4 mil dari darat.
Muhadi, salah seorang nelayan yang menyaksikan pukat harimau
asing itu, segera melapor ke HNSI Cilacap. Ia memastikan kapal
itu penangkap ikan, "karena berjalan perlahan dan dari jauh
seperti tidak bergerak," katanya. Untuk mendekat, ia mengaku
tidak berani, walau ketika itu ia sedang menjala ikan di
teritorial Indonesia di perairan Sungai Dua, Purworejo. Ia ingat
kejadian di tahun 1976 ketika 4 orang kawannya tewas dilanggar
kapal ikan Korea, karena berusaha mengamati kapal asing itu dari
dekat.
Semula laporan Muhadi itu tidak begitu diperhatikan pengurus
HNSI. Barulah setelah 15 orang nelayan lainnya melaporkan
pengalaman serupa, pengurus organisasi itu mengadakan pertemuan
dengan Muspida dan nelayan. Dan ternyata laporan tidak salah.
Sebab pada saat itu secara kebetulan datang telegram dari
Sional (Stasiun Angkatan Laut) Cilacap, tentang adanya
izin dari Dirjen Perikanan untuk beroperasinya 10 kapal Jepang
di Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Samudra Indonesia sejak 21 Maret
1981.
Sebelumnya, baik Pemda, Dinas Periknan atau HNSI setempat
memang tidak pernah mendapat pemberitahuan resmi dari Dirjen
Perikanan. Dalam telegram tadi juga disebutkan nama-nama kapal
nelayan Jepang tadi, lengkap dengan nama kapten dan jumlah
awaknya.
Seharusnya kalau ada pengoperasian kapal asing, sebelumnya
Dirjen mengirimkan pemberitahuan kepada kami," keluh Letkol
Purn. lloediono, Ketua HNSI Cilacap. Ia mengkhawatirkan hal itu
bisa menimbulkan kesalahpahaman, atau digunakan oleh pihak lain
untuk menghasut nelayan sehingga menimbulkan keresahan.
Yang Penting
Departemen Hankam, sumber telegram, mengaku tidak terlibat dalam
pemberian izin untuk 10 kapal Jepang itu. "Maksud telegram itu
sekedar instruksi dan pemberitahuan kepada aparat daerah untuk
mengamankan keputusan Departemen Pertanian," kata Kol. Laut,
Arisandi, juru bicara Departemen Hankam. Instruksi semacam itu
biasa diberikan untuk pegangan aparat daerah mengamankan
keuutusan departemen lain. Berdasarkan instruksi semacam itu,
aparat Hankam di daerah bisa mengawasi ksepuluh kapal Jepang
itu. "Kalau yang beroperasi bukan kesepuluh kapal itu, aparat
keamanan bisa memeriksanya," ujar Arisandi.
Kepala Subdit Perizinan Ditjen Perikanan, Martono membenarkan,
pihaknya sudah memberikan izin kepada 82 kapal penangkap ikan
Jepang untuk beroperasi di ZEE Indonesia. Di antaranya, 15 buah
kapal diizinkan beroperasi di ZEE Selatan dari garis Bujur Timur
109 derajat sampai ke ujung barat Indonesia. Sedang 67 buah
kapal lagi, diizinkan di ZEE. Utara, antara Laut Sulawesi sampai
Samudra Pasific." Kapal-kapal itu sebenarnya sudah beroperasi di
wilayah yang kini disebut ZEE Indonesia sejak sebelum 21 Maret
1981," kata Martono mejelaskan.
Pada tanggal itu, menurut Sumarno SH, Bagian Hukum Ditjen
Perikanan, Indonesia sudah mendapat pengakuan internasional atas
wilayah ZEE-nya. Wilayah itu, dihitung 200 mil dari garis
pangkal pasang terendah pasang surut di pantai. Semenjak tanggal
itu setiap kapal asing yang hendak menangkap ikan di wilayah itu
harus mendapat izin dari Ditjen Perikanan, dengan ketentuan
tidak boleh masuk wilayah teritorial 12 mil dari pantai. Di
dalam batas wilayah ini hanya diperkenankan kapal-kapal
nelayan non-trawler.
Untuk mendapat izin itu, mereka lebih dulu harus memperoleh
security clearance dari Hankam. Sebab ZEE itu menyangkut Kamra
(Keamanan Rakyat). Sebab dikhawatirkan, ada kapal mata-mata yang
pura-pura menangkap ikan.
Namun untuk mendapatkan izin itu, kapal-kapal asing tidak
dipungut fee (pembayaran). Sebab peraturan (UU) untuk memungut
fee (pembayaran) masih belum disahkan DPR -- diperkirakan baru
akan muncul September 1981. "Sementara ini memang kita rugi,
tetapi yang penting mereka sudah mengakui ZEE Indonesia," ujar
Martono.
Kalau kapal-kapal itu memasuki perairan Indonesia, "orang yang
melihatnya harus melaporkan ke Dinas Perikanan atau aparat
keamanan setempat," ucap Martono. Walau ia mengakui, untuk
menangkap sendiri Ditjen Perikanan tidak mempunyai alat -- jadi
paling-paling hanya teguran. Martono juga menganjurkan agar para
nelayan tradisional tak perlu gusar. Sebab rupanya ikan di luar
ZEE memang diperuntukkan bagi siapa saja (lihat juga box).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini