Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Eugenios Spatharis, Suatu Sore

20 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Letaknya di luar Kota Athena. Di distrik Maroussi yang tenang. Tepatnya di Jalan Argonaphton 22. Suatu sore, dua tahun lalu, secara kebetulan Tempo mengunjungi tempat tinggal Euginios Spatharis, yang disebut-sebut sebagai maestro Karagiozis, wayang Yunani yang masih tersisa. Umurnya saat itu 80 tahun.

Di pagar, seekor anjing penjaga menggonggong. Ia dan istrinya keluar menyambut. Rambutnya putih. Dari ruang tamu, ia mempersilakan Tempo masuk ke ruang kerjanya. Ruangan penuh aneka wayang—ditempel pada dinding dan digantung-gantung.

Yang menyodok mata adalah banyaknya wayang kulit dari Jawa. Ada Bisma, Kresna, Rahwana, Arjuna. Dan juga topeng-topeng Rangda Bali. Spatharis boleh dikatakan hampir sudah melanglang ke seluruh pojok dunia. Tapi ia belum pernah ke Indonesia. Wayang kulit itu menurut dia diperoleh dari banyak kenalannya di Amerika. Sembari minum teh dan mengudap kue, ia menunjukkan aneka koleksi wayang Asia-nya, mulai wayang Thailand sampai India.

Khusus koleksi wayang Karagiozis ia simpan di museum Karagiozis yang dibangunnya pada tahun 1995. Museum itu ia beri nama Spathario. Letaknya di Kastalia Square, tak begitu jauh dari rumahnya. Bisa ditempuh dengan jalan kaki. Museum ini kini dikelola oleh anaknya bernama Menia.

Museum mungil, tak banyak staf. Begitu masuk, di dindingnya terlihat tempelan berbagai tokoh wayang Karagiozis. Di sebuah ruang, ada kelir tempat cucunya yang cantik dan biasa memainkan wayang. Di museum ini pengunjung bisa menonton film dokumenter pertunjukan Karagiozis di era dahulu yang selalu mengundang tumpah-ruah penonton.

”Karagiozis dari bahasa Turki, artinya ia yang bermata hitam. Kara maknanya hitam, gioz artinya mata,” kata Menia. Karagiozis sesungguhnya adalah nama tokoh utama dalam wayang Yunani. Tokoh ini adalah lambang warga miskin. Ia memiliki bola mata hitam menonjol dan digambarkan punya kebiasaan mengucek-ngucek mata. Ia bongkok, punya tangan panjang. Betapapun demikian, ia cerdas dan patriotik.

Tokoh antagonis dalam wayang Yunani adalah Pasha dan para bodyguard-nya. Mereka lambang penguasa Turki. Tema klasik pertunjukan Karagiozis selalu ulah mbeling si Karagiozis, yang suka menipu para pejabat atau orang kaya Turki. Karagiozis menjadi tontonan populer saat perjuangan kemerdekaan rakyat Yunani melawan Turki. Ia disebut-sebut menjadi media katarsis rakyat kecil.

Ketika Yunani diduduki Jerman, banyak seniman ditangkap. Tapi secara sembunyi-sembunyi Spatharis pada tahun 1944 membuat tontonan Karagiozis yang memparodikan Mussolini, Hitler, dan prajurit SS. Spatharis juga dikenal banyak mengkombinasikan cerita Karagiozis dengan mitologi Yunani. Ia, misalnya, mengangkat drama komedi Aristophanes: The Frog dan Pluto. Ia juga kerap mempertemukan Karagiozis dengan karakter Agamemnon, Achilles, Hercules.

”Karagiozis selalu ditampilkan. Ayah saya mampu memecahkan problem yang terjadi di antara para hero itu,” kata Menia. Dalam sebuah kesempatan, Tempo menemukan piringan hitam pertunjukan Spatharis pada tahun 60-an di pasar antik daerah Plaka, pusat Kota Athena. Tanda popularitasnya dahulu di masyarakat.

Karakter Karagiozis yang lucu tapi kritis itu mengingatkan kita pada karakter punakawan. Bentuk Karagiozis sendiri seperti Gareng. Ketika diberi tahu bahwa dalam wayang kulit terdapat tiga saudara punakawan yang jenaka, Menina segera menjawab: ”Oh, di sini Karagiozis juga miliki tiga anak bernama Kolitiris, Kopritis, dan Mirikogos.” Kebanyakan penulis menyebut asal-usul Karagiozis dari Turki. Tapi pernah almarhum Nikos Kazantzakis, dalam novelnya Zorba The Greek, menyebut Turki membawanya dari Jawa.

Pada usianya sekarang yang 80-an, Spatharis tentu tak mendalang lagi. Tapi ia masih kuat menggambar. Gambar yang banyak dibuatnya adalah gambar Karagiozis melakukan kegiatan sehari-hari seperti maraton, renang, berpidato, menyanyi. Menyaksikan gambarnya, kita jadi ingat lukisan-lukisan kaca dari Magelang yang sering menampilkan punakawan dalam kegiatan modern: Petruk naik sepeda, ikut pemilihan umum, dan sebagainya.

Sungguh, menyaksikan festival boneka ini tiba-tiba pertemuan singkat itu teringat kembali. Kapan-kapan memang menarik melakukan studi banding antara alam pikiran Karagiozis dan para punakawan kita.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus