Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Gairah jazz coklat

Musik jazz diadakan di teater terbuka tim. jack lesmana menampilkan pemain jazz coklat dari 3 kota, rudy jamil, benny mustapa dan buby chen. pencinta jazz menganggap penampilan jack dkk berhasil. (ms)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASA lalu dan masa kini bersatu selama 2 malam di Teater Terbuka TIM (30 dan 31 bulan lalu). Para pengendara mobil dan motor menggerayangi loket, jauh sebelum'jam pertunjukan, dalam barisan yang berdesak dan panjang. Mereka terus datang dan rela berdiri di pinggiran, manakala tiada tempat lagi bagi pantat mereka. Selama 2 jam kemudian Jack Lesmana dan barisannya yang terdiri dari gembong-gembong jazz coklat dari 3 kota, menampilkan 2 babak mata pelajaran sejarah jazz. Rudy Jamil, orang paling lucu malam itu tampil sebagai pion yang membuka mulut penonton untuk tertawa terkekeh-kekeh. Sehingga manakala Benny Mustapa meningkah drum serta Buby Chen meraba-raba pianonya, seluruh jiwa di perut teater itu telah terbuka dengan santainya. Memang patut diselidiki, kenapa orang begitu doyan pada musik sekarang. "Ada yang datang ke pertunjukan jazz dengan memejamkan mata, karena itu lebih nikmat", kata Jack tatkala mulai mempromosikan jazz coklatnya. Ia mengingatkan orang pada musik 'Dixieland' dengan mengangkat lagu Sweet G Brown. Dengan formasi Buby (piano), Trisno (sax tenor), Benny Mustafa (drum), Oele (gitar), Perry (bas) dan Benny L, lagu itu melenting ke udara membuat banyak orang tergerak goyang-goyang. Dalam hingar bingar dan cuwat-cuwet yang terasa binal, orang merasa tiba-tiba sedang berada dalam gedung bioskop yang memutar film-film tua Hollywood. Hanya satu lagu, langsung Jack mengirim sebuah irama swing dalam judul Flying Home. Maklum saja penampilan ini lebih bersifat apresiasi daripada sebuah penampilan tampang dari sebuah grup yang memang comotan Surabaya, Jakarta dan Bandung. Kemudian Buby pindah tempat duduk ke belakang piano listrik untuk sebuah lagu irama 'Bibop' yang bernama Barbados. Kesempatan ini benar-benar saat baik Buby untuk menunjukkan kebolehannya. Cukup adil juga, seberondong keplok tertumpah ke panggung. Ini bukan sopan santun. Keplok juga untuk Broery yang muncul dengan meminjam baju tutup Gatotkaca dan menyanyikan dengan baik lagu How high the moon. Meskipun over acting-nya belum lagi surut improvisasi nyong Ambon ini yang berkelak-kelok dengan suaranya yang lantang, serak dan kadangkala jadi mesra dan lembut menarik hati hadirin. Periode 'Cool', yang kabarnya terlambat sekitar 1 dekade menyerang Indonesia, diperkenalkan dengan lagu Out of nowhere. Dengan hanya memakai baju kaos yang bertuliskan 'JAZZ',Jack bersama Buby, Trisno, Oele, Perry Didi Tjia, Benny M. dan Benny L, melewatkan sebuah nomor yang benar-benar santai. Buby juga sempat nyabet lagu Jango yang kembali menunjukkan kebolehannya, sementara Benny yang suka diberi gelar Gene Krupa-nya pribumi, dengan simpatik dan tekun gemerisik, berderakan di belakang drumpukulannya halus, kontrol ketat, enerjik dengan tiba-tiba menimbulkan kejutlu kejutan yang pas. Petikan bas Perry juga memberikan imbangan sepadam. Apalagi kemudian muncul Maryono peniup yang terbilang "setan" juga di kanch tenor-sax pribumi. Ia meniup instrumennya malam itu dengan cukup nekat dengan segala nguak-nguiknya yang ekspresip. Walhasil, babak pertama ditutup dengan baik oleh lagu ciptaan Benny berjudul Silence for the Buffalo. Busyet Margie Segers tak muncul malam itu. Maklum ada soal dengan Jack--yang menurut suara-suara gosip adalah perihal uang. Syukurlah Rie Jamain dan Mona Sitompul di samping Broery, lumayan juga sebagai barisan penyanyi. Meskipun Rien tampaknya begitu loyo sementara Mona tidak sempat menumpahkan seluruh kebolehannya. Rien barangkali memang tidak cocok untuk pertunjukan yang sifatnya kolosal, karena suara kamarnya jadi kehilangan pesona di tengah ribuan mata yang tak mungkin terlalu lama dibuat bermesra-mesraan. Lagu Mahogany yang biasa dinyanyikan Diana Ross memang tepat untuk dia, tetapi tempatnya bukan di Teater Halaman.Lain halnya dengan Broery, meskipun menarik lagu lembut bernama All in love is fair, toh tidak ketutup oleh suara instrumen. Karena memang watak agresip nyong Ambon ini punya sesuatu. Belum lagi bantuan Indra Lesmana yang berusia 10 tahun -- putra Jack yang membuat orang-orang terkesima karena pijitannya pada piano listrik. "Busyet", seru beberapa penonton, "apa anak bayi itu pernah jatuh cinta?" Dijawab Indra dengan sebuah ciptaannya yang berjudul Terlambat, yang memamerkan bakat besar anak itu pada masa-masa yang akan datang. Para pengamat dan pencinta jazz pada umumnya menganggap penampilan Jack dan kawan-kawannya berhasil. Hanya saja Tim Kantoso berkeberatan atas dagelan-dagelan Rudy Jamil, karena dianggapnya membuyarkan konsentrasi penonton untuk menekuni sejarah hidup jazz--disamping disampaikan tidak terlampau urut. Keberatan lain lagi, mungkin kurangnya dimasukkan unsur-unsur lokal, paling sedikit dalam pemilihan lagu -- sebagaimana dilakukan Jack dalam rekaman kaset. "Karakter lagu ikut mempengaruhi sejarah masa itu. Saya menghendaki yang orisinil dalam periode yang ingin saya ceritakan, dengan konsultasi pada Buby Chen yang menguasai sejak ragtime hingga masa kini", jawab Jack. Ia mengaku belum puas. Namun demikian penonton sudah merasa jazz coklat mulai memiliki pesona dan hidup dengan pasti, paling tidak di TIM. Mereka pulang sambil mengenang Buby, Benny, Jack Indra Lesmana serta juga Abdullah yang sempat menampilkan kebolehannya dalam menepuk-nepuk bongo. Akan Broery, ia memang tampil membawakan sebuah lagunya dengan bantuan sebuah grup vokal yang hangat juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus