Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Film dokumenter tentang sastrawan Pramoedya Ananta Toer diputar kembali. Film buatan Yayasan Lontar ini mejadi pembuka peluncuran trailer film Bumi Manusia dan Perburuan, yang merupakan film adaptasi dari tulisan-tulisan Pramoedya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya itu seorang individualis, tidak mau diperintah dan memerintah. Saya terus menentang untuk menjadi diri sendiri," ujar Pramoedya Ananta Toer dalam film dokumenter tersebut yang diputar di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.
Pramoedya Ananta Toer berujar, karya-karyanya merupakan perlawanannya atas ketimpangan yang dia rasakan. Pramoedya yang meninggal pada usia 81 tahun ini menyatakan kalau seseorang takut melawan, maka tidak perlu mejadi seorang penulis. Bahkan dia menyebut seluruh karyanya sebagai anak rohaninya.
Menurut Pramoedya Ananta Toer, setiap tulisan yang dia hasilkan memiliki nasibnya masing-masing. "Mereka akan menempuh hidupanya sendiri dalam masyarakat sosial dan budaya. Mungkin ada yang berumur pendek, panjang, abadi, itu nasibnya sendiri," ujar dia.
Hampir seluruh tulisan Pramoedya Ananta Toer menjadi abadi. Pernah dilarang beredar dan dibaca pada masa Orde Baru, kini menjadi sebuah karya yang begitu dipuja banyak orang. Terlebih dua sutradara, Hanung Bramantyo dan Richard Oh mendapatkan kesempatan untuk menjadikannya dua buah karya film.
Perjalanan karya Pramoedya Ananta Toer menjadi film dimulai pada 2014, di mana Rumah Produksi Falcon Pictures mendapatkan lisensi untuk dua karya Pramoedya, Bumi Manusia dan Perburuan. "Ini sumbangih untuk perfilman Indonesia," ucap Produser Falcon, Frederica.
Frederica mengatakan peluncuran kedua film tersebut akan dilakukan bersamaan di Surabaya, pada Agustus nanti. Menurut dia, penayangan tersebut bukanlah untuk persaingan lantaran digarap oleh sutradara yang berbeda.
Menurut Frederica, ada alasan lain film tersebut ditayangkan bersamaan. "Ini sebagai selebrasi tercapainya impian untuk membuat visualisasi dari karya Pramoedya Ananta Toer," kata Frederica. "Ini adalah karya master piece Pak Pram."