EMPAT pelukis tergolong muda: Freddy Sofian (lahir di Bandung 1947), Dadang, M.A. (lahir di Bandung 1955), Redha (lahir di Bandung 1952), dan Ronny T. (lahir di Jakarta 1958), memamerkan karya mereka 24 Februari hingga 1 Maret 1992 di Galeri Hidayat, Bandung, sekaligus "membuka kembali" galeri itu sesudah istirahat beberapa lama. Keempat pelukis itu mempunyai latar berbeda-beda. Freddy Sofian belajar melukis di Studio Rangga Gempol pimpinan Barli. Dadang belajar di Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung, Redha di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia "ASRI" Yogyakarta, sedang Ronny adalah arsitek lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Boleh dibilang secara keseluruhan pameran itu lumayan: layak ditonton. Dan Galeri Hidayat boleh dipuji telah "menemukan" keempat pelukis muda yang belum tenar itu. Namun, pada masa kini -- ketika seni lukis kita menderita akibat boom -- pujian umum begitu belumlah cukup. Pameran itu perlu dilihat dengan latar boom yang melanda seni lukis modern kita sejak dasawarsa 1980-1990. Beberapa catatan dapat diberikan. Freddy Sofian tampaknya yang paling luas cakupan macam obyek yang digarapnya dibanding empat pelukis lainnya. Pokok yang kota, masa kini, langka, digarap oleh pelukis kita. Pokok itu yang memang keluar dari tangan pelukis ini: Cityscape, 1992, cat minyak di kanvas (90 x 70). Ini adalah lukisan papan nama toko, hotel, bank, merek dagang, dan lain-lain berwarna-warni: merah, kuning, biru, hijau. Mengolah obyek dan lingkungan modern masa kini, kota, dan menyajikannya kepada kepekaan kita, itulah yang jarang dilakukan oleh seni lukis kita. Lukisan kita umumnya masih berbau pertanian, meskipun lingkungan kita di kota sedang berubah ke arah industri dan dagang modern. Niscaya Freddy memerlukan banyak waktu dan kesempatan untuk menemukan citra yang paling tepat atau paling kena bagi lingkungan masa kini itu. Dadang, M.A., dalam kebanyakan karyanya, diberi ciri oleh sapuan dan goresan yang kuat, sifat spontan atau acak, berlawanan dengan lukisan yang banyak laku sekarang, yang dikuasai terutama oleh kecenderungan ke arah tertib yang jelas atau gampang. Perhatikan misalnya Kuda Lumping I, 1991, dan Kuda Lumping II, 1992. Berbagai pameran lukisan sekarang mengancam kita untuk kehilangan sensibilitas kita akan kompleksitas dan sifat acak. Di sinilah diperlukan pelukis seperti Dadang. Redha melukis terutama boneka menong, di samping ada juga karyanya yang menggarap kuda dan burung-burungan. Menong dia kerjakan dalam beberapa variasi. Menong itu dikerjakan dengan blabar (kontur) yang tegas. Oleh garis yang potong-memotong dan silang-menyilang terjadilah bidang dengan bermacam raut, yang diisi dengan warna. Redha peka terhadap warna dan terdapat kecenderungan untuk menyusun warna, manis dan menarik. Coretan garis, goresan, barik (tekstur), dan warna, menyebabkan lukisannya tampak kompleks. Ronny T. terutama mengambil ikan sebagai pokok utamanya. Ikan ini tampak sendiri atau bersama-sama, utuh ataupun cerai-berai dalam ledakan. Ronny tampaknya tertarik pada kehancuran, kematian: Big Bang, Assassination, An R.G S Story, misalnya. Goresan sejajar, bergelombang, sama besar, membentuk barik, menguasai lukisan dan memberi ketertiban dan keapikan dengan mengurangi hidup dan emosi. Bagaimanapun, cukup jelas pula aspek lain: Ronny cenderung kepada aspek konseptual dan tertib bentuk. Pameran itu juga "menyembuhkan" seni lukis modern kita dari dampak-dampak boom selama ini yang telah membawanya ke ruang bergerak yang sempit. Sanento Yuliman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini