DARI 18 macam kejahatan yang dituduhkan kepada para tertuduh,
menurut oditur, 11 di antaranya dilakukan Sersan Mayor (AD) Eddy
Maulana Sampak bin Santaka. Mulai dari pembunuhan, penganiayaan
berat, pencurian dan perampasan yang disertai kekerasan,
pengrusakan, sampai kejahatan senjata api. Untuk semua itu tentu
saja hukuman mati mengancam Bintara Urusan Hanra Rayon Militer
Karangtengah (Kodim Cianjur -- Jawa Barat) tadi.
Sidang mulai berlangsung sejak pertengahan Mei ini di Mahkamah
Militer Priangan -- Bogor di Bandung. Pemeriksaan terhadap para
tertuduh, Eddy Sampak (40 tahun), Ojeng (40 tahun) dan Bani (42
tahun) serta para saksi dilakukan secara maraton oleh mahkamah
yang dipimpin Letkol Edi Purnomo sehingga dinyatakan selesai
minggu lalu. Dan minggu ini, Oditur Mulyoredjo membacakan
tuntutannya.
Pengunjung selalu memenuhi ruang sidang. Di antaranya ada yang
ikut terlibat dalam penangkapan terdakwa, Agustus 1979, di
sekitar Kali Cigintung (Cianjur). Terdakwa Eddy Sampak memang
dituduh melakukan kejahatan yang menggeramkan penduduk Cianjur:
20 Agustus 1979, sekitar pukul 13.30, ia menembaki seluruh
penumpang kolt dan merampas uang gaji personil Kodim Cianjur
yang dibawa Serma Sutaryat, kemudian membakar habis kendaraan
umum tersebut.
Oditur memperinci perbuatan para tertuduh sebagai berikut: Sejak
6 Agustus, Eddy Sampak sudah mempersiapkan sepucuk senapan Carl
Gustaf, yang sebelumnya dicurinya dari lemari senjata Koramil
Karangtengah. Ia lalu membuat tas tripleks yang dibungkus dengan
plastik cokelat untuk menyimpan senjata tersebut.
Eddy Sampak lalu menghubungi Ojeng, Mais dan Enjang. Ojeng
bersedia bekerjasama dengan Eddy untuk merampok gaji personil
Kodim -- sementara Mais dan Enjang menolak. Eddy dan Ojeng lalu
bersama-sama menyelidiki kapan Serma Sutaryat mengambil uang
dari Sukabumi.
Dengan sepeda motor, pagi 20 Agustus, Eddy dan kawannya
mengikuti perjalanan Sutaryat ke Kodim Sukabumi. Ojeng menunggu
di sekitar pertokoan sambil membawa ransel berisi pakaian dan
senapan yang terbungkus rapi, sementara Eddy mengikuti Sutaryat
sampai ke markas Kodim. Eddy minta agar Sutaryat memberikan
gajinya di situ juga -- permintaan tersebut dipenuhi Sutaryat.
Eddy mengintai perjalanan pulang Sutaryat yang dikawal Kopral
Sumpena. Kedua orang ini ternyata menggunakan kendaraan umum --
meski membawa uang Rp 21 juta lebih. Di tengah jalan Eddy dan
Ojeng mencegat dan kemudian ikut kendaraan tersebut. Mereka
mengambil tempat duduk paling belakang.
Di sekitar perbatasan Sukabumi-Cianjur, di persimpangan
jalan Desa Gekbrong, Eddy memerintahkan agar kolt tersebut
membelok kiri. Alasannya ia hendak mengambil kambing di suatu
tempat. Tapi begitu kendaraan telah jauh dari persimpangan,
sekitar 1 km dari jalan raya, Eddy melaksanakan niatnya.
Mula-mula ia menembak pengemudi. Kemudian memberondong ke-12
penumpang lainnya.
Diperas
Setelah merebut tas berisi uang dari tangan Sutaryat, lalu
membakar kendaraan berikut penumpangnya, mereka kabur. Sutaryat
mati saat itu juga, bersama tiga penumpang lainnya. Sugandi,
kernet, meninggal di rumah sakit. Selebihnya luka-luka. Eddy
Sampak dan Ojeng tertangkap sekitar seminggu sesudah peristiwa
(TEMPO, 8 September 1979). Sedangkan Bani, yang disebut "mertua
tak resmi saya" oleh Eddy Sampak, turut pula ditangkap yang
berwajib. Ia dituduh menyimpan uang hasil perampokan dan
menyembunyikan Eddy Sampak.
Sulit bagi para tertuduh menghindari dakwaan oditur. Yang
menarik ialah alasan perampokan yang dikemukakan Eddy Sampak.
Ia merasa sebelumnya telah diperas kanan kiri ketika berusaha
menduduki jabatan kepala desa di Desa Nagrak. Ada yang
mengutipnya Rp 150 ribu. Ada pula yang sampai Rp 300 ribu dan Rp
500 ribu. Semuanya itu, katanya, diberikan karena janji ia
dapat dilantik sebagai kepala desa.
Meski sudah mengeluarkan biaya hampir Rp 3 juta dan malahan
sudah menyiapkan baju seragam kepala desa segala, kata Eddy
Sampak, ternyata orang lain yang diangkat jadi lurah di Nagrak.
Padahal untuk usahanya itu Eddy berutang dari beberapa
kenalannya dan rentenir. Sehingga pernah, katanya, serang
rentenir mencomot begitu saja sebuah televisi yang tengah
ditonton keluarganya. Bagaimana tak sakit hati?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini