GABUNGAN Bridge DKI Jaya yang didukung sepenuhnya oleh Institut
Bridge Jakarta dan Ikatan Pelatih Jakarta, tanggal 20 Mei telah
mengirimkan sebuah surat kepada Ketua Umum PB Gabsi yang
berbunyi: "Pengiriman Team Bridge Indonesia ke Bridge Olympiade
di Monaco yang hanya diatur oleh Ketua I dengan dibantu oleh
Sekjen tanpa melalui seleksi yang lazim adalah perkosaan dari
peraturan Teknik Gabsi yang berlaku".
Sehari sebelumnya Pengda Gabsi Jaya telah mengirimkan surat
protes dan menyatakan penyesalan yang sangat atas tindakan PB
Gabsi di Kongres dan Kejurnas Yogya yang baru lalu. Pernyataan
Pengda ini didukung penuh oleh Gabungan Bridge DKI Jaya, dan
sekaligus meminta perhatian mandataris untuk melakukan
"reshuffle" terhadap pengurus yang telah melanggar ketentuan PB
Gabsi itu.
Rekonstruksi kisah keberangkatan regu Manado ke Monaco (terdiri
dari pasangan Manoppo Bersaudara, Lasut/Aguw dan Karamoy/Polii),
kira-kira begini: Beberapa pasangan Manado yang tahun lalu gagal
dalam Seleksi Nasional sebagai Regu Nasional ke Bangkok, tetapi
yang tetap merasa dirinya kuat, berhasrat terus untuk bisa
dikirimkan ke Luar Negeri. Usaha yang mereka lakukan ialah
dengan mengajak Regu Nasional resmi melakukan pertandingan
dengan mereka, dengan konsekwensinya ialah regu yang menang yang
berangkat ke Bangkok. PB Gabsi tidak menerima ajakan ini, karena
bertolak pada fikiran menjalankan aturan yang berlaku. Usaha
berikutnya dari Manado ialah berusaha mempengaruhi PB Gabsi,
agar regu yang dikirim ke Monaco ialah Regu Manado. Tetapi PB
Gabsi tidak menggubris pada mulanya, bahkan tidak
membicarakannya di dalam kongres Yogya. Tetapi tiba-tiba mereka
jadi juga berangkat.
Dalam sidangnya, Ketua Umum bertanya, siapakah yang
merekomendasikan keberangkatan itu. Ketua I dan Sekjen mengaku
dan mengatakan bahwa itu diberikan setelah Manado menyatakan
bahwa Ketua Umum telah menyetujuinya melalui telepon dari San
Francisco. "Saya tidak terima telepon", kata mandataris Prof.
Sunawar Sukowati.
Tragedi
Akibat gagalnya Regu Nasional mempertahankan Piala Rebullida di
Bangkok tahun lalu, berarti hilangnya tiket untuk ikut serta di
dalam Kejuaraan Dunia yang akan berlangsung di Monaco. Setelah
Kejuaraan Dunia ini, akan diteruskan dengan Olimpiade Bridge
yang berlangsung sekali dalam 4 tahun. Untuk Olimpiade ini,
Ketua I Gabsi telah mendaftarkan Indonesia untuk ikut serta
melalui pengurusnya di Bangkok.
Regu Nasional yang kalah di Bangkok ini, sampai saat ini masih
tetap dianggap sebagai Regu Nasional sah sampai pada Seleksi
Nasional Agustus ini. Karena itu, menurut aturan yang berlaku,
harus mereka pulalah yang dikirimkan untuk ikut Olimpiade Bridge
di Monaco. Dan karena pertimbangan teknis, Komisi Teknik Gabsi
diminta untuk memikirkan suatu jalan keluar, bagaimana mengatasi
soal ke Monaco ini. Akhirnya, masalah Monaco tidak
dipertimbangkan lagi dan PB Gabsi ingin memusatkan fikiran
kepada Kejuaraan Timur Jauh akhir tahun di Selandia Baru nanti,
kecuali kongres Yogya menetapkan lain.
Itulah sebabnya, keberangkatan Regu Gabmo-Manado ini merupakan
suatu tindakan yang oleh Jakarta dianggap perkosaan terhadap
Peraturan Teknik Gabsi. Soalnya memang agak runyam. Kriteria
penunjukan Manado memang tidak berdaur. Manoppo Bersaudara dan
Lasut/Aguw merupakar Regu yang masuk kotak di babak pendahuluan
dalam Ke juaraan Nasional Empat Kawan Yogya. Sedangkan Karamoy/
Polii dengan pasangan lainnya yang justru jadi juara Nasional
tidak dianggap yang terkuat. Seandainya regu juara ini yang
dikirimkan, kiranya tidak terlalu menimbulkan hal-hal yang
kontroversiil, walaupun pasti akan mengundang protes.Hasil di
Monaco ini pun ternyata mengecewakan. Hanya dapat nomor 14, di
mana prestasi nomor empat dunia selama ini tidak terpertahankan.
Dan prestasi yang menyolok justru Manoppo Bersaudara ini cuma
seri melawan Regu Jepang. sedangkan yang keluar sebagai juara
ialah Regu Brazilia, yang disusul oleh Regu Italia dan Inggeris.
Amerika Serikat sebagai juara Dunia, hanya menduduki ranking
ke-7.
Bagi olahraga bridge, peristiwa pengiriman ke Monaco ini memang
merupakan sebuah tragedi.
Setiap tahun ada saja kericuhan yang terjadi di tubuh Gabsi.
Biar ganti pengurus, toh kericuhan ini seakan-akan tidak dapat
dihindarkan. Tak heran bila ada yang menyebutkannya, bahwa
penyakit dalam olahraga bridge ini sudah jadi kronis sampai
tua.
Dalam kertas kerja untuk Panel Diskusi Institut Bridge
baru-baru ini secara gamblang saya katakan, bahwa bridge
Indonesia bukanlah untuk Waluyan (pemain utama Jakarta) dan
bukan pula untuk Manoppo. Tetapi untuk masa depan yang baik.
Untuk dapat ke masa depan yang baik, mulai dari sekarang sudah
harus diterapkan cara dan aturan yang baik.
Cara dan aturan baik inilah yang belum pernah diterapkan.
Kongres mengusulkan kelengkapan anggota pengurus Gabsi dan jika
perlu merombaknya. Kapan lagi? Sadar nggak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini