Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Nostalgia Hantu Konyol Beetlejuice Tim Burton

Bertualang di dunia hantu nan absurd ala Tim Burton dalam film Beetlejuice Beetlejuice.

8 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Butuh waktu 36 tahun untuk menanti sekuel film horor komedi Beetlejuice.

  • Film anyar Beetlejuice Beetlejuice menampilkan beberapa aktor dan aktris lawas, seperti Michael Keaton dan Winona Ryder.

  • Standar kualitas imajinasi absurd sutradara Tim Burton.

SETELAH 36 tahun lamanya, aktor kawakan Michael Keaton kembali memakai riasan wajah putih pucat dengan lingkar mata gelap itu lagi. Ya, pelakon yang selama ini dikenal sebagai salah satu pemeran Batman tersukses itu kembali menjadi sosok Betelguese, hantu konyol dalam film Beetlejuice yang tayang di bioskop pada 1988.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film sekuelnya, Beetlejuice Beetlejuice, tayang di bioskop-bioskop Indonesia sejak Rabu, 4 September 2024. Bagi generasi X (kelahiran 1965-1979), dan Y (kelahiran 1980-1994), nama Beetlejuice mungkin tak asing di telinga, mengingat, selain dalam film layar lebar, Beetlejuice hadir dalam bentuk animasi khas anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Layaknya film sekuel, Beetlejuice Beetlejuice mengambil cerita lanjutan dari edisi pertama. Film pertama bercerita tentang keluarga Deetz yang diganggu hantu sepasang suami-istri yang tak rela rumah mereka di Winter River dihuni pemilik baru. Sepasang hantu lemah itu sempat gagal menakut-nakuti keluarga Deetz sebelum mereka meminta bantuan si raja hantu jail, Betelguese.

Dalam film teranyar ini, cerita berfokus pada keluarga Deetz yang harus kembali ke Winter River karena kematian sang pemimpin keluarga, Charles Deetz. Seperti kembali ke trauma masa lalu, Lydia Deetz yang dulu masih remaja dan terlibat masalah dengan Betelguese harus kembali ke rumah horor itu.

Bedanya, Lydia—masih diperankan aktris yang sama, Winona Ryder—kini sudah dewasa dan punya anak remaja bernama Astrid Deetz yang diperankan oleh Jeena Ortega. Seperti karma, Lydia kini merasakan betapa pusingnya punya anak pembangkang. Alih-alih menurut, Lydia justru membuka portal menuju alam baka beserta Betelguese. Dan bisa ditebak, kekacauan luar biasa terjadi hingga menimbulkan beragam konflik.

Berbeda dari film pertama yang berjalan sesuai dengan rel pakem cerita Beetlejuice karya Michael McDowell, horor komedi Beetlejuice Beetlejuice seakan-akan melaju dengan story sendiri. Film ini justru berfokus pada hubungan Lydia dan Astrid. Ibarat sayur asem tanpa garam, ikatan keduanya hambar dan dingin.

Selain tak dekat, Lydia dan Astrid punya pola pikir berbeda. Lydia adalah orang yang sangat percaya dengan hal gaib. Maklum, ia pernah berkenalan dengan hantu kocak Beetlejuice. Kini Lydia menjadi seorang praktisi spiritual sekaligus pemandu acara Ghost House with Lydia Deetz. Adapun Astrid, meski berpenampilan serba gothic, justru berpikir rasional. Ia tak percaya dengan hantu maupun arwah penasaran.

Beetlejuice Beetlejuice menjadi ajang reuni bagi sejumlah aktor, aktris, dan sang sutradara. Ya, sutradara Tim Burton memilih untuk memanggil kembali aktor dan aktris dalam film pertama. Selain Keaton dan Ryder, ada Catherine O'Hara sebagai Delia Deetz, ibu angkat Lydia. Masuk akal mengapa Tim Burton enggan mengganti pemeran pada karakter-karakter kunci dalam Beetlejuice Beetlejuice.

Film Beetlejuice Beetlejuice. Warner Bros. Pictures.

Sebab, bukan perkara mudah menghidupkan nyawa karakter sentral seperti Betelguese segila Michael Keaton. Belum lagi, hubungan batin untuk peran Lydia dan Delia dengan Betelguese. Selain itu, Tim Burton adalah tipikal sutradara yang enggan berganti-ganti aktor, terlebih jika dia sudah merasa cocok dengan sang aktor dan aktris.

Seperti Michael Keaton, selepas berakting dalam Beetlejuice (1988), ia diajak bermain dalam film Batman (1989), Batman Returns (1992), dan Dumbo (2019). Kemudian aktor Johnny Depp yang rutin diajak bermain dalam film-film yang disutradarai Burton, dari Edward Scissorhands (1990), Ed Wood (1994), Sleepy Hollow (1999), Charlie and The Chocolate Factory (2005), Corpse Bride (2005), Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007), Alice in Wonderland (2010), sampai Dark Shadows (2012).

Beetlejuice Beetlejuice mendapat respons positif dengan skor 7,2/10 berdasar situs IMDb dan 77 persen dari situs Rotten Tomatoes. Film ini juga mendapat pemasukan besar di box office Amerika Utara dengan besaran US$ 13 juta selama dua hari pemutaran pratinjau. Sejumlah media Amerika Serikat memprediksi Beetlejuice Beetlejuice bakal dengan mudah meraup pendapatan hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat, melebihi biaya produksi yang ditaksir sekitar US$ 100 juta.

Film ini juga menjadi parameter karya Burton yang sesungguhnya. Bukan rahasia lagi bahwa sutradara yang kini berusia 66 tahun itu punya ciri khas dalam setiap karyanya. Ya, imajinasi dan fantasi yang absurd selalu tersaji dengan indah. Sebut saja Charlie and The Chocolate Factory dan Alice in Wonderland yang, meski berangkat dari novel alias bukan murni karya cerita Burton, dia tetap sukses menyampaikan imajinasi gila dalam buku menjadi bentuk audio visual.

Dalam Beetlejuice Beetlejuice, sekali lagi Burton bisa menyampaikan pesan bahwa kematian dan hantu tak selalu menakutkan. Ia mampu menceritakan bagaimana kematian dan hantu hanyalah sebuah perjalanan hidup tanpa perlu ditakuti dan dikhawatirkan.

Burton juga lihai menampilkan karakter-karakter unik berbagai hantu dan monster di alam baka. Ia membentuk tokoh hantu dalam perpaduan tampilan yang menyeramkan dan tingkah laku konyol. Burton juga ogah terlalu bergantung pada efek visual. Ia memilih menggunakan beragam kostum, boneka, dan tata rias yang tampak lebih hidup. "Kami ingin kembali ke dasar, yakni kualitas buatan tangan. Ini alasan saya suka membuat film," kata Burton, dikutip dari Hollywood Reporter.

Burton menambahkan, dalam beberapa adegan penting, ia tetap mengandalkan set latar dan digarap secara utuh dan langsung melibatkan para pemain tanpa banyak memotong gambar. Faktanya, memang Burton masih melibatkan beberapa efek visual dalam film Beetlejuice teranyar. Namun porsinya tetap terbatas. "Saya ingin membuat film seperti kembali pada masa lalu layaknya seni pertunjukan yang aneh."

Aktor Michael Keaton juga sudah hafal dengan cara kerja Burton. Agak merepotkan memang, tapi diakui Keaton bahwa setiap produksi film bersama Burton selalu menghadirkan pelajaran dan pengalaman luar biasa. Pemilihan cara produksi film yang jadul justru bakal lebih melekat di hati penonton. Maklum, hampir semua film modern saat ini terlalu bertumpu pada efek visual, sehingga tak lagi menimbulkan kesan yang spesial. "Ya, memang film ini seperti sebuah karya seni. Orang-orang akan tertarik pada visual karya seni yang tidak biasa," kata dia.

Selain visual yang unik, musik pengiring menjadi faktor penting. Bukan rahasia lagi bahwa setiap sutradara top Hollywood sudah punya komposer musik andalan yang selalu dilibatkan dalam setiap produksi film. Sebut saja Steven Spielberg yang selalu menggandeng komposer John Williams. Musik-musik orkestra nan megah menghidupkan suasana seperti dalam film Indiana Jones dan Jurassic Park.

Lalu Christopher Nolan yang kerap mengajak komposer Hans Zimmer untuk menghidupkan film-film mencekam seperti Dunkirk dan Interstellar. Sedangkan Tim Burton punya komposer langganan, Danny Elfman. Ya, komposer asal Amerika Serikat berusia 71 tahun itu menjadi roh dalam film lewat musik orkestra, permainan organ, hingga paduan suara dengan lengkingan nada tinggi.

Elfman pula yang menjadi komposer musik pengiring dalam film Beetlejuice 1988. Bagi dia, menggarap proyek Beetlejuice kedua seperti masuk ke alam mimpi. Maklum saja, tuturnya, selama ini tak pernah terpikirkan proyek kedua Beetlejuice bakal digarap dengan jarak 36 tahun lamanya. "Ini sangat mengasyikkan bisa kembali ke dunia hantu Beetlejuice lagi."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus