Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Greta Gerwig ialah sutradara feminis yang selalu menampilkan karakter penasaran, berani, dan memberontak.
Pendekatan Gerwig terhadap karakter Barbie sangat relevan dengan situasi saat ini.
Barbie versi Gerwig berhasil mengungkap betapa merusaknya ideologi patriarki bagi masyarakat.
Tulisan ini mengandung spoiler film.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi sebagian orang, Barbie adalah simbol wanita tangguh yang glamor, sukses, dan hidup dalam Dreamhouse-nya sendiri. Namun, bagi yang lain, Barbie dianggap mewakili stereotipe perempuan ketinggalan zaman, seperti yang digambarkan dalam lagu hit Aqua pada 1997 berjudul Barbie Girl.
Ketika film Barbie baru diputar perdana di Leicester Square (London), seorang pria dengan keras menyuarakan pendapatnya. Ia yakin Barbie adalah contoh buruk dan bahaya bagi generasi perempuan muda.
Namun kisah Barbie ternyata cocok dengan sempurna dalam film karya sutradara Greta Gerwig, yang dikenal dengan cerita-cerita yang berfokus pada perempuan, termasuk film-filmnya yang dinominasikan dalam Oscar, seperti Ladybird (2017) dan Little Women (2019).
Cuplikan film Little Woman. Dok IMDB
Gerwig adalah sutradara feminis yang selalu menampilkan karakter-karakter penasaran, berani, dan memberontak terhadap batasan-batasan yang mengikat perempuan. Barbie pun bukan pengecualian.
Film ini mengisahkan Barbie stereotipikal (diperankan oleh Margot Robbie), yang hidup sempurnanya di Barbieland mulai runtuh ketika manusia yang bermain dengannya di dunia nyata merasa sedih. Kakinya yang biasanya melengkung mengikuti sepatu heels menjadi rata. Ia juga menemukan ada selulit di pahanya dan mulai dihantui pikiran tentang kematian.
Ia kemudian meminta bantuan Barbie Aneh (diperankan oleh Kate McKinnon) yang hadir dengan penampilan lucu dan berbeda layaknya boneka yang pernah dimainkan dengan kasar oleh anak kecil. Barbie stereotipikal diberi tugas untuk masuk ke dunia nyata guna menemukan keluarga manusia yang memainkannya dan membantu menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
Film ini dibuka dengan parodi adegan terkenal dari film 2001: A Space Odyssey karya Stanley Kubrick. Tiba-tiba, dunia berguncang ketika sebuah boneka Barbie raksasa mendarat seperti UFO di tengah gurun. Melalui narasi luar biasa Helen Mirren, kita diberi tahu bahwa penduduk wilayah tandus ini adalah sekelompok gadis kecil yang hanya punya boneka bayi sebagai mainan. Kedatangan teman baru yang menarik membebaskan mereka dari permainan yang membosankan dan mereka akhirnya menghancurkan boneka-boneka bayi mereka.
Dengan penggambaran awal yang kuat ini, Barbieland—tempat Barbie tinggal—dinarasikan sebagai utopia feminis. Di tempat ini, wanita dapat melakukan apa pun, termasuk menjadi presiden, memenangi Nobel sastra, hingga mengadakan pesta-pesta hebat.
Pendekatan Gerwig terhadap karakter Barbie sangat relevan dengan situasi saat ini. Penelitian mengenai "feminisme bimbo" yang tengah berkembang di TikTok menemukan para pencipta konten perempuan berpenampilan feminin saat ini berusaha mengangkat kembali label dan estetika "bimbo" yang dulunya dianggap merendahkan. Bimbo merupakan sebutan untuk mereka yang kurang cerdas karena hanya berfokus pada penampilan fisik.
Alih-alih menolak feminitas untuk berhasil dalam masyarakat yang patriarkis, feminisme bimbo justru memeluk feminitas sekaligus mendukung kemajuan perempuan.
Ketika berada di dunia nyata, Barbie terkejut ketika ia menemukan perbedaan besar dengan Barbieland. Dia dilecehkan saat bersepeda roller oleh pria pekerja konstruksi. Survei pada 2021 menyebutkan empat per lima perempuan muda di Inggris telah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Meskipun Barbie mengaku merasa tidak nyaman terhadap situasi di dunia tersebut, pacarnya, Ken (diperankan oleh Ryan Gosling), malah merasa "kagum".
Ketika menemukan keluarga manusianya, Barbie dihadapkan pada sikap permusuhan dari anak perempuan keluarga itu yang bernama Sasha. Ia berpendapat bahwa Barbie hanyalah "bimbo profesional" yang tubuhnya sempurna dan gaya hidup yang berkecukupan serta telah membuat perempuan-perempuan lain merasa tidak percaya diri selama beberapa dekade.
Seperti perempuan sejati, Barbie pun menghadapi obyektifikasi dan kritik. Film ini memiliki kemampuan untuk memberikan komentar cerdas dan tepat mengenai pengalaman perempuan.
Sutradara Greta Gerwig di Los Angeles, California, 9 Juli 2023. REUTERS/Mike Blake
Hak-hak Ken
Di Barbieland, Ken adalah pacar Barbie yang tinggal di pantai. Namun, di dunia nyata, dia menemukan masyarakat yang laki-laki menguasai segalanya. Ken segera terpengaruh oleh patriarki atau dominasi laki-laki, yang juga dengan cerdas menjadi lelucon dan olok-olok dalam film ini.
Ryan Gosling tampil luar biasa dalam momen-momen komedi tersebut. Misalnya, dalam satu kesempatan, Ken bahkan berusaha masuk ke rumah sakit dan memaksa melakukan operasi. Meskipun tidak memiliki kualifikasi apa pun, ia yakin diperbolehkan hanya karena dia seorang pria.
Kembali di Barbieland, Ken menerapkan visi patriarkinya sendiri. Setiap malam menjadi "malam laki-laki" dan setiap Barbie di sana sekadar untuk dipandang, melayani dengan mengantarkan bir untuk merawat harga diri pria.
Di bawah kepemimpinan Ken, mantan presiden perempuan di Barbieland dijadikan pelayan minuman bagi para pria macho di pantai. Sedangkan Mahkamah Agung, yang sebelumnya seluruhnya diisi perempuan, diturunkan statusnya menjadi tim cheerleading.
Dalam buku berjudul Men Who Hate Women yang diterbitkan pada 2020, pendiri proyek Everyday Sexism, Laura Bates, mengkaji berbagai bentuk misogini radikal dalam masyarakat modern, termasuk aktivis hak-hak pria yang dia sebut sebagai "manosphere".
Penggambaran karakter Ken dalam film Gerwig ini dengan tegas menghadapi fenomena manosphere. Seperti pria yang terpengaruh oleh kelompok-kelompok radikal itu, Ken dalam film ini pun terdorong untuk percaya bahwa hak-hak mereka sedang terancam oleh perempuan dan akhirnya tunduk pada stereotipe maskulinitas beracun demi mendapatkan kembali rasa kontrol.
Barbie versi Gerwig berhasil mengungkap dengan baik betapa merusaknya ideologi patriarki bagi masyarakat. Meskipun film ini jelas menarik bagi perempuan, pesannya sebenarnya ditujukan kepada para pria yang perlu menyimaknya. Barbie menyampaikan pesan yang harus didengar oleh pria yang berdiri dengan megafon di Leicester Square: bukan boneka Barbie yang mengancam hak-hak, peluang, dan keselamatan perempuan, melainkan patriarki itu sendiri.
Barbie adalah salah satu film paling mengejutkan dan berani pada tahun ini. Apa yang bisa menjadi kegagalan ringan justru berhasil menjadi karya film yang berarti, penting, dan menyentuh, serta sangat menyenangkan untuk ditonton.
-----
*Ulasan ini diterjemahkan oleh Ilona Esterina Piri (Tempo) dari tulisan Harriet Fletcher dari Anglia Ruskin University yang dimuat di The Conversation, 19 Juli 2023.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo