Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kloning Cerdas Cara Culas

Pengelola butik ternama di Surabaya menjebol ATM pelanggannya. Menantang polisi membuktikan.

20 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI tongkrongannya, pria 24 tahun itu lumayan gagah. Kulitnya bersih, rambut lurus seleher dengan cambang ala Elvis Presley. Tubuhnya atletis, terbalut busana rapi: baju putih celana gelap. Namanya Ho Tony Lorentius Hosana.

Namun, ”pesona” itu luruh begitu ia memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu pekan lalu. Pengelola butik ”Favourite” di Pasar Atom dan Plasa Tunjungan itu berjalan loyo, merunduk memandangi sepatunya yang hitam mengkilap.

Di kursi pesakitan, penghuni perumahan elite Regency itu hanya termangu ketika Jaksa I Nyoman Sucitrawan membacakan dakwaan. Tony dituduh ”mengkloning” kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dan menggondol uang pemiliknya. Semuanya nasabah BCA.

Menurut jaksa, Tony beraksi dengan alat bernama skimmer. Alat ini merekam data korban ketika mereka menggesekkan kartu ATM ke electronic data capture (EDC). Di butik ”Favourite”, tentu saja, ada alat pendebit kartu BCA.

Skimmer tadi dihubungkan dengan komputer yang menggunakan program yang berfungsi mencatat data korban. Jadi, terdakwa cukup mengintip dan menghafal personal identification number (PIN) konsumennya ketika mereka menggesekkan kartu ATM ke skimmer.

Setelah butik tutup, data yang tercatat dalam komputer dipindahkan ke flashdisc. Di rumahnya, isi flashdisc dimasukkan ke notebook yang diprogram untuk mentransfer data korbannya ke pengurai data. ”Saya yang memprogram komputernya,” kata Ario Baskoro, programmer. ”Tapi saya tak tahu akan digunakan untuk kejahatan.”

Pada tahap berikutnya, terdakwa menyiapkan kartu kosong dan menggesekkannya ke alat pengurai data. Otomatis data korban terekam di kartu ini. Dengan kartu ”kloning” itulah Tony dituduh menjebol tabungan pelanggan di butiknya. Salah seorang korbannya adalah Hendro Tjandra, kontraktor.

Hendro mengetahui uangnya telah raib dari tabungannya Rp 70 juta, 4 Juni lalu. ”Pasti ada yang membobol kartu paspor saya,” kata warga Dukuh Pakis itu kepada Tempo. Korban lain, Liliwati Gani, warga Semolowaru, Surabaya—juga pelanggan ”Favourite”—mengetahui uangnya berkurang Rp 27,3 juta, pada 9 Juni.

Dalam rentang Juni-Agustus, BCA menerima delapan pengaduan. Total kerugian nasabah BCA Rp 300 juta. BCA membawa perkara ini ke polisi. Sejak September lalu, Kepala Unit Penyidikan IV Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Kota Besar Surabaya, Ajun Komisaris Polisi Nunuk Sudarwati, mulai menelusuri kasus ini. ”Saya meminta keterangan para korban,” katanya.

Nunuk mencari tahu di mana saja mereka menggunakan kartu debetnya dalam tiga bulan terakhir. Ia mulai tertarik ketika mengetahui: semua korban pernah menggesekkan kartunya di butik ”Favourite”, yang menjual gaun perempuan mulai anak-anak hingga dewasa.

Hendro, misalnya, pernah membeli gaun pesta seharga Rp 3 juta di butik ”Favourite” Pasar Atom pada 1 Juni lalu. Liliwati mengaku membeli baju seharga Rp 396 ribu di butik ”Favourite” Plasa Tunjungan pada bulan yang sama.

Semula, penyidik mencurigai pemilik butik, Lee Kwok Bun dan istrinya, Fenny Hosana. Namun, mereka tak berhubungan dengan kasir. Kasir butik, Eny Musterawati, membantah terlibat. Ternyata, yang berada di gerai kasir tak cuma Eny. Ada orang lain yang lebih berperan dalam urusan keuangan dan penjualan, dan itulah Tony.

Semula Tony membantah. ”Dia menantang polisi untuk membuktikannya,” kata Nunuk. Tony baru terkulai setelah polisi menemukan sejumlah peralatan yang mencurigakan di butiknya. Di rumahnya, polisi menyita komputer yang menyimpan data puluhan nasabah BCA.

Kepada penyidik, akhirnya Tony mengakui perbuatannya. Dia mengatakan membeli skimmer dan card reader/encoder di Hong Kong seharga Rp 50 juta. Dengan alat itulah dia menjalankan aksinya.

Tony memang penggemar teknologi informasi, bahkan sejak duduk di tingkat SMU Caufyld di Australia. Lulus dari Caufyld pada 1999, Tony tak melanjutkan ke sekolah tinggi. Dia memilih meneruskan usaha orang tuanya, ya butik itu tadi.

Semula dia mencoba menggandakan member card. Setelah berhasil, meningkat ke mengkloning kartu ATM. ”Saya terus mencoba eksperimen ini sampai akhirnya berhasil,” kata Tony kepada polisi pemeriksanya.

Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Komisaris Besar Anang Iskandar, mengatakan Tony orang pintar. ”Sayang, digunakan untuk tujuan negatif,” kata Anang. Di ruang sidang, Tony lebih banyak melamun daripada mendengar dakwaan jaksa. Setiap beradu pandang dengan hakim dan jaksa, dia buru-buru menunduk. Dia juga tak merespons pertanyaan hakim dan jaksa.

Tony baru gelagapan ketika Hari Sukanti, ketua majelis hakim, bertanya, ”Apakah paham isi dakwaan jaksa yang menjeratnya dengan pasal 263 (pemalsuan) dan pasal 362 (pencurian) KUHP?” Ancaman hukumannya lima tahun penjara. ”Ya, saya mengerti,” ia menyahut.

Sejak perkara ini bergulir di pengadilan, Tony meringkuk dalam tahanan Kejaksaan Negeri Surabaya. Dia dititipkan di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Menurut Nyoman, Tony sangat terpukul. ”Dia sering menangis.”

Nurlis E. Meuko, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)


Silap Tabungan Lenyap

PENGGANDAAN kartu ATM sudah beberapa kali terjadi, dan bisa di mana saja. Tak harus di gerai ATM, di toko yang menyediakan layanan pembayaran pakai kartu debit pun bisa. Korban tak lain pelanggannya sendiri.

Peralatan

  • Card reader, alat pendata nasabah yang membeli barang di toko.
  • CPU.
  • Printer.
  • Skimmer, untuk menyimpan data kartu ATM korban.
  • Electric data chapter, berfungsi mencetak jumlah uang yang dibelanjakan.
  • Notebook.
  • Encoder, alat untuk memasukkan PIN dan nomor kartu ATM korban ke magnet di kartu ATM kosong yang telah disiapkan.
  • Kartu kosong.

Kloning 1

  • Pembeli menggesekkan kartu debet ke card reader dan memasukkan PIN.
  • Pelaku mencuri lihat dan menghafal PIN.
  • Setelah kartu digesekkan ke card reader/skimmer, data otomatis terekam di komputer.
  • Data dipindahkan ke flashdisc, lalu ditransfer ke notebook.
  • Notebook dihubungkan dengan encoder.
  • Kartu kosong digesekkan untuk memindahkan data korban.
  • Kartu kloning siap digunakan.

Kloning 2

  • Pelaku berpura-pura ikut antre di gerai ATM bersama nasabah yang akan mengambil uang. Biasanya posisi korban di tengah.
  • Pelaku berdiri paling depan, berpura-pura gagal mengambil uang, lalu minta tolong pada korban.
  • Jika korban bersedia, saat itulah pelaku mengintip nomor PIN korban.
  • Data korban dipindahkan ke encoder.
  • Data ditransfer ke kartu kosong.
  • Lahirlah kartu kloning.

Tips

  • Jangan sampai kartu ATM dan PIN jatuh ke tangan orang lain. Bila berbelanja menggunakan kartu ATM, usahakan memasukkan PIN tanpa bisa ”disimak” orang lain.
  • Jangan membuat kombinasi PIN yang gampang dikenali, misalnya tanggal, bulan, dan tahun kelahiran, serta nomor telepon.
  • Bila berbelanja lewat Internet, sebaiknya tidak di warnet umum.
  • Bila berbelanja di outlet, sebaiknya dilihat dulu kredibilitasnya jika akan membayar menggunakan kartu debet ATM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus