Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dongeng Pohon Mangga Mengaku Tuhan

Sanggar Bambu mementaskan Adam Ma’rifat untuk mengenang 100 hari kepergian Danarto.

28 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sanggar Bambu mementaskan Adam Ma’rifat untuk mengenang 100 hari kepergian Danarto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Enam belas pemain teater membacakan cerpen Danarto tanpa teks secara bergantian. Tubuh mereka bergerak seperti tingkah binatang, melompat dengan tangan di depan seperti kijang. Ada juga yang bergerak sedang melempari buah mangga di pohon. Sebagian lain diam seperti batu. Seorang pria bersarung tidur pulas di kursi. Di pojok panggung, seorang lelaki tua duduk sembari membaca koran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pentas dramatisasi cerpen itu dibuka oleh pemain pantomim Jemek Supardi. Ia menenteng lampu dan membawanya menuju penonton. Jemek tampil tanpa riasan putih yang biasa menghiasi wajahnya ketika berpantomim. Ia mengenakan terusan jins. Cerita pun terus bergerak. Hampir dua jam seniman dari komunitas seni Sanggar Bambu itu mementaskan teater garapan sutradara Meritz Hindra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panggung pementasan malam itu terasa minimalis dengan lampu penerangan yang minim. Meritz mengolah Adam Ma’rifat karya seniman Danarto secara teatrikal. Pementasan dramatisasi cerpen di Selasar Bastion, Pojok Beteng Wetan, Yogyakarta, Senin, 23 Juli lalu, itu digelar untuk mengenang 100 hari meninggalnya Danarto. Sastrawan yang juga pelukis itu meninggal dalam usia 77 tahun pada 10 April 2018 karena tertabrak sepeda motor di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.

Meritz merupakan sutradara yang mendirikan Teater Alam bersama Azwar A.N. dan bergabung dengan Sanggar Bambu. Sebagai aktor teater kawakan, ia mengenal betul karya-karya Danarto. Ia memilih Adam Ma’rifat untuk dipentaskan karena itu satu di antara karya sastra Danarto yang paling populer dan kontroversial. Cerpen ini bicara tentang langit, bumi, batu, air, udara, pohon, binatang, dan segala isinya.

Danarto dikenal sebagai seniman bersahaja dengan karya-karya yang banyak bicara soal sufisme. Cerpen Adam Mari’fat menyinggung tentang Tuhan, kelakuan manusia, langit, bintang, dan udara. Karya ini membuka ruang imajinasi dan disebut sebagai ciptaan Danarto yang inovatif. "Kontroversialnya dari isi dan proses pencarian Mas Danarto hingga menghasilkan karya," kata Meritz.

Secara teknis, Meritz membuat konsep kor atau seperti pada paduan suara dengan melibatkan banyak penampil. Mereka berlatih intens selama dua bulan untuk menghafal teks cerpen persis seperti aslinya. Satu kata dalam cerpen Danarto memberi banyak penafsiran. "Kami setia dengan teks Danarto karena karyanya sudah menciptakan imajinasi-imajinasi," kata Meritz.

Cerpen Adam Ma’rifat (1982) juga menjadi judul kumpulan enam cerita pendek karya Danarto. Enam cerpen ini bicara ihwal pengalaman mistis yang diungkapkan dalam bentuk dongeng tentang malaikat Jibril. Kumpulan cerpen ini pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1982. Cerpen ini menggunakan unsur visual sampul berupa kuda bersayap berkepala perempuan berambut panjang yang bermahkota. Kumpulan cerpen itu membawa Danarto menjadi penerima Hadiah Sastra DKJ 1982.

Dalam salah satu bagian cerpen tersebut, Danarto mengisahkan ihwal sosok Adam Ma’rifat yang mengaku sebagai manifestasi Allah. Hal tersebut melecutkan kemarahan orang-orang yang mendengarnya. Ia pun dilempari dengan batu. Lalu digambarkan bahwa Adam Ma’rifat adalah pohon mangga berbuah lebat di atas bus di sebuah terminal. Buah-buah mangga itu jatuh ke orang-orang yang melemparinya. Mereka lalu menikmati buah mangga itu, dan setelah itu semua orang tertidur.

Danarto seorang seniman yang lengkap. Ia dianggap sebagai tonggak dalam sejarah sastra Indonesia karena membuat terobosan dengan karya-karya sastranya yang mengeksplorasi jagat spiritual. Sejumlah cerita pendeknya kerap menampilkan suasana sureal yang kaya imajinasi dan magis. Danarto membangun suasana cerpen bukan dari teori-teori, melainkan dari penghayatannya terhadap dunia mistik Jawa serta peristiwa sehari-hari yang dilihat dan dimaknainya secara lain.

Sosok ini juga seorang pelukis. Ilustrasinya menghiasi beberapa cerpen di majalah Zaman dan banyak yang menilainya sebagai karya-karya menonjol dan khas. Poster-poster seni pertunjukan yang dibuatnya juga menarik. Gagasan estetikanya sering tak terduga. Karya-karya sekaligus jalan hidupnya mengejutkan. Ia pernah bergabung dengan Komunitas Eden, pimpinan Lia Aminuddin, yang dilarang pemerintah karena dituding sebagai aliran sesat.

Pentas mengenang Danarto malam itu penuh dengan seniman-seniman senior, di antaranya Untung Basuki, Emha Ainun Najib, dan akademikus sastra Faruk H.T. Emha pernah aktif di Sanggar Bambu pada 1975-1977 bersama Halim H.D. Malam itu ia memberikan testimoni tentang Danarto. Cak Nun--sapaan akrab Emha--mengenal Danarto bukan sebagai pembelajar yang tahu tentang terminologi sejarah, melainkan sebagai orang yang terdidik karena proses berkarya.

Adam Ma’rifat, menurut Cak Nun, mencerminkan bagaimana kehidupan Danarto seperti air yang mengalir, ombak yang bergerak, udara yang mengalir. "Mas Danarto sangat-sangat alamiah. Ini cermin besar seluruh perjalanan manusia. Supaya orang enggak terlalu lebay terhadap kehidupan," ujar Cak Nun.

Cak Nun mengutip sastrawan Soebagio Sastrowardoyo yang menyebut cerpen-cerpen Danarto sebagai dongeng buat orang dewasa. Adam Ma’rifat merupakan dongeng hasil renungan Danarto. "Generasi muda, kalau mau mengenal Danarto, ya lewat cerpen Adam Ma’rifat." SHINTA MAHARANI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus