Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Hanya untuk 50

Penampilan paduan suara rri jakarta dibawah dirigen binsar sitompul di teater tertutup, tim, cukup meyakinkan. ditampilkan beberapa vokal tunggal.

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN menimpa Jakarta pada tanggal 8 Desember. Yang celaka adalah Paduan Suara RRI Jakarta dengan seorang musikus bernama Binsar Sitompul. Mereka hendak unjuk gigi di Teater Tertutup TIM. Sebagaimana diketahui, paduan suara sedang dikili-kili dewasa ini. Dikatakan gagal juga tidak bisa. Salah seorang anggota paduan suara malah mencoba merasa dirinya untung. "Kita kira cuma sepuluh orang yang nonton. Jebulnya malah lebih," ujanya dengan tenang. Memang penonton bukan sepuluh orang, melainkan 50 orang. Tapi itu berarti ruanan pertunjukan tetap melompong. Wah Berat Di panggung sebenarnya sudah diletakkan 3 buah pot bunga. Lalu ada sejumlah wanita muncul. Baju mereka jambon muda dengan kombinasi bawah yang juga jambon, menutup kaki dan menyembunyikan sepatu. Mereka berjalan dengan anggun dalam ruang yang sunyi itu. Tangan kanan masing-masing kebagian sebuah map. Langkah penampilan mereka mengesankan lamat-lamat bau ayu masa muda, apalagi di dada mereka, aduh, tersisip sekuntum kembang. Pendeknya penampilan pertama dari barisan wanita-wanita yang cukup tua ini meyakinkan. Kemudian sederet laki-laki mengalir, ambil tempat di belakang wanita. Gagahnya bukan main. Pakai jas warna gelap dengan masing-masing leher diikat dasi kupu-kupu merah. Selanjutnya tampak pianis, Ny. Hendroyono, dan Binsar Sitompul yang malam itu bertindak sebagai dirigen. Kendati penonton amat langka, ke-16 wanita dan 14 pria itu bernyanyi dengan tekun, tertib, kompak,dan bagus. Tiga lagu pertama mereka I Vaghi Fiori karya Palestrina, Den Uyl (bukan bekas Perdana Menteri Belanda) karya Alphons Diepenbrock, dan Le Ruisseau karya Gabriel Faure -- diberondong keplok puas tak henti-hentinya. Rentetan lagu malam itu ternyata lebih banyak berasal dari negeri orang. Terutama Perancis dan Cekoslowakia. Binsar punya alasan cukup kuat. "Lagu asing itu sudah tersedia dengan rapi," katanya. "Di sana sudah tersusun suara 1, 2, 3 dan 4. Kalau saya harus memimpin dan mengaransir sendiri, wah berat. Saya serahkan saja pada orang lain. Ini suatu tantangan untuk menambah perbendaharaan lagu kita." Selain paduan suara, malam itu juga muncul suara tunggal. Sumiyati maju dengan suara alto, Tommy larahap dengan suara tenor dan Pantas Tobing dengan bariton. Bahkan sempat juga ada duet dan trio. Tapi rata-rata acara yang bukan paduan suara kurang sip. Dibanding mutu paduan suaranya, jauh tidak imbang. Pranajaya, itu aktivis Bina Vokalia, malah berani mengatakan bahwa para vokalis kurang menjiwai apa yang sesungguhnya terkandung dalam lagu. "Ada lagu yang seharusnya dinyanyikan dengan segar dan lucu malah dilakukan dengan serius. Jelas ini terbalik," kata Pranajaya. "Mereka bukan profesional. Kalau digarap secara profesional pasti akan berhasil." Khusus untuk paduan suara, Pranajaya kasih predikat "memuaskan sekali." Maklum lagu Padu karya F.A. Warsono misalnya, sempat digarap begitu mulusnya. "Dibanding penampilan mereka sebelumnya, jelas kali ini sangat jauh berbeda. Materi pemain secara keseluruhan bagus, mereka pun bermain dengan lembut, serasi dengan dinamika yang dipunyai Pak Binsar," kata Pranajaya. Pujian ini mudah-mudahan saja tidak bikin rombongan ini malahan macet. Ia didirikan pada tahun 1957. Tahun 1963 sempat bubar, 5 tahun kemudian berhasil direhabilitir. "Yah sebenarnya secara teknis kami kurang," ujar Binsar mengaku kepada Widi Yarmanto dari TEMPO. "Kami melakukan ini hanya untuk hobi. Ada yang masih mahasiswa, ada yang karyawan. Kalau mau cari duit dari sini jelas tak bisa." Binsar mencoba minta pengertian, bahwa sukses-tidaknya penampilan sering banyak tergantung dari faktor psikologis. Misalnya jumlah penonton. Tapi itu agaknya tidak kena buat Ny. Hendroyono dan Soenarto Soenario, kedua pianis yang betul-betul menjalankan tugasnya dengan bagus. Maklum, untuk pergelaran di TIM itu mereka telah berlatih 1,5 tahun. Satu setengah tahun! Hanya unuk 50 orang penonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus